LAPORAN
WALK THROUGH SURVEY
DI MEBEL SURYA, JEMBER
(Guna MenyelesaikanTugas Mata
Kuliah Hygiene
Industri, Kelas A)
DisusunOleh:
1.
Saraswati Iswara 122110101012
2.
Putri Suci W. 122110101053
3.
Shevi Dwi A. 122110101054
4.
Intan Elok P. 122110101055
5.
Rizal
Vara Saputro 122110101057
6.
Agarahman Arif 122110101074
7.
Aprillia Ananta W. 122110101153
8.
Wahyu
Sri P. 122110101167
9.
Della
Rahmayasari A. 122110101169
10.
Ayu
Mega G. 122110101181
FAKULTAS
KESEHATAN
MASYARAKAT
UNIVERSITAS
JEMBER
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Industri Furniture
adalah industri yang mengolah bahan baku atau
bahan setengah jadi dari kayu, rotan, dan bahan baku alami lainnya
menjadi produk barang jadi furniture
yang mempunyai nilai tambah dan manfaat yang lebih tinggi. Industri
furniture di Indonesia tersebar hamper di seluruh propinsi, dengan
sentra-sentra yang cukup besar terletak di Jepara, Cirebon, Sukoharjo,
Surakarta, Klaten, Pasuruan, Gresik, Sidoarjo, Jabodetabek, dan lain-lain.
Industri pengolahan kayu dibagi menjadi dua kelompok antara
lain kelompok industri pengolahan kayu
hulu dan kelompok industri pengolahan kayu hilir. Kelompok industri pengolahan
kayu hulu merupakan industri pengolahan kayu primer yaitu industri yang
mengolah kayu bulat/logmenjadi berbagai sortimen kayu. Kelompok industri
pengolahan kayu hilir merupakan industri yang menghasilkan produk-produk kayu
diantaranya dowel, moulding, pintu, jendela, wood-flooring, dan sejenisnya
(Kementrian Perindustrian, 2011). Menurut
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Mebel Indonesia (Asmindo), selama pergelaran
acara tersebut masyarakat Cina dan sejumlah buyer dari negara lainnya sangat
antusias terhadap produk mebel Indonesia. Dia menambahkan, sekitar 50 hingga 70
buyer dalam pameran tersebut telah meminta pihak Asmindo untuk menjadi
pemasok mebel dan kerajinan made in Indonesia dengan nilai transaksi mencapai
sekitar US$100 juta. Dengan adanya demand
tersebut, maka penulis melihat peluang bisnis dalam industri furniture di
Indonesia saat ini masih menggiurkan, mengingat sektor ini telah ditetapkan
oleh pemerintah sebagai salah satu dari 10 komoditas unggulan ekspor tanah air
dan juga perdagangan mebel di pasar dunia saat ini trennya cenderung terus
membaik. Di tahun 2005, nilai perdagangan mebel di pasar dunia mencapai US$ 76
miliar, lalu di tahun 2006 melonjak menjadi US$ 80 miliar.
Kendati furnitur Indonesia memiliki demmand yang
tinggi di perdagangan internasional, demikian, kualitas produk harus
diutamakan. Selain itu juga harus ada dukungan ketersediaan bahan baku yang
memadai. Kebutuhan bahan baku kayu untuk industri furnitur sekitar 4,5 juta
kubik per tahun. Namun, industri furnitur nasional kerap kesulitan mendapatkan
pasokan bahan baku sebesar itu. Hal itu bisa terjadi seiring dengan semakin
maraknya pembalakan liar (illegal logging). Akibatnya, industri furnitur
nasional harus menanggung beban kekurangan pasokan kayu sebagai bahan baku
utama. Menteri Perindustrian (Menperin) Fahmi Idris mengatakan bahwa industri
furnitur Indonesia masih boros bahan baku terutama kayu dan rotan, oleh karena
itu industri furniture harus kreatif dalam dalam menciptakan desain produk
sehingga akan efisien dalam melakukan produksi furnitur. (Depperin, 2008)
Balok laminasi ini memiliki kekuatan yang lebih tinggi
dibanding balok biasa, karena pada proses pembuatannya bambu tersebut sudah
disortir terlebih dahulu untuk mengurangi bagian yang tidak bagus. Bambu
merupakan salah satu sumber daya alam di Indonesia yang belum gencar di
pergunakan dan diperkenalkan khususnya pada bidang perkapalan akan kegunaannya
selama ini. Alasan pemilihan bambu sebagai alternatif bahan baku yaitu meliputi
:
1.
Serbaguna,
bambu merupakan sumber daya alam yang telah digunakan selama bertahun-tahun
oleh hampir separuh lebih penduduk dunia seperti makanan, pelindung, konstruksi
yang sederhana, dan lain-lain.
2.
Dapat
diperbaharui, bambu merupakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui. Bambu
juga merupakan salah satu tanaman yang memiliki kemampuan tumbuh yang baik dan
cepat.
3.
Mudah
didapat, karena kemampuan tumbuhnya yang cepat, maka bambu mudah didapatkan.
Terutama di wilayah Indonesia yang didukung dengan iklim tropisnya.
4.
Mudah dalam
proses pengerjaannya.
5.
Bambu tidak
berkarat, tidak merusak, seperti pada bahan baku dari logam
6.
Murah,
bambu merupakan bahan baku yang lebih murah dibanding dengan bahan baku
lainnya.
1.2 Tujuan Umum
1.
Mahasiswa
dapat melakukan identifikasi hazard di Mebel Surya untuk mengetahui bahaya yang
memungkinkan terjadi di tempat kerja dan cara untuk mengendalikan bahaya yang
ada.
1.3 Tujuan Khusus
1.
Melakukan
pengenalan terhadap proses kerja di “Mebel Surya”.
2.
Menggambarkan
hazard fisik, kimia, biologis, ergonomik, dan psikologi yang ada di Mebel
Surya.
3.
Menggambarkan
penyakit atau akibat kerja yang ditimbulkan dari adanya factor-faktor bahaya
tersebut.
4.
Menggambarkan
macam-macam bentuk pengendalian bahaya yang meliputi pengendalian secara
teknik, administrative, dan APD pada Mebel Surya.
5.
Menggambarkan
sanitasi pada lingkungan kerja yang meliputi sanitasi makanan dan minuman,
penyediaan air, dan pengelolahan limbah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Higiene Lingkungan Kerja
Higiene lingkungan kerja didefinisikan
sebagai ilmu dan seni yang mencurahkan perhatian pada pengenalan, evaluasi, dan
kontrol faktor lingkungan dan stress yang muncul ditempat kerja yang mungkin
menyebabkan kesakitan, gangguan kesehatan dan kesejahteraan atau menimbulkan
ketidaknyamanan pada tenaga kerja maupun lingkungannya.Tujuan higiene
lingkungan keja adalah menerapkan teknologi di lingkungan kerja, sehingga
paparan zat berbahaya baik kimia, fisika, biologi atau ergonomi bisa diperkecil
atau diminimalkan (Heru dan Haryono, 2007:1).
Berikut adalah klasifikasi Faktor lingkungan kerja yang membahayakan
kesehatan (Occupational Health Hazards):
a.
Faktor
fisika.
Tekanan panas, kebisingan,
penerangan, radiasi, vibrasi, dan sebagainya.
b.
Faktor
kimia.
Yang berhubungan dengan
produksi, pengolahan, pengangkutan, penyimpan, distribusi. Dapat berbentuk gas,
aerosol, dust (debu), cairan.
c.
Faktor
biologic
Virus, bakteri, jamur,
parasit, insekta, riketsia.
d.
Faktor
ergonomi, bisa mengenai:
d.1.
Mesin/alat
yang tidak fisiologis.
d.2.
Aspek
tata misalnya sistem kerja, letak alat-alat yang tidak sesuai menyebabkan
gangguan kenyamanan.
d.3.
Beban
kerja yang berhubungan dengan gizi kerja, menyebabkan penurunan fisik dan daya
kerja.
e.
Faktor
psikis
Ketegangan,
tekanan mental, motivasi menurun, stress kerja (Heru dan Haryono, 2007:5-8).
2.2 Potensi Bahaya di
Tempat Kerja
Suatu bahaya dapat muncul karena tindakan
yang tidak aman atau kondisi yang tidak aman. Menurut W. Heinrich suatu proses
kegiatan operasi mengandung 4 cIernen pokok yang saTing berkaitan. Keempat
ciernen ini dapat diartikan juga sebagai unsur yang terkandung dalarn suatu
bahaya yang terjadi dalam suatu proses. Keempat ciernen pokok itu adaiah
sebagai berikut:
1.
Unsur manusia.
Manusia merupakan unsur yang sangat
memegang peranan dalam mengakibatkan kecelakaan.Faktor manusia adalah pekerja
atau karyawan dan manajemen.
2. Unsur lingkungan.
Semua yang ada di sekitar kita, gedung termasuk gudang dan tempat dimana manusia herada, dalam hal ini eral hubungan antara manusia dengan kondisi lingkungan kerja seperti suhu, penerangan dan lain-lain.
Semua yang ada di sekitar kita, gedung termasuk gudang dan tempat dimana manusia herada, dalam hal ini eral hubungan antara manusia dengan kondisi lingkungan kerja seperti suhu, penerangan dan lain-lain.
3.
Unsur material.
Merupakan bahan-bahan yang digunakan dalam
suatu proses yang potensial menjadi penyebah kecelakaan bila tidak dikelola
dengan benar.
4.
Unsur peralatan atau mesin.
Peralatan adalah alat-alat atau perkakas
yang dipergunakan oleh karyawan dalam proses produksi terrnasuk dalam hal ini
mesin-mesin.
2.3 Identifikasi Hazard
A.
kebisingan
Kebisingan (Noise) adalah
suara yang tidak dikehendaki.Menurut Wall dalam Heru dan Haryanto, kebisingan
adalah suara yang mengganggu.Sedangkan menurut Kep.Men-48/MEN.LH/11/1996 dalam
Heru dan Haryanto, kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari suatu
usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan
gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan, termasuk ternak, satwa,
dan sistem alam.
Jenis – jenis kebisingan
adalah :
1.
Steady State Noise adalah kebisingan dimana
fluktuasi dari intensitasnya tidak boleh lebih dari 6dB.Sebagai contoh, suara
yang ditimbulkan oleh kompresor, kipas angin, dapur pijar (Steady State Wide Band Noise); suara mesin gergaji sirkuler (Circular Chain Saw), dan suara yang
ditimbulkan oleh katup (Steady State
Narrow Band Noise).
2.
Impact/Impulse Noise, adalah kebisingan yang
ditimbulkan oleh sumber tunggal atau bunyi yang pada saat tertentu terdengar
secara tiba-tiba, misalnya kebisingan yang ditimbulkan oleh ledakan bom atau
meriam, sedangkan impulsive berulang terjadi pada mesin produksi di industri.
3.
Intermitten/Interuted Noise
adalah
kebisingan dimana suara mengeras dan kemudian melemah secara perlahan-lahan.
Sebagai contoh, kebisingan yang ditimbulkan oleh kendaraan lalu lintas atau
pesawat udara yang tinggal landas (Heru dan Haryono, 2007:14).
Pengukuran kebisingan bertujuan
untuk membandingkan hasil pengukuran pada suatu saat dengan standar atau Nilai
Ambang Batas (NAB) yang telah ditetapkan.Pengukuran yang ditujukan hanya
sekedar untuk mengendalikan terhadap lingkungan kerja dilaksanakan di tempat
dimana pekerja menghabiskan waktu kerjanya (Subaris, 2008).
Alat yang digunakan untuk mengukur intensitas
kebisingan adalah Sound Level Meter (SLM) yang mempunyai beberapa jenis
antara lain :
a. Precision Sound Level Meter
b. General Purpose Sound Level Meter
c. Survey Sound Level Meter
d. Special Purpose Sound Level Meter (Subaris,
2008).
Gangguan kesehatan yang
ditimbulkan dari kebisingan :
1.
Auditory
Efek
Telinga siap untuk menyesuaikan diri dengan perubahan
terhadap tingkat bising, tetapi terlalu sering mengalami perubahan yang
berulang-ulang lama-kelamaan daya akomodasi menjadi lelah dan gagal dalam
memberikan reaksi.
Efek kebisingan pada indera
pendengaran dapat diklasifikasikan menjadi :
a.
Trauma
akustik, gangguan pendengaran yang disebabkan oleh pemaparan tunggal terhadap
intensitas kebisingan yang sangat tinggi dan terjadi secara tiba-tiba. Sebagai
contoh ketulian yang disebabkan oleh suara ledakan bom.
b.
Ketulian
sementara (Temporary Threshold
Shift/TTS), gangguan pendengaran yang dialami seseorang yang sifatnya
sementara. Daya dengarnya sedikit demi sedikit pulih kembali, waktu untuk
pemulihan kembali adalah berkisar dari beberapa menit sampai beberapa hari
(3-7 hari), namun yang paling lama tidak lebih dari sepuluh hari.
c.
Ketulian permanen (Permanent
Threshold Shift/PTS), bilamana seseorang pekerja mengalami TTS dan kemudian terpajan
bising kembali sebelum pemulihan secara lengakap terjadi, maka akan terjadi
“akumulasi” sisa ketulian (TTS), dan bila hal ini berlangsung secara berulang
dan menahun, sifat ketuliannya akan berubah menjadi menetap (permanen). PTS
sering juga disebut NIHL (Noise Induced
Hearing Loss) dan NIHL terjadi umumnya setelah terpajan 10 tahun atau lebih.\
2.
Non
Auditory efek
a. Gangguan
komunikasi, kebisingan dapat menganggu percakapan sehingga dapat menimbulkan
salah pengertian dari penerimaan pembicaraan.
b. Gangguan tidur (Sleep interference), menurut EPA (1974),
manusia dapat terganggu tidurnya pada intensitas suara 33-38 dBA dan keluhan
ini akan semakin banyak ditemukan bila tingkat intensitas di ruang tidur
mencapai 48 dBA.
c. Gangguan
pelaksanaan tugas (Task Interference), terutama
pada tugas-tugas yang mebutuhkan ketelitian atau pekerjaan yang rumit dan
pekerjaan yang mebutuhkan konsentrasi tinggi.
d. Perasaan tidak
senang/mudah marah (Annoyance).
e.
Stress,
pengalaman pada pemeriksaan di perusahaan menunjukkan beebrapa tahapan akibat
stress nan daya dengar kebisingan, yaitu: menurunkan daya konsentrasi,
cenderung cepat lelah, gangguan komunikasi, gangguan fungsi pendengaran secara
bertahap , ketulian/ penurunan daya dengar yang menetap.
PENGENDALIAN BISING
Berdasarkan teknik pelaksanaannya, pengendalian bising
dibedakan dalam tiga cara :
a.
Pengendalian pada sumber
Beberapa teknik yang dapat dilakukan dalam cara ini adalah sebagai berikut (Heru dan Haryono,
2007:30):
a.1.
Meredam bising/getaran yang ada
a.2.
Mengurangi luas permukaan yang bergetar
a.3.
Mengatur kembali tempat sumber
a.4.
Mengatur waktu operasi mesin
a.5.
Pengecilan atau pengurangan volume
a.6.
Pembatasan jenis dan jumlah lalu lintas lainnya
b. Pengendalian pada
media bising
Langkah-langkah yang bisa dilakukan dengan cara ini adalah sebagai berikut (Heru dan Haryono,
2007:30):
b.1.
Memperbesar jarak sumber bising dengan pekerjaan atau pemukiman
b.2.
Memasang peredam suara pada dinding dan langit-langit
b.3.
Membuat ruang kontrol agar dapat dipergunakan mengontrol
pekerjaan dari ruang terpisah
b.4.
Bila sumber bising adalah lalu lintas, bisa dilakukan
pembatasan jalan dengan rumah/gedung/rumah sakit dan lain-lain. Dengan penanaman
pohon, pembuatan gundukan tanah, pembuatan tembok/ pagar, pembuatan jalur hijau
dan daerah penyangga, dan lainya.
c.
Pengendalian pada penerima
Pengendalian dengan cara ini dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara
lain (Heru dan
Haryono, 2007:14):
c.1.
Memberi alat pelindung diri seperti ear plug, ear muff dan helmet
c.2.
Memberikan latihan dan pendidikan kesehatan dan
keselamatan kerja, khususnya tentang kebisingan dan pengaruhnya
c.3.
Tindakan pengamanan juga dapat dilakukan dengan cara memindahkan
tenaga kerja terkena bising.
2. Getaran
Getaran adalah gerakan yang teratur dari benda atau
media dengan arah bolak-balik dari kedudukan keseimbangannya.Getaran adalah
gerakan bolak-balik suatu masa melalui keadaan seimbang terhadap titik acuan.
Pemaparan getaran mekanis terhadap pekerja terdapat pada pekerja pertanian
(traktor, grinder pada pemisah gabah padi dan saw), transportasi dan pekerjaan
umum (trailer, jack hammer untuk memahat tanah dan memotong aspal, truck)
industri.
Sumber getaran diantaranya :
1. Alam
Merupakan fenomena geologi yang mengakibatkan
gelombang (gerakan bumi) sehingga menimbulkan masalah pencemaran getaran.
Yang bersumber dari getaran tektonik dan getaran vulkanik.
2. Aktivitas manusia
Getaran berasal dari gerakan atau gesekan mesin dan
alat-alat kerja lain yang menimbulkan getaran. Contoh sumbernya adalah
mesin-mesin produksi ,mesin bor pneumatik, pahat, gerenda, gergaji serta
aktivitas mesin yang menimbulkan gesekan dan getaran.
Secara garis besar, getaran dibagi menjadi tiga jenis
yaitu:
1. Getaran
vulkanis (geologis), yaitu getaran yang timbul akibat gejala alam yang berupa
letusan gunung berapi dan pergerakan permukaan kulit bmi.
2. Getaran
mekanis, yaitu getaran yang ditimbulkan karena pengoperasian peralatan mekanis.
3. Getaran
kejut atau getaran yang terjadi seketika karena terhempas atau terjatuh dari
ketinggian.
Berdasarkan dampaknya pada tubuh getaran
diklasifikasikan sebagai berikut (Subaris, 2008):
1. Getaran seluruh tubuh (whole body vibration)
(1-80 Hz) dihasilkan karena seluruh masa tubuh berhadapan dengan getaran
mekanis, contoh: getaran permukaan penyangga pada mesin traktor.
2. Getaran pada sebagian alat tubuh (tool hand
vibration) misalnya pada tangan/lengan dari 8-1 kHz, ini di tentukan
sebagai getaran yang terjadi pada alat tubuh yang bersentuhan langsung dengan
media getaran dan bagian tubuh yang lain berada pada posisi diam.
Tingkatgetaran ditentukan dalam bentuk tingkat rms
acceleration yang sama dengan ‘fatique-decreased proficiency’
pada frekuensi antara 1-100 Hz.
Getaran-getaran di bawah 1 Hz menimbulkan
gangguan-gangguan seperti ientosis atau mabuk udara pada beberapa orang. Untuk
frekuensi diatas 100 Hz getaran akan berpengaruh terutama pada kulit dan sangat
tergantung dari kelembaban zat perantara seperti baju atau sepatu. Pekerja yang
terpapar getaran melebihi ISO pada umumnya akan mengakibatkan kelelahan dan
menurunnya efisiensi kerja secara nyata.
Tabel 1.
Syarat Tingkat Getaran Maksimal Untuk Kenyamanan Dan Kesehatan Karyawan
Frekuensi
|
Tingkat
Getaran Maksimal
(dalam
micron 10-6 M)
|
4
5
6,5
8
10
12,5
16
20
25
31,5
40
50
63
|
< 100
<80
< 70
< 50
< 37
< 32
< 25
< 20
< 17
< 12
< 9
< 8
< 6
|
(sumber :
Kepmenkes RI Nomor 1405/MENKES/SK/XI/2002)
Tabel 2. Nilai Ambang Batas Getaran Untuk Pemajanan
Lengan Dan Tangan
Jumlah waktu
pemajanan per hari kerja
|
Nilai
percepatan pada frekuensi dominan
|
|
Meter per
detik kuadrat
Gram (m/det2)
|
Gram
|
|
4 jam dan
kurang dari 8 jam
2 jam kurang
dari 4 jam
1 jam dan
kurang dari 12 jam
Kurang dari
1 jam
|
4
6
8
12
|
0,40
0,61
0,81
1,22
|
Catatan : 1
gram = 9,81 mldet2
(sumber :
KepMenaker tahun 1999)
Pengaruh
getaran terhadap manusia, bersama-sama. Untuk maksud praktis, dibedakan tiga
tingkat efek mekanis, sebagai berikut (Suma’mur, 1996):
a. Gangguan
kenikmatan, pengaruh getaran hanya terbatas pada terganggunya nikmat kerja.
b. Terganggunya
tugas yang terjadi bersama-sama dengan cepatnya kelelahan.
c. Bahaya
terhadap kesehatan.
Penanggulangan
pada sumber
1. Menggunakan penggantung elastis pada mesin
yang menyebabkan getaran-getaran tersebut (karet, peredam getaran, per-per
logam, per-per angin, pangkalan terapung, pangkalan tergantung, dan lain-lain)
2. Menambahkan
pada pangkalan mesin yang menyebabkan getaran atau tambahkan beban di bawah
pangkalan
3. Menyeimbangkan
bagian-bagian yang berputar dari mesin yang menyebabkan getaran-getaran
4. Mengurangi
energi pemicu dengan melakukan pemeliharaan atau memperbaiki mesin yang
menimbulkan getaran-getaran.
3. Pencahayaan
Pencahayaan
diperlukan manusia untuk mengenali suatu objek secara visual di mana organ
tubuh yang mempengaruhi penglihatan adalah mata, syaraf, dan pusat syaraf
penglihatan di otak.Pada banyak industry, pencahayaan mempunyai pengaruh
terhadap kualitas produk.Kuat pencahayaan baik yang tinggi, rendah, maupun yang
menyilaukan berpengaruh terhadap kelelahan mata maupun ketegangan saraf para
pekerja yang pencahayaan tempat kerjanya tidak memadai atau tidak sesuai
standar. Dengan kata lain dapat diuraikan bahwa fungsi utama pencahayaan tempat
kerja adalah untuk menerangi objek pekerjaan agar terlihat jelas, mudah
dikerjakan dengan cepat, dan produktivitas dapat meningkat. Pencahayaan baik
yang tinggi, rendah, maupun yang menyilaukan berpengaruh terhadap kelelahan
mata maupun syraf. Untuk memperoleh kualitas pencahayaan yang optimal IES (Illumination Engineering Society (Anizar,
2009: 37-38)
1) Faktor yang Mempengaruhi
Intensitas Pencahayaan:
a.
Sumber cahaya : berbagai jenis sumber cahaya yang dapat
dipakai dan pada saat ini dipergunakan antara lain: lampu pijar atau bolam, lampu TL (lampu pelepasan
listrik/flourescent lamp), dan sumber
cahaya alami.
b.
Daya pantul (reflektivitas)
: bila cahaya mengenai suatu permukaan yang kasar dan hitam maka semua cahaya
akan diserap, tetapi bila permukaan halus dan mengkilap maka cahaya akan
dipantulkan sejajar, sedangkan bila permukaan tidak rata maka pantulan cahaya
akan diffus. Pada pantulan cahaya
sejajara mata tersebut akan melihat gambar dari sumber cahaya. Pada cahaya diffusi mata melihat dari permukaan,
sebagian daripada permukaan biasanya mempunyai sifat kombinasi sejajar diffus.
c.
Ketajaman penglihatan : kemampuan mata untuk melihat sesuatu
benda dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :
c.1.
Ukuran objek/benda besar kecilnya objek
c.2.
Luminensi “Brightness”
: tingkat terangnya lapangan penglihatan yang tergantung dari penerangan dan
pemantulan objek/permukaan
c.3.
Waktu pengamatan atau lamanya melihatDerajat kontras;
perbedaan derajat terang antara objek dan sekelilingnya atau antara 2 permukaan
Jenis –jenis pencahayaan:
a)
Pencahayaan
Tak Langsung
Pada
pencahayaan tak langsung 90% hingga 100% cahaya dipancarkan ke langit-langit
ruangan sehingga yang dimanfaat pada bidang kerja adalah cahaya pantulan.
Pancaran cahaya pada pencahayaan tak langsung dapat pula dipantulkan pada
dinding sehingga cahaya yang sampai pada permukaan bidang kerja adalah cahaya
pantulan dari dinding.Pencahayaan jenis ini diperlukan pada perkantoran, rumah
sakit dan sebagainya.
b)
Pencahayaan
Setengah Tak Langsung
Pada
pencahayaan setengah tak langsung 60% hingga 90% cahaya diarahkan ke
langit-langit.Distribusi cahaya pada pencahayaan ini mirip dengan distribusi
pencahayaan tak langsung tetapi lebih efisien dan kuat penerangannya lebih
tinggi.Perbandingan kebeningan antara sumber cahaya dengan sekelilingnya tetap
memenuhi syarat tetapi pada pencahayaan ini timbul bayangan walaupun tidak
jelas.Pencahayaan setengah tak langsung digunakan pada ruangan yang memerlukan modeling shadow.Penggunaan penerangan
setengah tak langsung adalah pada tokobuku, ruang baca, dan ruang tamu.
c)
Pencahayaan
Menyebar (Difus)
Pada
pencahayaan difus maka distribusi cahaya ke atas dan bawah relative merata
yaitu berkisar 40% hingga 60%.Perbandingan ini tidak tepat masing-masing 50%
karena armature yang berbentuk bola
yang digunakan ada kalanya ada terbuka pada bagian bawah atau atas.Armature terbuat dari bahan yang tembus
cahaya, antara lain kaca embun, fiberglass,
plastik. Penggunaan pencahayaan difus antara lain pada tempat ibadah.
d)
Pencahayaan
Setengah Langsung
Pencahayaan
setengah langsung maka 60% hingga 90% cahayanya diarahkan ke bidang kerja
sedangkan selebihnya diarahkan ke langit-langit.Sehingga pencahayaan jenis ini
cukup efisien. Pemakaian pencahayaan setengah langsung terdapat pada kantor,
kelas, toko, serta tempat lainnya.
e)
Pencahayaan
Lansung
Pencahayaan
langsung memancarkan cahaya berkisar 90% hingga 100% ke bidang kerja. Pada
pencahayaan langsung akan terjadi efek terowongan (tunneling effect) pada langit-langit yaitu tepat diatas lampu
terdapat bagian yang gelap. Pencahayaan langsung dapat dirancang menyebar atau
terpusat, tergantung reflector yang digunakan.Kelebihan pada pencahayaan
langsung adalah efisiensi pencahayaan tinggi, memerlukan sedikit lampu untuk
bidang kerja yang luas. Sedangkan kelemahannya adalah bayangannya gelap karena
jumlah lampunya sedikit maka jika terjadi gangguan akan sangat berpengaruh.
DAMPAK PENCAHAYAAN
Pengaruh yang jelas maka tenaga kerja akan melaksanakan
pekerjaannya lebih mudah dan cepat sehingga produktivitas diharapkan naik,
sedangkan penerangan buruk akan berakibat (Heru dan Haryono, 2007:35):
1.
Kelelahan mata dan berkurangnya daya dan efisiensi kerja
2.
Kelelahan mental
3.
Keluhan pegal/sakit di sekitar mata
4.
Kerusakan indera mata
5.
Meningkatnya kecelakaan kerja
6.
Sakit kepala
7.
Penurunan kemampuan intelektual
8.
Penurunan daya konsentrasi
9.
Penurunan kecepatan berpikir
Pengendalian pada kelelahan
mata :
a)
Perbaikan
kontras
Cara ini termudah
dan tersederhana, serta dilakukan dengan memilih latar penglihatan yang
tepat.Namun kontras selalu ditentukan oleh sifat-sifat bahan yang tidak dapat
diubah.
b)
Meninggikan
pencahayaan
Biasanya
pencahayaan harus sekurang-kurangnya 2x dibesarkan.Dalam berbagai hal, masih
perlu dipakai lampu-lampu di daerah kerja untuk lebih memudahkan pekerjaan.
c)
Pemindahan
tenaga kerja dengan visus yang tinggi
Shift kerja
malam terutama diperuntukkan bagi tenaga kerja yang berusia muda, sedangkan
pekerja dengan usia yang lebih tinggi dapat ditempatkan pada pekerjaan yang
kurang memerlukan ketelitian atau dapat pula digunakan alat-alat pembesar untuk
melihat objek dengan mudah. Namun hal tersebut memiliki beberapa kerugian
sebagai berikut:
c.1.
Lapangan
penglihatan jadi terbatas
c.2.
Kekurangan
daerah akomodasi
c.3.
Terganggunya
koordinasi diantara penglihatan dan gerakan tangan
c.4.
Kepala
harus tetap dalam posisi tertentu.
4. Kebakaran
Kebakaran adalah fenomena yang tidak pernah diduga
sebelumnya. Pada kejadian kebakaran ini akan muncul percikan api yang dapat
membakar seluruh benda disampingnya. Kebakaran bermula dari api yang kecil dan
dapat menjadi besar jika disekelilingnya terdapat banyak bahan yang dapat
memicu atau memperbesar api. Sehingga sangat perlu dilakukan pengendalian agar dapat
dicegah dan tidak merugikan banyak pihak.
Adapun tahapan terjadinya kebakaran adalah sebagai
berikut:
1. Terjadi, diawali dengan munculnya percikan
api dan kondisi belum meluas atau masih bersifat lokal.
2. Berkembang, api mulai menjadi besar karena
adanya faktor pendukung, seperti bahan bakar dan oksigen atau udara.
3. Flash over, kondisi api sudah berkobar
dan wailayah yang terbakar semakin luas.
4. Selurunya terbakar, semua benda pada kobaran
api habis terbakar.
Kebakaran selalu bermulai dari percikan api yang
kecil. Kondisi ini terjadi karena adanya ketidakseimbangan diantara segitiga
kebakaran. Jika salah satu faktor ada yang dominan atau jumlahnya berlebih,
maka dapat memicu munculnya percikan api dan terjadinya kebakaran. Segitiga
kebakaran, yaitu:
1. Panas, misalnya setrika, aliran
listrik, dan lain-lain
2. Bahan bakar, seperti bahan bakar cair
3. Oksigen atau udara.
Kebakaran diklasifikasikan ke dalam 3 jenis, yaitu:
1. Kebakaran jenis A
Adalah kebakaran yang disebabkan oleh bahan bakar
maupun bahan kimia cair.
2.
Kebakaran jenis B
Adalah kebakaran yang disebabkan oleh benda kering,
seperti tumpukan kertas dan dedaunan kering.
3.
Kebakaran jenis C
Adalah kebakaran yang disebabkan oleh percikan
listrik, seperti kebakaran pada instalasi listrik yang konslet.
Ketika terjadi kebakaran, maka upaya yang harus segera
dilakukan dalam usaha penyelamatan. Srategi penyelamatan dari kebakaran ini
terdiri dari beberapa tahap sesuai dengan tahap terjadinya kebakaran yang
antara lain:
1.
Pada tahap kebakaran ‘Terjadi’, maka yang harus diselamatkan terlebih dahulu
adalah bahan-bahan yang dapat mengontrol kebakaran, seperti bahan bakar cair,
tumpukan kertas, bahan bakar gas, dan lain-lain. Hal ini dilakukan agar api tidak
dapat menjadi besar.
2.
Pada tahap kebakaran ‘Berkembang’, maka upaya penyelamatan dilakukan dengan
menyingkirkan bahan-bahan smoke detektor dari api. Hal ini bertujuan agar api
yang telah berkembang tidak berkobar menghanguskan bangunan.
3.
Pada tahap kebakaran ‘Flash over’ maka upaya penyelamatan yang dilakukan
adalah dengan mengontrol asap agar proses evakuasi tidak terhalang oleh
pendeknya jarak pandang. Selain itu juga dilakukan pengemanan terhadap
kompartemen dan sarana jalan keluar, sehingga proses evakuasi barang maupun
pekerja dapat dilakukan dengan lancar.
4.
Pada tahap kebakaran ‘Selurunya Terbakar’ maka upaya penyelamatan yang
dilakukan adalah fokus pengamatan pada kompartemen dan sarana jalan keluar,
juga segera menghubungi dianas kebakaran untuk pemadaman kobaran api lebih
lanjut.
5. Iklim Kerja
Iklim kerja adalah suatu
kombinasi dari suhu kerja, kelembaban udara, kecepatan gerakan udara dan suhu
radiasi pada suatu tempat kerja.Suhu udara dianggap nikmat bagi orang Indonesia
ialah sekitar 240C sampai 260C dan selisih suhu di dalam
dan diluar tidak boleh lebih dari 50C. Batas kecepatan angin secara
kasar yaitu 0,25 sampai 0,5 m/dt.
1.
Pekerjaan-pekerjaan
yang berpotensi menjadi sumber pemaparan panas
a.
Jenis
pekerjaan di luar ruangan/udara terbuka (out door)
a.1.
Pertanian,
perkebunan, kehutanan
a.2.
Kontruksi
terutama jalan raya, jembatan, lapangan golf, renovasi rel kereta api
a.3.
Pengeboran,
pertambangan terbuka
a.4.
Memancing,
rekreasi dengan perahu boat
a.5.
Aktivitas
latihan militer.
b.
Jenis
pekerjaan di dalam ruangan/udara (indoor)
b.1.Pabrik pengolahan makanan
b.2.Proses pencelupan batik
b.3.Laundry
b.4.Dapur di rumah sakit
b.5.Ruang mesin, proses pengecoran logam
b.6.Ventilasi ruang kerja sangat kurang
untuk ruang di daerah tropis.
2.
Pengaruh
pemaparan panas terhadap kesehatan
a.
Dehidrasi:
tubuh letih, lesu, lemas, kantuk, muntah
b.
Heat
cramps: kejang otot karena kehilangan cairan dan garam akibat keringat
berlebihan yang menyebabkan kecenderungan sirkulasi jantung kurang adequate
c.
Heat
exhausion (heat perforation): perubahan aliran darah kulit menjadi lebih rendah
dari suhu tubuh sehingga membutuhkan volume darah lebih banyak. Keadaan ini
biasanya terjadi bersamaan dengan kehilangan cairan akibat keringat berlebihan
dan cenderung menyebabkan kolapsnya sirkulasi darah. Korban merasa fatique
(lelah berlebihan) dan lemah sebelum kolaps dan akhirnya pingsan. Penanganan
awal: rebahkan kepala pada posisi rendah, berikan cairan garam sedikit demi
sedikit
d.
Heat
stroke: temperatur tubuh 40-410C yang mengakibatkan kerusakan
jaringan-jaringan, seperti liver, ginjal, dan otak. Korban merasa sakit kepala,
fatique, pening, denyut nadi cepat, disorientasi, dan cepat tidak sadarkan
diri. Penanganan awal: basahi kulit dan upayakan masuknya aliran udara segar,
selebihnya bawa ke dokter untuk mendapatkan perawatan medis.
3. Standar tekanan panas dan
beban kerja
Tekanan panas yang
berlebihan akan menyebabkan pekerjaan cepat lelah. Makin berat beban kerja
makin cepat pengeluaran panas dari dalam tubuh. Menurut Amerika Conference of
Govermental Indutrial Hygiene (ACGIH)
standar tekanan panas terhadap tingkat beban kerja adalah sebagai berikut:
Beban
kerja
|
|||
Cara
kerja
|
Ringan
< 200
|
Sedang
< 350
|
Berat
< 500
|
Continous
|
30.0/86
|
26.7/80
|
25.0/77
|
75%
|
30.6/87
|
28.0/82
|
25.9/77
|
50%
|
31.4/89
|
29.4/85
|
27.9/82
|
25%
|
32.2/90
|
31.1/88
|
30.0/86
|
*maksimum suhu
untuk bekerja 380C
Untuk
mengetahui tingkat tekanan panas harus diukur faktor-faktor yang mempengaruhi
sehingga diperlukan unit peralatan, yaitu:
a.
Psycrometer,
alat untuk mengukur suhu udara dan kelembaban nisbi
b.
Termometer
globe, alat untuk megukur tingkat radiasi
c.
Termometer
kata, alat untuk mengukur kecepatan udara
d.
Termometer
basah alami, alat untuk mengukur suhu basah alami
e.
Anemometer/velometer,
alat untuk mengukur kecepatan gerakan udara. (Heru Subaris, 2007)
HAZARD KIMIA
Hazard
kimia dalam bentuk tunggal atau campuran yang
berdasarkan sifat kimia atau fisika dan atau toksikologi berbahaya terhadap
tenaga kerja, instalasi dan lingkungan.Jalan masuk bahan kimia ke dalam tubuh manusia melalui beberapa cara,
yaitu melalui (Anonim, 2008):
a.
Pernapasan (inhalation)
b.
Kulit (skin absorption)
c. Tertelan
(ingestion)
Berikut
ini adalah akibat
atau dampak bahaya dari bahan kimia (Anonim, 2008):
a.
Korosif
Bahan kimia yang bersifat korosif menyebabkan kerusakan pada permukaan tempat dimana terjadi kontak. Kulit, mata dan sistem pencernaan adalah bagain tubuh yang paling umum terkena.Contohnya antara lain konsentrat asam dan basa, fosfor.
Bahan kimia yang bersifat korosif menyebabkan kerusakan pada permukaan tempat dimana terjadi kontak. Kulit, mata dan sistem pencernaan adalah bagain tubuh yang paling umum terkena.Contohnya antara lain konsentrat asam dan basa, fosfor.
b.
Iritasi
Iritasi menyebabkan peradangan pada permukaan di tempat kontak. Iritasi kulit bisa menyebabkan reaksi seperti eksim atau dermatitis. Iritasi pada alat-alat pernapasan yang hebat dapat menyebabkan sesak napas, peradangan dan oedema ( bengkak ), Contoh :
Iritasi menyebabkan peradangan pada permukaan di tempat kontak. Iritasi kulit bisa menyebabkan reaksi seperti eksim atau dermatitis. Iritasi pada alat-alat pernapasan yang hebat dapat menyebabkan sesak napas, peradangan dan oedema ( bengkak ), Contoh :
b.1. Kulit
: asam, basa,pelarut, minyak.
b.2. Pernapasan:
aldehydes, alkaline dusts, amonia, nitrogen dioxide, phosgene, chlorine
,bromine, ozone
c.
Reaksi Alergi
Bahan
kimia alergen atau sensitizers dapat menyebabkan reaksi alergi pada kulit atau
organ pernapasan.
Contoh:
c.1. Kulit:
colophony (rosin), formaldehyde, logam seperti chromium atau nickel, epoxy
hardeners, turpentine.
c.2.
Pernapasan: isocyanates,
fibre-reactive dyes, formaldehyde, nickel.
d.
Asfiksiasi
Asfiksian yang sederhana adalah inert gas yang mengencerkan atmosfer yang ada, misalnya pada kapal, silo, atau tambang bawah tanah. Konsentrasi oksigen pada udara normal tidak boleh kurang dari 19,5% volume udara.Asfiksian kimia mencegah transport oksigen dan oksigenasi normal pada darah atau mencegah oksigenasi normal pada kulit.Contoh:
Asfiksian yang sederhana adalah inert gas yang mengencerkan atmosfer yang ada, misalnya pada kapal, silo, atau tambang bawah tanah. Konsentrasi oksigen pada udara normal tidak boleh kurang dari 19,5% volume udara.Asfiksian kimia mencegah transport oksigen dan oksigenasi normal pada darah atau mencegah oksigenasi normal pada kulit.Contoh:
1.
Asfiksian sederhana: methane, ethane,
hydrogen, helium
2. Asfiksian
kimia: carbon monoxide, nitrobenzene, hydrogen cyanide, hidrogen sulphide
e.
Kanker
Karsinogen
pada manusia adalah bahan kimia yang secara jelas telah terbukti pada
manusia.Kemungkinan karsinogen pada manusia adalah bahan kimia yang secara
jelas sudah terbukti menyebabkan kanker pada hewan.Contoh :
e.1.
Terbukti karsinogen pada manusia:
benzene (leukaemia); vinylchloride (liver angiosarcoma); 2-naphthylamine,
benzidine (kanker kandung kemih); asbestos (kanker paru-paru, mesothelioma);
e.2. Kemungkinan
karsinogen pada manusia: formaldehyde, carbon tetrachloride, dichromates,
beryllium
f.
Efek Reproduksi
Bahan-bahan
beracun mempengaruhi fungsi reproduksi dan seksual dari seorang
manusia.Perkembangan bahan-bahan racun adalah faktor yang dapat memberikan
pengaruh negatif pada keturunan orang yang terpapar, misalnya aborsi
spontan.Contoh: Manganese, carbondisulphide, monomethyl dan ethyl ethers dari
ethylene glycol, mercury. Organic mercury
compounds, karbonmonoksida, timbal, talidomid, dan pelarut.
g.
Racun Sistemik
Racun
sistemik adalah agen-agen yang menyebabkan luka pada organ atau sistem
tubuh.Contoh :
g.1.
Otak : pelarut, lead,mercury, dan
manganese
g.2.
Sistem syaraf peripheral : n-hexane,
lead, arsenic, dan carbon disulphide
g.3.
Sistem pembentukan darah : benzene dan
ethylene glycol ethers
g.4.
Ginjal : cadmium, lead, mercury, dan
chlorinated hydrocarbons
g.5. Paru-paru
: silika, asbestos, dan debu batubara (pneumoconiosis)
a.
Metode
pencegahan terhadap tranmisi adalah:
1) Memakai metode basah:
lantai disiram air supaya debu tak berterbangan diudara. Pengeboran basah (wet
drilling) untuk mengurangi debu yang ada di udara. Debu jika di semprot dengan
uap air akan berflokulasi lalu mengendap.
2) Dengan alat: scrubber, elektropresipitator, ventilasi
umum
b.
Pencegahan
terhadap sumber: di usahakan debu tidak keluar dari sumber yaitu dengan
pemasangan local exhauster
c.
Perlindungan
diri terhadap pekerja antara lain berupa
tutup hidung atau masker (pedoman untuk K3 dan praktikum, 2008)
HAZARD BIOLOGI
a. Agen Biologi
Hazard biologi ditempat kerja umumnya dalam bentuk
mikroorganisme sebagai berikut (Anonim, 2009):
1) Bakteri
Bakteri mempunyai tiga bentuk dasar yaitu bulat
(kokus), lengkung dan batang (basil).Banyak bakteri penyebab penyakit timbul
akibat kesehatan dan sanitasi yang buruk, makanan yang tidak dimasak dan
dipersiapkan dengan baik dan kontak dengan hewan atau orang yang terinfeksi.
Contoh penyakit yang diakibatkan oleh bakteri : anthrax, tbc, lepra, tetanus,
thypoid, cholera, dan sebagainya.
2) Virus
Virus
mempunyai ukuran yang sangat kecil antara 16 - 300 nano meter.Virus tidak mampu
bereplikasi, untuk itu virus harus menginfeksi sel inangnya yang khas. Contoh
penyakit yang diakibatkan oleh virus : influenza, varicella, hepatitis, HIV,
dan sebagainya.
3) Jamur
Jamur
dapat berupa sel tunggal atau koloni, tetapi berbentuk lebih komplek karena
berupa multi sel. Mengambil makanan dan nutrisi dari jaringan yang mati dan
hidup dari organisme atau hewan lain.
4) Protozoa
5) Cacing
b. Jenis
hazard biologi
1) Bahaya infeksi
Penyakit akibat kerja karena infeksi relatif tidak
umum dijumpai. Pekerja yang potensial mengalaminya antara lain: pekerja di
rumah sakit, laboratorium, juru masak, penjaga binatang, dokter hewan, dan
lain- lain. Contoh: Hepatitis B, tuberculosis, anthrax, brucella, tetanus,
salmonella, chlamydia, dan psittaci (Anonim, 2008).
2) Bahaya non infeksi
a) Organisme viable
dan racun biogenic.
Organisme viable
termasuk didalamnya adalah jamur, spora dan mycotoxins; Racun biogenik termasuk
endotoxins, aflatoxin dan bakteri.Perkembangan produk bakterial dan jamur
dipengaruhi oleh suhu, kelembapan dan media dimana mereka tumbuh. Pekerja yang
beresiko: pekerja pada silo bahan pangan, pekerja pada sewage & sludge
treatment, dan lain-lain. Contoh: Byssinosis, “grain fever”, dan Legionnaire’s
disease (Anonim, 2008).
b) Alergi biogenik
Termasuk didalamnya adalah: jamur, animal-derived
protein, enzim. Bahan alergen dari pertanian berasal dari protein pada kulit
binatang, rambut dari bulu dan protein dari urine dan feaces binatang.
Bahan-bahan alergen pada industri berasal dari proses fermentasi, pembuatan
obat, roti, kertas, proses pengolahan kayu, juga dijumpai dalam bioteknologi
(enzim, vaksin dan kultur jaringan). Pada orang yang sensitif, pemajanan
alergen dapat menimbulkan gejala alergi seperti rinitis, conjunctivitis atau
asma. Contoh: Occupational asthma : wool, bulu, butir gandum, tepung bawang dan
sebagainya (Anonim, 2008).
c.
Cara Penularan kedalam Tubuh Manusia
Banyak dari mikroorganisme ini dapat menyebabkan
penyakit hanya setelah masuk kedalam tubuh manusia dan cara masuknya kedalam
tubuh, yaitu (Anonim, 2009):
1) Melalui
saluran pernapasan
2) Melalui
mulut (makanan dan minuman)
3) Melalui
kulit apabila terluka
HAZARD ERGONOMI
Ergonomi adalah
istilah yang biasa digunakan di Indonesia dan kebanyakan negara-negara di
Eropa, tetapi di Amerika Serikat lebih dikenal dengan istilah Human Factor Engineering/Human
Engineering/Engineering Psychology.Istilah ergonomi lebih menitikberatkan
pada “bagaimana kondisi kerja mempengaruhi pekerja”. Pekerja akan mengalami
perubahan fisiologis terhadap terhadap faktor-faktor fisik di tempat kerja,
seperti panas, pencahayaan, bising, pekerjaan yang melibatkan psikomotor
kompleks, dan lain-lain. ergonomi bertujuan untuk mengurangi kelelahan
(fatigue) atau ketidaknyamanan (discomfort) dengan cara mendesain tugas/alat
bantu kerja sesuai dengan kapasitas kerja individu pekerja (Ridwan Harrianto, 2010).
Sebaliknya, istilah human factor
lebih menitikberatkan pada konteks hubungan manusia dengan mesin/peralatannya,
yang berarti “bagaimana perilaku pekerja dalam interaksinya dengan peralatan,
tempat kerja, dan lingkungan kerjanya.
a.
Interaksi
antara organisasi tempat kerja dan individu pekerja
Pada
prinsipnya, organisasi tempat kerja adalah perencanaan koordinasi beberapa
orang pekerja berdasarkan kelompok-kelompok kerja dan hierarki tugas kerja
untuk mencapaiu tujuan bersama.Budaya organisasi tempat kerja yang baik harus
menerima konsep keselamatan kerja dan prosedur pelaksanaan kerja yang sehat
sebagai prioritas utama dari salah satu kebijakan kerjanya. Budaya ini harus
didukung oleh
berbagai pihak, antara lain:
1) Budaya kerja yang tidak
harus menuntut produktivitas melebihi pertimbangan keselamatan kerja harus
didukung oleh manajer, misalnya: pengaturan shift kerja, waktu istirahat, dan lain-lain. Manajer harus
mempertimbangkan kebutuhan fisiologis-psikologis pekerja kebijakan organisasi
yang menyokong konsep kesehatan dan keselamatan kerja, sangat penampilan kerja,
misalnya:
a)
Penjadwalan
waktu istirahat, kerja lembur, kerja shift malam, dan rotasi
b)
Pemeliharaan
mesin dan alat bantu kerja secara berkala
c)
Pemeriksaan
kesehatan sebelum masuk kerja
d)
Pemeriksaan
kesehatan secara berkala
e)
Prosedur
penempatan individu pekerja pada tempat kerja yang sesuai dengan kapasitas dan
kemampuannya
f)
Pelatihan
keselamatan kerja harus senantiasa menjadi prosedur rutin dalam program kerja
setiap kelompok kerja
2) Pihak manajemen harus
berupaya untuk menumbuhkan adanya pola komunikasi, proses pengambilan
keputusan, dan mekanisme umpan-balik yang baik.
a)
Manajemen
harus memberikan pelatihan dan memantau implementasi prosedur standart untuk
pekerjaan yang berbahaya
b)
Mesin
dan peralatan kerja harus diusahakan dapat cukup terjaga untuk tidak
membahayakan terhadap kesalahan operasi
c)
Prosedur
penjadwalan harus disesuaikan dengan kemungkinan timbulnya ketidakpastian dan
keterlambatan
3) Pekerja harus
diikutsertakan dalam perbaikan sistem kerja. Pekerja harus turut meminimalisasi
potensi kesalahan operasi dengan menyingkirkan semua elemen yang dapat
menyebabkan kegagalan atau berulangnya kegagalan kerja mesin-mesin yang
berpotensi menimbulkan gangguan keselamatan kerja.(Ridwan Harrianto, 2010).
b.
Interaksi
Antara Lingkungan Tempat Kerja dan Individu Pekerja
Faktor-faktor yang ada di
lingkunga tempat kerja, seperti cuaca, suhu ekstrem, pencahayaan, kebisingan,
vibrasi, bau-bauan, ventilasi, dan lain-lain yang dapat mempengaruhi penmapilan
dan produktivitas pekerja, yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan akibat
kerja, terkadang memiliki gejala seperti penyakit umum lainnya, atau dapat juga
mencetuskan timbulnya penyakit umum yang memang diderita pekerja. Misalnya:
1)
Perubahan
ventilasi dapat mengakibatkan timbulnya sick building syndrome yang menyerupai
penyakit influensa. Penyakit tersebut sebenarnya merupakan penyakit sosiogenik,
karena gangguan ini timbul tanpa diakibatkan berkurangnya kualitas udara di
lingkungan kerja
2)
Penyakit
asma dapat dicetuskan sebagai atau ditimbulkan oleh faktor-faktor lingkungan di
tempat kerja
3)
Temperatur tempat kerja yang terlalu
panas dan terlalu dingin mengakibatkan stres yang berat untuk jaringan tubuh.
Temperatur yang terlalu dingin mengakibatkan terjadinya kontriksi pembuluh-pembuluh
darah tepi, yang mengekibatkan berkurangnya sensitivitas, koordinasi
komponen-komponen tubuh, dan fleksibilitas sehingga lebih rentan untuk
timbulnya cedera. Temperatur yang terlalu tinggi mengakibatkan cepat lelah dan
timbulnya heatstress
4)
Pajanan
terhadap vibrasi terjadi akibat penggunaan alat bantu genggam yang bergetar
(segmental) atau mengendarai kendaraan yang meniombulkan getaran (wholebody). Vibrasi segmental akan
mengakibatkan timbulnya stres terhadap tendo, otot-otot, sendi dan saraf tepi
jari, tangan , dan lengan, sehingga dapat menimbulkan hilangnya rasa raba,
kesemutan dan timbulnya rasa nyeri pada saat menggenggam. Vibrasi wholebody mempengaruhi hampir semua
jaringan tubuh, terutama pada tulang belakang dan medula spinalis
5)
Memelihara
kondisi tempat kerja tanpa melampauinilai-nilai ambang batas masing-masing
komponen lingkungan kerja seperti terhadap paparan bising, vibrasi segmental,
cold stres, heat stres, dan radiasi merupakan pengendalian terbaik untuk
mencegah gangguan kesehatan akibat faktor lingkungan tempat kerja (Ridwan
Harrianto, 2010).
c.
Interaksi
Antara Jabatan dan Individu Pekerja
Dalam
konteks ini, jabatan diartikan sebagai peranan individu pekerja dalam
organisasi tempat kerja, meliputi sejumlah tugas khusus yang dilaksanakan
terus-menerus setiap hari kerja. Sedangkan perencanaan beban tugas (job design) adalah program kerja yang
menciptakan peranan individu pekerja dalam organisasi agaar dapat berinteraksi
secara sistematis dengan pekerja yang lain, dengan produk, serta tugas-tugas
pelayanan, agar dapat mencapai tuntutan pekerjaan yang sesuai/selaras dengan
kemampuan fisik dan mentalnya.
d.
Interaksi
Antara Tugas Kerja dan Individu Pekerja
Tugas kerja adalah sejumlah
aktivitas yang dibebankan pada pekerja guna tercapainya penyelesaian tujuan
fungsional khusus fari keseluruhan sistem kerja. Setiap tugas kerja terdiri
dari sederetan elemen pekerjaan, misalnya pekerjaan yang menggunakan
keterampilan tangan, dimulai dari pekerjaan memantau objek kerja (melihat
dengan mata atau meraba dengan tangan), menyeleksi (memisahkan objek kerja dari
kelompoknya yang lain), dan merencanakan (suatu proses mental sebelum dilakukan
gerakan), sangat bergantung pada kemampuan aktivitas kognitif dan fisik
masing-masing pekerja (Ridwan Harrianto, 2010).
Analisa tugas adalah
perbandingan antara tuntutan kerja dengan kemampuan pekerja serta sumber sistem
kerja. Demi tercapainya penampilan kerja yang optimal dari seorang individu,
harus dilakukan hal-hal berikut ini:
1) Pada pekerjaan dengan
aktivitas mengangkat beban, dibutuhkan upaya untuk mengurangi berat beban yang
diangkat, jarak pemindahan barang, gerakan membungkuk, memutar badan, jangkauan
yang jauh,penggunaan peralatan mekanik dalam mengangkat beban, dan lain-lain.
2) Pada pekerjaan pergerkan
tangan yang berulang, dibutuhkan upaya untuk mengurangi kecepatan proses kerja,
modifikasi alat-alat bantu kerja, penyesuaian tinggi meja kerja, dan lain-lain.
3) Pekerjaan tertentu
membutuhkan posisi tubuh dan ekstremitas yang tepat.
4) Jangan bekerja dengan
posisi tangan yang janggal, tetapi pertahankan dalam posisi yang lurus. Posisi
pergelangan tangan yang tidak lurus misalnya, deviasi ulnar, deviasi radial,
dorsofleksi, ataupun palmarfleksi akan mengakibatkan rasa cepat lelah dan
gangguan kesehatan lainnya.
5) Optimalkan konfigursi
tulang belulang. Keuntungan mekanis otot bisep brachii bergantung pada besarnya
sudut fleksi di sendi siku. Otot ini sebagai otot fleksor, tetapi sebenarnya
lebih berfungsi sebagai eksorator, karena brinsersio pada tuberositas radii.
6) Kurangi gerakan kepala yang
berlebihan. Objek yang terletak di luar lapangan penglihatan binokuler,
mengakibatkan kepala harus banyak bergerak untuk mengatasi situasi tersebut.
dengan menata posisi kerja yang tepat, atau penyesuaian tempat kerja dapat
mengatasi masalah ini (Ridwan Harrianto, 2010).
e.
Interaksi
Antara Desain Mesin dan Individu Pekerja
Pelaksanaan
tugas secara manual oleh pekerja umumnya sangat melelahkan dan kurang
produktif, maka penggunaan mesin di tempat kerja akan sangat membantu
kelancaran, kecepatan, dan efisiensi pekerjaan. Akan tetapi, tidak semua tugas
dapat digantikan oleh mesin, karena mesin juga memiliki lebih banyak
keterbatasan dibandingkan manusia.Tugas-tugas yang membutuhkan pertimbangan
yang matang, atau tugas
yang membutuhkan integrasi berbagai informasi, atau tugas yang sangat peka
terhadap berbagai rangsangan, hanya dapat dilakukan oleh manusia. Penggunaan
mesin akan lebih baik pada tugas-tugas rutin, karena tugas dapat diselesaikan
dengan lebih tepat, cepat, dan konsisten. Desain mesin yang baik harus memenuhi
prinsip-prinsip dasar sebagai berikut:
1)
Tampilan
dan tombol-tombol pengaturharus berguna, mudah dimengerti, mudah dilihat, dan
mudah dibaca
2)
Memiliki
tanda bahaya/alarm yang mudah menarik perhatian
3)
Dapat
dikunci, sehingga tidak semua orang dapat menghidupkan mesin
4)
Memiliki
sistem “failsafe”, sehingga mesin tersebut akan berhenti sendiri bila terjadi
kesalahan yang dilakukan oleh pekerja dalam mengoperasikan mesin tersebut
(Ridwan Harrianto, 2010).
f.
Interaksi
Antara Alat Bantu/Peralatan Kerja dan Individu Pekerja
Peralatan
kerja adalah alat bantu kerja genggam guna memperpanjang jangkauan, memperbesar
kekuatan atau meningkatkan efektivitas tugas. Beberapa prasyarat yang
dibutuhkan dalam desain alat bantu kerja untuk mencapai pemeliharaan toleransi
biomekanika kerja otot yang optimal, yaitu:
1)
Pegangan
alat bantu genggam harus memiliki ketebalan, ukuran, dan bentuk yang cocok
dengan pekerja. Dengan demikian harus tersedia bermacam-macam ukuran dan bentuk
untuk masing-masing pekerja
2)
Alat
bantu genggam harus seringan mungkin. Alat bantu genggam yang ringan akan lebih
mudah digunakan dan dapat memperlambat kelelahan
3)
Pertahankan
sendi bahu dalam posisi yang cukup rendah. Abduksi lengan atas pada sendi bahu
tanpa penyokong dalam waktu yang cukup lama akan mengakibatkan rasa cepat
lelah. Misalnya, bekerja dengan alat bantu genggam yang lurus (shower)
4)
Alat
bantu genggam harus terpegang cukup kuat. Alat bantu genggam yang berat akan
membuat cepat lelah dan dapat terlepas waktu digunakan. Dengan mendesain
alur-alur pada pegangan alat bantu genggam, dan menyesuaikan diameter pegangan
untuk tangan yang lain sebagai stabilisator, maka alat bantu genggam dapat
dipegang kuat-kuat
5)
Buat
perisai pada alat bantu genggam yang dapat menjepit atau melukai kulit. Gunting
yang diberi bantalan pada kedua pegangannya dapat mencegah terjepitnya
jari-jari tangan. Gergaji listrik sebaiknya diberi tambahan perisai pelindung
untuk mencegah jari-jari tanga terpotong
6)
Jangan
membuat tombol/swit yang hanya dioperasikan dengan satu atau beberapa ujung
jari. Melakukan penekanan dengan satu atau beberapa ujung jari berulang-ulang
untuk jangka waktu yang lam akan mengakibatkan rasa lelah dan rasa kaku pada
jari-jari tangan. Desain tombol/swit yang digenggam atau berbentuk lempeng
panjang akan lebih baik daripada yang menggunakan cara penekanan dengan satu
atau beberapa ujung jari
7)
Kurangi
kompresi pada jaringan tubuh. Ujung pegangan peralatan kerja (mis;
kape.penggaruk sisa-sisa cat tembok) yang kurang memadai dapat menekan arteri
ulnaris yang terletak di pangkal pergelangan tangan sehingga menimbulkan rasa
nyeri dan kesemutan di jari manis dan kelingking. Memodifikasi pegangan
peralatan tersebut dengan menambah tonjolan yang terletak diantara ibu jari dan
telunjuk, menyebabkan beban utama tekanan akan berpindah ke tempat ini yang
relatif bebas dari aliran pembuluh darah (Tichauer, 1976).
Manual Material Handling
Banyak jenis pekerjaan yang
membutuhkan aktivitas fisik yang berat seperti mengangkat, menurunkan,
mendorong, menarik, melempar, menyokong, memindahkan beban atau memutar beban
dengan tangan atau bagian tubuh lain. aktivitas semacam ini sering disebut sebagai
istilah manual material handling. Nyeri pinggang akibat pekerjaan manual
material handling, 50% diantaranya diakibatkan oleh aktivitas mengangkat beban,
9% karena mendorong dan menarik beban, 6% karena menahan, melempar, memutar,
dan membawa beban (Ridwan Harrianto, 2010).
HAZARD
PSIKOLOGI
a. Stres Kerja
Pengertian
stress adalah respon-respon fisiologis dari tubuh respon fisiologis dari tubuh
terhadap tuntutan lingkungan maupun terhadap tuntutan lingkungan maupun
personal-personal. Analisis perancangan kerja dan ergonomi memfokuskan
perhatian pada faktor manusia dengan mempertimbangkan faktor-faktor lainnya.
Pada tahap awal analisis, tiga beban kerja yang dialami operator ketika sedang
bekerja diukur yaitu :
1)
Beban
waktu (berapa lama ia menyelesaikan satu unit output)
2)
Beban
fisiologis (berapa kalori energi yang dihabiskan per satu unit output)
3)
Beban
psikologis (berapa besar beban mental yang diterima selama mengerjakan satu
unit output), yang dalam hal ini merupakan gabungan antara daya pikir, kekuatan
mental dan hubungan sosial operator.
Distress adalah respon terhadap
hal-hal atau kejadian yang bersifat negatif atau kejadian yang bersifat
negatif. Stres adalah suatu tanggapan adaptif, dibatasi oleh perbedaan
individual dan proses psikologis, yaitu
suatu konsekuensi dari setiap kegiatan (lingkungan), situasi
atau kejadian eksternal
yang membebani tuntutan psikologis
atau fisik yang
berlebihan terhadap seseorang.
Menurut Selye, stres yang
bersifat positif disebut
eustresssedangkan stres yang yang
berlebihan dan bersifat
merugikan disebut
“distress”. Eustress adalah respon terhadap hal-hal atau kejadian yang bersifat
positif atau kejadian yang bersifat positif.
b. Semangat Kerja
Davis memberikan
definisi yang luas
mengenai semangat kerja
yaitu sikap individu dan kelompok
terhadap kerja sama dengan orang lain yang secara maksimal
sesuai dengan kepentingan yang
paling baik bagi
perusahaan (Kerlinger &
Redhazar,1987:155).
c. Kinerja
Kinerja
karyawan (employee performance)
adalah tingkat terhadap mana para
karyawan mencapai persyaratan-persyaratan pekerjaan. (anonim,2005).

Sumber:
cdc.gov
Eliminasi
Pengendalian Bahaya (Hazard) dengan cara:
a.
Menghilangkan
segala bentuk paparan bahaya atau resiko pekerjaan ditempat kerja
b.
Menghentikan
segala proses dengan cara membebaskan potensi bahaya kesehatan kerja
c.
Menghentikan
pekerja ketika bekerja di daerah beresiko
d.
Teknik
ini efektif tetapi pada keadaan tertentu tidak efisien.
Substitusi
Pengendalian bahaya secara
substitusi ada 3, yaitu:
a.
Substitusi
Bahan
1)
Menggantikan
bahan yang beracun tinggi dengan bahan yang tak beracun atau beracun rendah
2)
Mengubah
keadaan fisik yang biasanya bekerja dengan kulit terbuka menggantikannya dengan
berbagai fasilitas yang dapat mengurangi resiko bahaya kerja. Misal: pada
industri pembuat briket
b.
Substitusi
Proses
1)
Memilih
proses yang ideal seiring dengan upaya memperbaiki kondisi dalam bekerja
2)
Sebagian
besar proses dibuat untuk memperbaiki/mengurangi biaya produksi
3)
Memodifikasi
dengan tujuan untuk mengurangi potensi bahaya kerja
c.
Substitusi
Perlengkapan
Mengendalikan
resiko bahaya kerja dengan memilih beberapa perlengkapan untuk mengurangi bahaya
kerja
Rekayasa/
Engineering
Rekayasa
dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu :
a.
Menghilangkan atau mengurangi tingkat keparahan dengan
mendesign ulang, menutup, relokasi atau perubahan teknik lainnya.
b.
Menghalangi pergerakan bahaya dengan memberikan pembatas/pemisah
terhadap bahaya maupun pekerja. Contohnya memasang penutup pada peralatan yang
menggeluarkan bunyi yang keras, membangun ruang pengendali dimana pekerja
terlindung dari kebisingan, panas, atau asap beracun.
c.
Paling efektif untuk mengurangi kontaminasi udara, berfungsi
untuk kenyamanan, kestabilan suhu & mengontrol kontaminan. Contohnya ruang
kerja diberi instalasi AC atau exhaust
fan.
Pengendalian
Administratif
Pengendalian secara
administrasi dapat dilakukan dengan memfokuskan pada sistem manajemen
pemaparan.Langkah yang dilakukan dalam pengendalian secara administrasi adalah
dengan mengatur rotasi kerja antara tempat-tempat yang bising dengan tempat
yang lebih nyaman dengan yang didasrkan pada intensitas kebisingan yang
diterima setiap pekerja.Pengaturan rotasi kerja dapat dilakukan dengan mengacu
pada jam/hari jerja atau bulan (Bungin, 2008).
Berdasarkan Peraturan
Menteri tenaga Kerja Nomer:PER.05/MEN/1996
tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, “Prosedur dan
instruksi kerja yang terdokumentasi pada saat dibuat harus mempertimbangkan
aspek K3 pada setiap tahapan. Rancangan dan tinjauan ulang prosedur hanya dapat
dibuat oleh personel yang memeiliki kompetensi kerja dengan melibatkan para
pelaksana.Personel harus dilatih agar memiliki kompetensi kerja dalam
menggunakan prosedur.Prosedur harus ditinjau ulang secara berkala terutama jika
terjadi perubahan peralatan, prosed atau bahan baku yang digunakan”.
Pengendalian
APD
Menurut OSHA atau Occupational Safety and Health
Administration, personal protective
equipment atau alat pelindung diri (APD) didefinisikan sebagai alat yang
digunakan untuk melindungi pekerja dari luka atau penyakit yang diakibatkan
oleh adanya kontak dengan bahaya (hazards) di tempat kerja, baik yang bersifat
kimia, biologis, radiasi, fisik, elektrik, mekanik dan lainnya.
Definisi APD adalah semua
peralatan yang melindungi pekerja selama bekerja termasuk pakaian yang harus di
pakai pada saat bekerja, pelindung kepala (helmet)
,sarung tangan (gloves),pelindung
mata (eye protection), pakaian yang bersifat reflektive, sepatu, pelindung
pendegaran (hearing protection) dan
pelindung pernapasan (masker).
Dalam
hirarki hazard control atau
pengendalian bahaya, penggunaan alat pelindung diri merupakan metode pengendali
bahaya paling akhir.Artinya, sebelum memutuskan untuk menggunakan APD,
metode-metode lain harus dilalui terlebih dahulu, dengan melakukan upaya
optimal agar bahaya atau hazard bisa dihilangkan atau paling tidak dikurangi.
Tabel 3.Jenis
bahaya dan APD yang diperlukan
No
|
Tubuh Yang Dilindungi
|
Bahaya
|
APD
|
1
|
Mata
|
Percikanbahan kimia, debu proyektil,
gas,uap, radiasi
|
safety
spectacles, goggles, faceshields, visors.
|
2
|
Kepala
|
Kejatuhan benda, benturan,rambut
tertarik mesin
|
Helmet
|
3
|
Sistem pernapasan
|
Debu, gas, uap, fume, kekurangan oksigen
|
Respirator, alat bantu pernapasan
|
4
|
Melindungi badan
|
Panas berlebihan, tumpahan atau
percikan bahan kimia
|
Cover
all dress,
pakaian anti panas/api
|
5
|
Tangan
|
Panas, terpotong,bahan
kimia,sengatan listrik
|
Sarung tangan
|
6
|
Kaki
|
Tumpahan bahan kimia, tertimpa
benda, sengatan listrik
|
Sepatu safety
|
Menurut
PERMENAKER No.08/MEN/VII/2011 fungsi dan jenis alat pelindung diri antara lain :
a. Alat pelindung
kepala
Alat pelindung kepala adalah alat
pelindung yang berfungsi untuk melindungi kepala dari benturan, terantuk,
kejatuhan atau terpukul benda tajam atau benda keras yang melayang atau
meluncur di udara, terpapar oleh radiasi panas, api, percikan bahan-bahan
kimia, jasad renik (mikro organisme) dan suhu yang ekstrim.
Jenis alat
pelindung kepala terdiri dari helm pengaman (safety helmet), topi atau tudung kepala, penutup atau pengaman
rambut, dan lain-lain.
b.
Alat pelindung mata dan muka
Alat pelindung
mata dan muka adalah alat pelindung yang berfungsi untuk melindungi mata dan
muka dari paparan bahan kimia berbahaya, paparan partikel-partikel yang
melayang di udara dan di badan air, percikan benda-benda kecil, panas, atau uap
panas, radiasi gelombang elektromagnetik yang mengion maupun yang tidak
mengion, pancaran cahaya, benturan atau pukulan benda keras atau benda tajam.
Jenis alat
pelindung mata dan muka terdiri dari kacamata pengaman (spectacles), googles, tameng muka (face shield), masker selam, tameng muka dan kacamata pengaman dalam
kesatuan (full face masker).
c. Alat pelindung telinga
Alat pelindung
telinga adalah alat pelindung yang berfungsi untuk melindungi alat pendengaran
terhadap kebisingan atau tekanan.
Jenis alat
pelindung telinga terdiri dari sumbat telinga (ear plug) dan penutup
telinga (ear muff).
d. Alat pelindung pernapasan beserta perlengkapannya
Alat
pelindung pernapasan beserta perlengkapannya adalah alat pelindung yang
berfungsi untuk melindungi organ pernapasan dengan cara menyalurkan udara
bersih dan sehat dan/atau menyaring cemaran bahan kimia, mikro-organisme,
partikel yang berupa debu, kabut (aerosol), uap, asap, gas/ fume, dan
sebagainya.
Jenis alat
pelindung pernapasan dan perlengkapannya terdiri dari masker, respirator,
katrit, kanister, Re-breather, Airline respirator, Continues
Air Supply Machine=Air Hose Mask Respirator, tangki selam dan regulator (Self-Contained
Underwater Breathing Apparatus /SCUBA), Self-Contained Breathing Apparatus
(SCBA), dan emergency breathing apparatus.
e.
Alat pelindung tangan
Pelindung tangan (sarung
tangan) adalah alat pelindung yang berfungsi untuk melindungi tangan dan
jari-jari tangan dari pajanan api, suhu panas, suhu dingin, radiasi
elektromagnetik, radiasi mengion, arus listrik, bahan kimia, benturan, pukulan
dan tergores, terinfeksi zat patogen (virus, bakteri) dan jasad renik.
Jenis pelindung tangan
terdiri dari sarung tangan yang terbuat dari logam, kulit, kain kanvas, kain
atau kain berpelapis, karet, dan sarung tangan yang tahan bahan kimia.
f.
Alat pelindung kaki
Alat pelindung kaki
berfungsi untuk melindungi kaki dari tertimpa atau berbenturan dengan
benda-benda berat, tertusuk benda tajam, terkena cairan panas atau dingin, uap
panas, terpajan suhu yang ekstrim, terkena bahan kimia berbahaya dan jasad
renik, tergelincir.
Jenis Pelindung kaki berupa
sepatu keselamatan pada pekerjaan peleburan, pengecoran logam, industri,
kontruksi bangunan, pekerjaan yang berpotensi bahaya peledakan, bahaya listrik,
tempat kerja yang basah atau licin, bahan kimia dan jasad renik, dan/atau
bahaya binatang dan lain-lain.
g.
Pakaian pelindung
Pakaian pelindung berfungsi
untuk melindungi badan sebagian atau seluruh bagian badan dari bahaya
temperatur panas atau dingin yang ekstrim, pajanan api dan benda-benda panas,
percikan bahan-bahan kimia, cairan dan logam panas, uap panas, benturan (impact)
dengan mesin, peralatan dan bahan, tergores, radiasi, binatang, mikro-organisme
patogen dari manusia, binatang, tumbuhan dan lingkungan seperti virus, bakteri
dan jamur.
Jenis pakaian pelindung
terdiri dari rompi (Vests), celemek (Apron/Coveralls), Jacket,
dan pakaian pelindung yang menutupi sebagian atau seluruh bagian badan.
h.
Alat
pelindung jatuh perorangan
Alat pelindung jatuh
perorangan berfungsi membatasi gerak pekerja agar tidak masuk ke tempat yang
mempunyai potensi jatuh atau menjaga pekerja berada pada posisi kerja yang
diinginkan dalam keadaan miring maupun tergantung dan menahan serta membatasi
pekerja jatuh sehingga tidak membentur lantai dasar.
Jenis alat pelindung jatuh
perorangan terdiri dari sabuk pengaman tubuh (harness), karabiner, tali
koneksi (lanyard), tali pengaman (safety rope), alat penjepit
tali (rope clamp), alat penurun (decender), alat penahan jatuh
bergerak (mobile fall arrester), dan lain-lain.
g.
Pelampung
Pelampung berfungsi
melindungi pengguna yang bekerja di atas air atau dipermukaan air agar
terhindar dari bahaya tenggelam dan atau mengatur keterapungan (buoyancy)
pengguna agar dapat berada pada posisi tenggelam (negative buoyant) atau
melayang (neutral buoyant) di dalam air.
Jenis
pelampung terdiri dari jaket keselamatan (life jacket), rompi
keselamatan ( life vest), rompi pengatur keterapungan (Bouyancy
Control Device).
Housekeeping
5S merupakan suatu metode
pemeliharaan lingkungan agar rapi, bersih dan teratur.5S yang berasal dari
bahasa Jepang, sering kali disingkat menjadi 5R dalam bahasa Indonesia, meski
ada beberapa perusahaan yang tetap menjadikan sebagai 5S dengan bahasa
Indonesia.5S sebenarnya merupakan pembinaan sikap mental karyawan agar disiplin
dan selamat dalam bekerja (Apriyatna, 2008).
Uraian
5S
No.
|
5S (Jepang)
|
5S (Indonesia)
|
Arti
|
1
|
Seiri
|
Sortir/
Ringkas
|
Menyortir
atau memisahkan barang yang diperlukan dan yang tidak diperlukan
|
2
|
Seiton
|
Susun/ Rapi
|
Menyusun
barang sesuai tempatnya
|
3
|
Seiso
|
Sapu/ Resik
|
Membersihkan
area kerja
|
4
|
Seiketsu
|
Standarisasi/
Rawat
|
Menjadikan
tempat kerja yang sudah rapi dan bersih sebagai standar yang harus dijaga dan
dipelihara
|
5
|
Shitsuke
|
Swadisiplin/
Rajin
|
Menjadikan 5S
sebagai disiplin kerja.
|
a.
Seiri/
Ringkas
Huruf
S yang pertama ini singkatan dari Seiri yang bermakna memisahkan barang yang
diperlukan dan yang tidak.Jika kita menganggap ada barang yang “mungkin” kita
butuhkan di masa mendatang, konsep seiri mengatakan silakan untuk menyingkirkan
barang tersebut.Kita hanya mengambil barang-barang yang benar-benar kita
perlukan.Istilah dalam bahasa Inggris yang sering digunakan untuk S yang
pertama ini adalah Sort.Jika dalam bahasa Indonesia, S pertama ini bisa kita
padankan dengan Sortir atau Seleksi yaitu menyeleksi barang yang diperlukan dan
yang tidak.
Seiri
merupakan suatu kegiatan menyortir atau memisahkan barang yang diperlukan dan
tidak diperlukan.Fungsi dari penyortiran adalah untuk menciptakan ruang kerja
yang nyaman dan barang-barang yang diperlukan untuk pekerjaan lebih mudah
ditemukan (Apriyatna, 2008).
b.
Seiton/Rapi
Huruf
S yang kedua ini adalah singkatan dari Seiton yang bermakna menyusun barang
yang diperlukan tadi pada tempatnya agar mudah mengelolanya.Seringkali kita
mencari alat yang kita perlukan karena alat tersebut disimpan tidak pada tempat
seharusnya.Akibatnya banyak waktu yang terbuang untuk itu. Biasanya orang dapat
menggunakan label atau marking untuk menandai dimana seharusnya suatu barang
disimpan dan diambil jika diperlukan. Istilah Bahasa Inggrisnya barangkali yang
tepat adalah Set in order, atau dalam bahasa Indonesia adalah Susun.
Seiton
merupakan suatu kegiatan menyusun barang sesuai tempatnya. Pada seiton terdapat
tiga tahap, yaitu: Tahap 1 yaitu membenahi tempat penyimpanan. Kegiatan yang
dilakukan adalah membersihkan bekas tempat barang tidak diperlukan, menentukan
batas area, menstandarkan tempat penyimpanan. Standar tempat penyimpanan
adalah:
1)
Ada
denah yang dicat/digaris (ada standar warna garis)
2)
Ada
batas jalan keluar masuk misalnya dengan garis putus-putus, arah lalu lintas
forklift, tanda bahaya.
3)
Ada
aturan, misalnya “jangan berjalan di garis kuning (area bahaya)”
4)
Ada
identitas/tanda di setiap area.
5)
Tiga
kunci dalam menyusun: 1. Posisi tetap(tempat), 2. Barang tetap (identifikasi),
3. Jumlah tetap (minimal/maksimal) (Apriyatna, 2008).
Tahap kedua
yaitu memudahkan penggunaan dan pengembalian barang.
Kegiatan
yang dapat dilakukan meliputi memberi identitas barang dan menyusun barang
sesuai jenisnya, membuat garis pembatas untuk lokasi penempatan, menyusun
barang sedemikian hingga untuk mencegah kesalahan pemakaian/ pengambilan
barang, membuat jalur produksi (menyusun barang sesuai dengan urutan kerja),
membuat tempat penyimpanan komponen lebih dekat ke jalur produksi, menyimpan
barang dengan memperhatikan tiga prinsip (mudah dilihat, mudah diambil, mudah
dikembalikan).
Tahap ketiga
yaitu menghindarkan ketidakteraturan. Kegiatan yang dapat dilakukan meliputi
mengubah sikap dari “mengatur” menjadi “mencegah ketidakberaturan”, mengatur tempat
penyimpanan yang berantakan, menciptakan sistem dimana hanya meliputi barang
yang diperlukan dan setiap barang disimpan di tempat khusus, menciptakan
gagasan untuk memudahkan pengembalian, mengembangkan gagasan meniadakan
pengembalian barang, otomatisasi tempat kerja, mengurangu jumlah jig dan alat,
misalnya baut berkepala untuk menghindari pemakaian kunci inggris,
menyederhanakan proses produksi (Apriyatna, 2008).
c.
Seiso/Resik
Huruf
S yang ketiga adalah singkatan dari Seisou yang bermakna bersih.Artinya Seisou
mengharuskan orang harus membersihkan tempat kerjanya setiap saat.Harus
diusahakan tempat kerja kembali bersih ketika pekerjaan telah selesai
dilaksanakan. Dengan demikian orang akan dapat mulai bekerja keesokan harinya
tanpa perlu persiapan lagi. Barangkali istilah bahasa Inggris yang serupa bisa
digunakan Shine (bersinar karena bersih), dan saya mengusulkan kata Suci untuk
bahasa Indonesia-nya.
Seiso
merupakan suatu kegiatan membersihkan area kerja.Kegiatan pada seiso berupa
menghilangkan semua debu dan kotoran pada tiga kategori luas [Area penyimpanan,
peralatan, lingkungan (lantai, tembok, lampu, dan lain-lain)].Dapat dibuatkan
jadwal piket dan peta tanggung jawab, menentukan jumlah, jenis, identitas dan
area penyimpanan alat 5S (Apriyatna, 2008).
d.
Seiketsu/
Rawat
Huruf
S berikutnya adalah Seiketsu yang bermakna mempertahankan apa yang sudah
dicapai lewat 3 S sebelumnya. Pendek kata, 3 S yang pertama menjadi standar
kerja yang harus diterapkan. Jadi Seiketsu meminta kita untuk menjaga proses
yang sudah dilakukan. JIka sebelumnya sudah bersih, maka Seiketsu meminta kita
untuk tetap bersih. Begitu juga dengan S yang lain, selalu menyusun barang pada
tempatnya serta selalu memilah mana yang tidak diperlukan untuk disisihkan.
Istilah bahasa Inggris yang sesuai adalah Standard, dan bahasa Indonesianya
adalah Standarisasi.Menjadikan tempat kerja yang sudah rapi dan bersih sebagai
standar yang harus dijaga dan dipelihara.
e.
Shitsuke/
Rajin
Huruf
S yang terakhir adalah Shitsuke yang bermakna bahwa konsep-konsep ini harus
diajarkan kepada orang lain dan bersama-sama menjalankannya. Jadi prinsip
Shitsuke adalah mendisiplinkan diri dan orang lain terhadap apa yang sudah
ditentukan dan diperoleh lewat 3S pertama. Akan menjadi sesuatu yang mubazir jika
konsep yang bagus ini hanya dilakukan oleh 1 orang saja. Keterlibatan setiap
orang dalam organisasi menjalankan 4 S baru akan berdampak sistemik. Hanya
dengan begitu konsep ini dapat terus langgeng dalam organisasi. Istilah bahasa
Inggris untuk ini adalah Sustain, atau dalam bahasa Indonesia menjadi
Sinambung.
.
Sanitasi Tempat Kerja
Sanitasi adalah segala
upaya yang di lakukan untuk menjamin terwujudnya kondisi yang memenuhi
persyaratan kesehatan.Fasilitas sanitasi antara lain:
a.
Sarana
penyediaan air bersih
Air
bersih yaitu air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya
memenuhi syarat kesehatan. Syarat air bersih di bagi 2 yaitu:
1.
Syarat
kualitas
a)
Syarat
fisik: cara mnengenal air yang memenuhi persyaratan fisik ini tidak sukar
seperti: jernih, tidak berwarna, tidak berasa
b)
Syarat
bakteriologis: air harus bebas dari segala bakteri terutama bakteri pathogen
c)
Syarat
kimia: airtidak mengandung zat-zat yang berbahaya yang dapat mengganggu
kesehatan
2.
Syarat
kuantitas yaitu air harus memenuhi kebutuhan dan sesuai jumlah pekerja
b.
Kamar
kecil
c.
Tempat
cuci tangan (wastafle)
d.
Tempat
sampah
e.
Sarana
pembuangan air limbah
Program sanitasi dianggap
paling efektif dan menjadi begitu penting dalam industri pangan untuk menjamin
keamanan pangan dan penerapan sistem Hazard Analysis Critical Control Point
(HACCP) secara berhasil.Oleh karena itu, semua personil dalam industri pangan
harus sadar untuk menciptakan kondisi yang bersih dan higienis.Program sanitasi
yang baik umumnya dijabarkan dalam prosedur-prosedur standar yang dikenal
sebagai Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP).
Winarno dan Surono (2004)
menyatakan bahwa SSOP akan memberikan manfaat bagi unit usaha dalam menjamin
sistem keamanan produksi pangannya. Manfaat tersebut seperti dapat memberikan
jadwal pada prosedur sanitasi, memberikan landasan program monitoring
berkesinambungan, mendorong perencanaan yang menjamin didukungnya tindakan
koreksi bila diperlukan, menjamin setiap personil, serta meningkatkan praktik
sanitasi dan kondisi di unit usaha.
Prinsip-prinsip sanitasi
untuk diterapkan dalam SSOP dikelompokan menjadi delapan aspek kunci sebagai
persyaratan utama sanitasi dan pelaksanaannya. Menurut Winarno dan Surono
(2004), SSOP terdiri dari delapan kunci persyaratan sanitasi, yaitu:
a.
Keamanan air
Faktor-faktor penting yang harus diperhatikan
sehubungan dengan keamanan air adalah suplai air yang kontak langsung dengan
produk atau dengan permukaan yang kontak langsung dengan produk, suplai yang
aman untuk pembuatan es, serta tidak ada kontaminasi silang antara air yang
dapat diminum dengan air yang tidak dapat diminum.
Secara
umum, air yang digunakan dalam industri pangan harus memenuhi persyaratan air
minum.Air minum haruslah bebas dari bakteri dan senyawa-senyawa berbahaya,
tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak keruh (Jenie, 1987).Untuk industri
minuman dibutuhkan persyaratan khusus beberapa sifat tertentu seperti
alkalinitas, kesadahan, dan padatan terlarut.
b.
Kondisi
dan kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan
Setiap
permukaan yang kontak dengan bahan pangan baik dari faktor peralatan maupun
karyawan berpotensi untuk menjadi sumber kontaminasi pada produk pangan yang
dihasilkan.Oleh karena itu, kondisi kebersihan permukaan yang kontak dengan
bahan pangan perlu selalu dijaga.
Sanitasi
peralatan termasuk ke dalam sanitasi permukaan yang kontak langsung dengan
bahan pangan.Permukaan yang kontak dengan bahan pangan tidak boleh mengandung
toksik, tidak menyerap, tahan karat, inert (tidak bereaksi), dan mudah
dibersihkan.Langkah-langkah pembersihan dan sanitasi yang mencakup jenis dan
konsentrasi pembersih harus dicantumkan.
c.
Pencegahan
kontaminasi silang
Pencegahan
kontaminasi silang yang dimaksudkan adalah pencegahan dari kondisi yang tidak
bersih pada makanan, material, kemasan atau cemaran fisik lain serta dari
permukaan yang kontak dengan bahan seperti peralatan dan perlengkapan kerja
karyawan. Perancangan atau tata letak juga harus dapat mencegah kontaminasi
silang.Selain itu, harus dijamin juga adanya pemisahan dan perlindungan produk
selama penyimpanan, pembersihan, dan sanitasi daerah penanganan atau pengolahan
pangan serta peralatan ditangani dengan baik.
d.
Menjaga
fasilitas pencuci tangan, sanitasi, dan toilet
Kebersihan
adalah salah satu faktor penting dalam pemeliharaan sanitasi.Oleh karena itu,
perusahaan harus menjamin kelengkapan dan kondisi kebersihan fasillitas cuci
tangan, fasilitas sanitasi, serta fasilitas toilet.Lokasi fasilitas sanitasi
dan cuci tangan harus mudah dijangkau oleh pekerja dan dekat dengan area
pengolahan.Untuk lokasi fasilitas toilet tidak berdekatan dengan area
pengolahan.
e.
Proteksi
dari bahan-bahan kontaminasi
Kontaminasi
silang adalah bagian yang sering terjadi pada industri makanan.Higiene karyawan
dan perlengkapannya memegang peranan yang penting dalam upaya pencegahan
terhadap kontaminasi silang (Wicaksono, 2005). Beberapa hal yang dapat
dilakukan untuk mencegah kontaminasi silang antara lain pemisahan bahan dengan
produk siap konsumsi, tindakan karyawan untuk mencegah kontaminasi silang,
serta rancangan sarana prasarana untuk mencegah kontaminasi silang. Tindakan
ini ditujukan untuk menjamin bahwa pangan, pengemas pangan, dan permukaan yang
kontak dengan produk terlindung dari berbagai cemaran mikrobiologi, kimia,
fisik, serta dari pelumas, bahan bakar, pestisida, dan bahan-bahan pembersih.
f.
Pelabelan, penyimpanan, dan penggunaan bahan
toksik yang benar
Pelabelan
dan penyimpanan yang tepat pada bahan-bahan toksik merupakan hal yang harus
dilakukan.Pelabelan ini bertujuan agar tidak terjadi salah penggunaan antara
bahan toksik dan tidak toksik.Komponen yang bersifat toksik harus dalam kemasan
tertutup rapat, diberi label dengan baik dan terpisah penmpatannya dari
peralatan produksi dan produk akhir.Pengemasan dan penyimpanan didesain untuk
meminimalkan kontaminasi silang.
g.
Pengawasan
kondisi kesehatan personil
Untuk
dapat bekerja secara optimal, maka karyawan harus dalam kondisi yang
sehat.Sehingga, perlu dilakukan pengawasan kesehatan karyawan dengan baik.
Pengawasan kondisi kesehatan karyawan ini bertujuan untuk mengelola personil
yang mempunyai tanda-tanda penyakit, luka atau kondisi lain yang dapat menjadi
sumber kontaminasi bagi produk.
h.
Menghilangkan
hama pengganggu dari unit pengolahan
Hama
atau binatang pengganggu merupakan salah satu sumber utama pencemar yang sangat
berbahaya terhadap produk makanan. Oleh sebab itu, sistem pengendalian hama
dilakukan untuk menjamin bahwa tidak ada
hama pada fasilitas pengolahan pangan dan mengurangi populasi hama di
lingkungan pabrik sehingga tidak menyebabkan kontaminasi pada produk. Hal ini
mencakup prosedur pencegahan, pemusnahan, serta penggunaan bahan kimia untuk
mengendalikan hama.
Teknik
Identifikasi Hazard
Survei Jalan Lintas (Walk Through
Survey)
Survei Jalan
Lintas yaitu melakukan survei atau pengamatan dengan panca indera kita
(melihat, merasakan, mencium, mendengar) yang merupakan salah satu syarat utama
seseorang yang hendak mengevaluasi bahaya di tempat kerja yang dilakukan secara
berkala.Agar hasil kunjungan sempurna maka pengamatan/survei harus dijalankan
secara objektif dan menggunakan daftar isian sebagai panduan.
Hal-hal yang dilakukan pada
survei jalan lintas :
a.
Pre Walk Through Survey
Yaitu evaluasi pengendalian
bahan yang membahayakan kesehatan, yang perlu disiapkan yaitu :
1)
Buat
daftar bhn yg ada di wilayah kerja yg akan dievaluasi.
2)
Penentuan
bhn yg sebenarnya dipakai
3)
Penentuan
nama kimia sebenarnya &/ nomor chemical
abstracts series (CAS)
4)
Dapatkan
lembaran data dari pemasok
5)
Evaluasi
lembaran data
6)
Periksa
data toksikologik yang diberikan & tulis kembali lembaran data
7)
Periksa
semua tempat penanganan bahan
8)
Lewat
inhalasi- periksa monitor udara
9)
Lewat
kulit
10) Periksa metode pengendalian
11) Penerapan
perbaikan-perbaikan sebelum evaluasi akhir
b.
Walk Through Survey
Pengamatan secara langsung
dengan menggunakan lembar data bahaya.Kegunaan lembar data bahaya yaitu sebagai
penerimaan informasi produk dari pemasok dan penyediaan informasi kepada
pemakai dalam perusahaan.
Lembar data yang baik harus
mengandung unsur informasi mengenai :
1)
Identifikasi
2)
Pemasok
3)
Komposisi
4)
Data
fisik
5)
Bahaya
kesehatan dan cara masuk (port d’entry)
6)
Prosedur
gawat darurat dan pertolongan pertama
7)
Tindakan
jika terjadi kebocoran dan pencemaran
8)
Peringatan
bahaya kebakaran dan besarnya kemungkinan bahan untuk terbakar sendiri
9)
Upaya
pengendalian yang dianjurkan selain alat pelindung diri
10)
Alat
pelindung yang dianjurkan
11)
Nasihat
penyimpanan, pengepakan, dan pelabelan
12)
Data
reaktivitas
13)
Peringatan
khusus
14)
Persyaratan
hukum
15)
Sumber
informasi
Job Safety Analysis (JSA)
Adalah suatu
cara untuk meneliti bahaya yang ada pada tiap-tiap langkah kerja, kemudian mencari
penyelesaian dari masing-masing bahaya sehingga bahaya tersebut dapat
dikendalikan atau dihilangkan sejak dini.
a.
Langkah-langkah
dalam melakukan JSA :
1)
Memilih pekerjaan yang akan dianalis
2)
Memisahkan pekerjaan sehingga terlihat perincian
tiap-tiap langkah
3)
Merinci dan mendata potensi bahaya yang ada
4)
Menemukan cara menghilangkan bahaya-bahaya yang telah
terdaftar
b.
Keuntungan
JSA :
1)
Menemukan bahaya fisik yang telah ada
2)
Menemukan dan melenyapkan atau mengendalikan
gerakan-gerakan kedudukan-kedudukan ataupun tindakan-tindakan yang berbahaya
3)
Menentukan kualifikasi yang harus dipenuhi bagi
tingkah laku yang aman dan selamat
4)
Menetukan alat peralengkapanyang sesuai dengan jenis
pekerjaan
5)
Membuat dan menetapkan standar yang diperlukan
6)
Sebagai bahan
pemikiran dalam perencanaan, kesiagaan dan pengerjaan yang selaras dengan
tuntutan operasi yang efisien
c.
Tabel
JSA

Job Safety Observation (JSO)/ Pengamatan Kerja Selamat
Adalah sebagai suatu alat untuk mempelajari lebih
mendalam sikap dan kebiasaan dan cara kerja dari tiap-tiap karyawan.
a.
Prosedur JSOdapat digunakan untuk :
1)
Bahan
perbaikan atau koreksi yang harus segera dilakukan.
2)
Menyempurnakan
pelaksanaan pekerjaan
3)
Usaha
meningkatkan tingkah laku dan kebiasaan bekerja yang aman.
b.
Langkah-langkah
Pelaksanaan JSO
1)
Memilih
pekerjaan, berdasarkan karakteristik karyawan (pekerja baru, sudah
lulus/selesai mengkuti pelatihan, sering mendapat kecelakaan, memilki
persoalan” khusus)
2)
Mencatat
hasil-hasil pengamatan
3)
Membahas
hasil-hasil pengamatan bersama pekerja yang diamati, dengan memberikan hasil
kesimpulan dari pelaksanaan JSO dan melakukan komunikasi dua arah (saling
memberikan pendapat)
4)
Memberikan
tindak lanjut bagi sikap bekerja yang aman, dilakukan sesuai pekerjaan. Hal ini
sangat bermanfaat ketika baru saja ada pergantian atau pengubahan pekerjaan.
c.
Keuntungan
JSO adalah alat umpan balik dan merupakan informasi dalam mencapai efektifitas
untuk melatih bawahan agar dalam melakukan pekerjaan sesuai dengan prosedur
kerja yang elah ditentukan. Di samping itu dapat mengidentifikasi kecelakaan
sebelum terjadi.
d.
Tabel
JSO

BAB III
METODE KEGIATAN
3.1
Jenis Kegiatan
Kegiatan ini dilakukan
dengan observasi tempat kerja dan pekerja di Industri Mebel Surya dengan
melakukan identifikasi bahan , alat,
atau proses kerja yang berpotensi menimbulkan bahaya baik kimia, biologis,
fisik, ergonomik, dan psikologis.
3.2
Tempat Kegiatan
3.2.1 Tempat
pelaksanaan kegiatan
Kegiatan survey ini dilakukan di Jl. Hayam Wuruk no. 79, Kabupaten Jember.
3.2.2 Waktu pelaksanaan kegiatan
Tanggal pelaksanaan : 22 November 2014
Waktu
pelaksanaan : 09.00
– 10.15 WIB
3.3
Teknik Perolehan Data
Teknik
perolehan data yang dilakukan yakni dengan metode wawancara dan metode
observasi. Metode wawancara dilakukan terhadap pekerja yang ada di tempat kerja
tersebut mengenai kesehariannya bekerja di tempat tersebut, kemudian
dilanjutkan dengan metode observasi langsung pada tempat kerja mengenai hazard
yang mungkin dapat timbul, baik dari peralatan, sikap kerja, iklim kerja dan
proses kerja. Selain itu juga dilakukan studi dokumentasi yaitu mengambil
gambar objek dan subyek yang menunjang observasi yang dilakukan.
3.3.1
Metode observasi
Secara luas, observasi atau pengamatan
berarti setiap kegiatan untuk melakukan pengukuran. Observasi dilakukan untuk
mengamati pekerja,
lingkungan kerja, mesin
dan alat yang digunakan selama proses pembuatan mebel. Instrumen yang digunakan
adalah lembar Walk
Through Survey (WTS), Job Safety Analysis (JSA) dan Job Safety Observation
(JSO).
3.3.2
Metode Wawancara
Pengambilan
data yang dilakukan melalui percakapan atau tanya jawab antara peneliti dengan
responden (pekerja Mebel Surya). Instrumen yang digunakan untuk membantu proses
wawancara adalah lembar Job
Safety Analysis (JSA) dan Job Safety Observation (JSO).
3.4
Alasan Pengambilan Lokasi
Alasan pengambilan data observasi di
Industri Mebel Surya khususnya pada proses pembuatan mebel yakni karena
produksi Mebel Surya berjalan dengan lancar dan di minati oleh masyarakat luas.
Melihat beberapa potensi hazard yang dapat timbul saat produksi Mebel Surya
tersebut, ditambah kondisi saat produksi juga masih jauh dari keergonomisan dan
pemakaian APD juga masih sangat kurang, untuk alasan inilah kami mengambil
Industri Mebel Surya untuk melakukan observasi sekaligus rekomendasi
pengendalian yang mungkin dapat bermanfaat pada industri tersebut.
3.5
Jadwal Kegiatan
Kegiatan
ini berlangsung selama beberapa hari, namun tidak berurutan, dengan rincian
sebagai berikut:
Waktu
|
Jenis
Kegiatan
|
Jumat,
21 November 2014
|
Survei awal lokasi dan permohonan
izin untuk bekerja sama atas dilaksanakan observasi tersebut.
|
Sabtu,
22 November 2014
|
Melakukan
observasi dan wawancara lanjutan.
|
Senin,
24 November
2014
|
Penyusunan
laporan dalam bentuk powerpoint (PPT).
|
Senin,
01 Desember 2014
|
Penyusunan laporan dalam bentuk makalah.
|
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi
Kegiatan
4.1.1 Profil Industri
Industri Mebel Surya merupakan
industri yang bergerak di bidang pembuatan berbagai macam mebel. Mebel Surya
memproduksi beberapa jenis mebel yaitu antara lain kursi, meja, lemari, dan
berbagai macam bentuk kerajinan kayu lainnya. Indutri mebel Surya milik Bapak
Tohir ini berada di Jalan Hayam Wuruk No. 79, Kec.Kaliwates, Kabupaten Jember dimana
industry tersebut menjadi tempat observasi kami.Jumlah pekerja dalam industri
ini sebanyak 5 orang. Industri ini memulai proses produksi mebel mulai pukul
08.00-pukul 16.00 untuk shift pertama dan pada pukul 13.00-21.00 untuk shift
kedua.
4.1.2 Tahap pembuatan Mebel
a) Pengukuran kayu
Pada tahap ini dilakukan pengukuran
kayu dengan menentukan panjang dan lebar kayu yang akan dibuat mebel. Panjang
dan lebar kayu tergantung jenis mebel yang akan dibuat.
b) Pemotongan kayu
Pada tahap ini dilakukan pemotongan
kayu sesuai ukuran yang telah ditentukan oleh pekerja agar lebih mudh dalam
pembuatan mebel
c) Pelurusan dan perataan pada kayu
balok
Sebelumnya, disiapkan terlebih dahulu peralatan yang
dibutuhkan, seperti mesin planner untuk meratakan kayu dan mesin pasah untuk
meluruskan. Pertama, kayu-kayu tersebut diluruskan menggunakan mesin pasah,
kemudian setelah lurus kayu-kayu diratakan dengan mesin planner agar sisi-sisi
kayu sama rata.
d) Penghalusan furniture dengan
menggunakan gerinda
Pada proses
ini, menghaluskan barang dengan alat gerinda. Gerinda pada tahap ini cukup
berbahaya apabila tidak digunakan dengan hati- hati, misal dapat mengenai
tangan pekerja saat menghaluskan barang. Dari proses penghalusan menghasilkan
debu, kebisingan. Barang- barang yang ada di haluskan untuk selanjutnya di
pernis atau dicat.
e) Pengamplasan mebel setengah jadi
Pada
proses ini dilakukan pengamplasan dengan kertas amplas untuk menghaluskan sisi-sisi
mebel yang sudah setengah jadi.
4.2 WALK
THROUGH SURVEY
Industri mebel Surya terletak di
Jalan Hayam Wuruk No. 79, Kec.Kaliwates, Kabupaten Jember terdiri dari 5 orang pekerja yang
semuanya adalah laki – laki. Di mebel Surya tidak ada pengaturan shift kerja,
dan supervisi dilakukan oleh Bapak Tohir yakni pemilik mebel setiap harinya.
Dalam sehari Pak Tohir tidak mengawasi sehari penuh hanya beberapa jam saja. Pak Tohir melihat kerja
dari para pekerja, apabila hasil kerja kurang memuaskan Pak Tohir akan mengarahkan pekerja
untuk membenahi hasil kerjanya Pak Tohir menyediakan APD berupa masker, sarung tangan,
serta kacamata untuk para pekerja, namun pekerja mebel jarang menggunakan APD
yang telah disediakan. Pekerja menggunakan APD pada saat tahapan pekerjaan
tertentu seperti menggerinda. Pekerja merasa kurang nyaman menggunakan APD
ketika bekerja.
Bahaya
Kimia yang digunakan dalam proses industri mebel yakni bahan plitur (cairan,
aerosol). Di mebel tidak disediakan Lembar Data Bahaya (MSDS file). Bahaya
fisika yang terdapat di tempat kerja seperti: debu kayu (serbuk halus),
kebisingan yang berasal dari alat yang digunakan untuk bekerja seperti bor,
gerinda, alat pemotong, alat penghalus permukaan kayu, pencahayaan di mebel
Surya sudah cukup untuk pekerjaan kayu, getaran berasal dari peralatan yang
digunakan saat bekerja seperti bor dan gerinda.
Di mebel
Surya terdapat kamar mandi dan tempat istirahat untuk para pekerja, selain itu
tidak ada pemeriksaan kesehatan sebelum kerja dan secara berkala, sehingga
tidak dapat diketahui apabila terjadi PAK pada pekerja. Di mebel Surya juga
tidak tersedia kotak P3K untuk pertolongan pertama apabila terjadi kecelakaan
ringan saat bekerja.
4.3 Job Safety
Analysis (JSA)
Job
Safety Analysis
Job Safety Analysis
Mebel Surya
|
|||
Jenis
Pekerjaan: Mengukur Kayu
|
Tanggal: 22 November 2014
|
||
Karyawan: Pak Tunaji
|
Pengawas: Mahasiswa FKM HI kelas A Kelompok 2
|
||
Langkah Kerja
|
Potensi Bahaya
|
Dampak
|
Pemecahan Masalah
|
1.
Mengambil kayu
dari tumpukan kayu
|
-
Kayu yang diangkat dapat terjatuh apabila
pekerja tidak berkonsentrasi
|
Kejatuhan kayu
|
-
Memberikan motivasi kerja kepada pekerja
supaya berkonsentrasi dalam bekerja
|
-
Posisi tubuh tidak ergonomis
|
MSDs
|
-
Memberikan pelatihan
kepada karyawan mengenai cara mengangkat kayu yang benar
-
Menggunakan alat bantu
untuk mangangkut kayu
|
|
-
Peletakan kayu maupun peralatan yang tidak rapi
|
-
Tersandung
-
Terjatuh
|
-
Menerapkan prinsip 5R
-
Menggunakan alas kaki
yang tidak licin
|
|
2. Meletakkan kayu pada tempat pengukuran
|
-
Kayu dapat terjatuh bila pekerja kurang hati
– hati
|
-
Pekerja terjatuh
|
-
Memotivasi karyawan
supaya tetap fokus saat bekerja
|
-
Peletakan kayu yang
kurang rapi
|
-
Terjepit
|
-
Memotivasi karyawan
supaya tetap fokus saat bekerja
|
|
-
Posisi
tidak ergonomis
|
-
MSDs
|
-
Memberikan pelatihan
kepada karyawan mengenai cara meletakkan kayu yang benar
-
Menggunakan alat bantu
untuk meletakkan kayu
|
|
3. Mengukur kayu
|
-
Posisi tidak ergonomis (membungkuk)
|
-
MSDs
|
-
Mendesain kembali meja yang digunakan untuk
mengkur dengan meninggikan meja yang sesuai tinggi pekerja)
|
4. Meletakkan kayu pada tumpukan kayu yang
sudah diukur
|
-
Peletakan kayu yang
kurang rapi
|
-
Kejatuhan kayu
|
-
Memotivasi karyawan
supaya tetap fokus saat bekerja
|
-
Peletakan kayu yang
kurang rapi
|
-
Tersandung
|
-
Menerapkan prinsip 5R
-
Menggunakan alat kaki
yang tidak licin
|
|
-
Posisi tidak ergonomis
|
-
MSDs
|
-
Memberikan pelatihan
kepada karyawan mengenai cara meletakkan kayu yang benar
-
Menggunakan alat bantu
untuk meletakkan kayu
|
|
Tanda Tangan Pengawas
|
Job Safety Analysis
Job Safety Analysis
Mebel Surya
|
|||
Jenis
Pekerjaan: Memotong Kayu
|
Tanggal: 22 November 2014
|
||
Karyawan: Pak Supriyono
|
Pengawas: Mahasiswa FKM HI kelas A Kelompok 2
|
||
Langkah Kerja
|
Potensi Bahaya
|
Dampak
|
Pemecahan Masalah
|
1. Mengambil kayu dari tumpukan kayu yang
sudah diukur
|
-
Kayu yang diangkat dapat terjatuh apabila
pekerja kurang berhati – hati
|
Kejatuhan kayu
|
Memberikan
motivasi kerja kepada pekerja supaya berkonsentrasi dalam bekerja
|
-
Posisi tubuh tidak ergonomis
|
MSDs
|
Menggunakan alat pelindung diri agar tidak
mengalami risiko MSDs pada saat melakukan pekerjaan
|
|
-
Peletakan kayu maupun peralatan yang tidak rapi.
|
Tersandung
|
Meletakkan segala sesuatu pada tempat yang
telah ditentukan agar mudah dan cepat pada saat pencarian dan penyimpanan
|
|
-
Peletakan kayu yang tidak rapi.
|
Terjepit
|
-
Meningkatkan konsentrasi saat bekerja
|
|
2. Mengukur Kayu
|
-
Tergores oleh meteran yang digunakan
|
Terluka
|
-
Memotivasi pekerja
supaya berkonsentrasi saat bekerja
|
-
Posisi
tidak ergonomis.
|
MSDs
|
-
Mendesain tempat kerja
yang ergonomis
|
|
3. Memotong Kayu
|
-
Posisi tidak ergonomis (membungkuk)
|
MSDs
|
-
Mendesain tempat pemotongan kayu yang
ergonomis
|
-
Kelalaian saat
mengoperasikan mesin pemotong kayu (serkel)
|
Tangan terpotong
Terluka
|
-
Menggunakan sarung tangan Wire Mesh
|
|
-
Menghirup debu partikel dari potongan kayu
|
Pneumoniosis
|
-
Menggunakan masker
|
|
-
Kabel terkelupas
|
Tersengat arus listrik
|
-
Mengupayakan agar kondisi peralatan serkel
dan kabelnya dalam keadaan yang baik dan rapi
|
|
4. Meletakkan kayu pada tumpukan kayu yang
sudah dipotong
|
-
Peletakan kayu yang
tidak rapi
|
Terjepit
|
-
Meningkatkan konsentrasi saat bekerja
|
-
Posisi tidak ergonomis
|
MSDs
|
-
Mendesain tempat tumpukan kayu yang
ergonomis
|
|
Tanda Tangan Pengawas
|
Job
Safety Analysis
Jenis
pekerjaan : Mengahaluskan dan meluruskan kayu
|
Tanggal : 22 Novembrer 2014
|
||
Karyawan
: Supriyono
|
Pengawas : Kelompok 2
|
||
Langkah Kerja
|
Potensi bahaya
|
Dampak
|
Pemecahan masalah
|
1. Memilih kayu yang panjang dan lurus
|
Kayu dapat terjatuh bila pekerja kurang berkonsentrasi
|
Telapak tangan terluka/lecet
|
Usahakan menggunakan sarung tangan pada saat memilih kayu .
|
2. Mengangkat kayu dan meletakkan diatas mesin pasrah
|
-
Peletakan barang dan
peralatan yang kurang rapi
|
-
Terpeleset
|
-
Usahakan pada waktu mengangkat kayu lantai
tidak dalam keadaan licin, pekerja harus memakai alas seperti sepatu atau
sandal
-
Harus diperhatikan pada waktu meletakkan kayu
di mesin
|
3. Meluruskan kayu dengan menggunakan pasrah sampai bagian sisinya
benar-benar lurus
|
-
Kurangnya konsentrasi
pekerja
-
Serbuk kayu berter-bangan
|
-
Tangan terkena pasah
-
Terpapar serbuk kayu
|
-
Pekerja harus menggunakan sarung tangan
-
Pekerja harus menggunakan masker dan disertai
menggunakan kacamata pelindung supaya serbuk kayu tidak masuk ke mata
|
4. Memindahkan kayu ke tempat mesin satunya yaitu pelelang untuk diratakan
|
-
Peletakan kayu dan
peralatan yang kurang rapi
-
Beban yang terlalu
berat
|
-
Terpeleset
-
Mengalami keseleo pada saat mengangkat kayu
|
-
Menggunakan sepatu
-
Berhati-hati pada saat memindahkan kayu ke mesin
kedua
-
Usahakan mengangkatnya dalam keadaan tubuh
yang seimbang untuk menghindari keseleo pada tulang.
|
5. Meratakan kayu dengan menggunakan mesin supaya rata dan halus
|
-
Pengguna-an mesin yang tajam
-
Debu yang berter-bangan
|
-
Tangan terkena mesin
-
Terpapar serbuk kayu
-
Mata terkena serbu kkayu
|
-
Menggunakan masker dan kacamata
-
Pekerja menggunakan sarung tangan
-
Harus mengahafal tombol yang akan di tekan
|
6. Mengukur sisi kayu setelah diratakan dan dihaluskan
|
Posisi mengukur yang membung-kuk
|
-
Low back pain
-
MSDs
|
Membuat posisi dalam keadaan yang tepat seperti meletakkan kayu
diatas meja atau papan yang tingginya
sejajar dengan bagian perut atas.
|
Tanda tangan Pengawas
|
Job
Safety Analysis
Jenis pekerjaan : Mengahaluskan furniture
dengan gerinda
|
Tanggal : 22 Novembrer 2014
|
||
Karyawan : Rasyid
|
Pengawas : Kelompok 2
|
||
LangkahKerja
|
Potensibahaya
|
Dampak
|
Pemecahanmasalah
|
1. Mengambil bahan yang akan dihaluskan
Contohnya
: kursi
|
-
Alas kaki yang licin
-
Beban yang berlebihan
|
-
Terpleset
-
Terjadi keseleo pada waktu menggotongkursinya
|
-
Harus hati-hati pada saat mengangkat kursi
yang akan dihaluskan
-
Usahakan harus menjaga keseimbangan badan pada
saat mengangkat agar tidak terjadi keseleo.
-
Keadaan lantai usahakan tidak dalam keadaan licin
-
Menggunakan sepatu atau sandal
|
2. Membuat adonan dempul dari lem dan serbuk kayu yang halus.
|
-
Lem yang berserakan
-
Posisi tidak ergonomis
|
-
Terkena lem pada tangan
-
Nyeri karena terlalu lama jongkok
|
-
Sebaiknya pekerja harus menggunakan sarung tangan
pada waktu membuat adonan agar tangan tidak terkena lem
-
Memakai masker
|
3. Mengoleskan ke bagian kayu yang berlubang dan tidak rata
|
-
Posisi tidak ergonomis
|
-
Nyeri pada tulang karena sering membungkuk
|
-
Usahakan jangan hanya membungkuk saja, diselingi
dengan berdiri agar
tidak
terlalu capek.
|
4. Meratakan dengan menggunakan melamin
|
-
Bahaya dari aroma melamin
|
-
Pneumonio-sis
|
-
Menggunakan masker
|
5. Menempelkan amplas ke gerinda
|
-
Lem yang berserakan
|
-
Terkena lem
|
-
Menggunakan sarung tangan
|
6. Menghaluskan dengan menggunakan gerinda
|
-
Posisi tidak ergonomis
-
Terkena gerinda
-
Serbuk yang
berterbangan
|
-
Nyeri pada punggung karena membungkuk
terlalu lama
-
Terluka
-
Paparan serbuk kayu
|
-
Usahakan posisi furniture lebih tinggi dari tempat duduk
agar tidak membungkuk terlalu lama
-
Menggunakan sarung tangan agar tidak terkena
gerinda.
|
Tanda tangan pengawas
|
Job
Safety Analysis
Job Safety Analysis
Mebel Surya
|
||
Jenis
Pekerjaan: Mengamplas kayu
|
Tanggal: 22 November 2014
|
|
Karyawan: Pak Hafi
|
Pengawas: Mahasiswa FKM HI kelas A Kelompok 2
|
|
Langkah Kerja
|
Potensi Bahaya
|
Pemecahan Masalah
|
1. Mengangkat mebel setengah jadi ke tempat
pengamplasan (lantai 2)
|
-
Mebel yang diangkat dapat terjatuh apabila
pekerja kurang berhati - hati
|
-
Memberikan motivasi
kerja kepada pekerja supaya berkonsentrasi dalam bekerja
|
-
MSDs apabila dalam mengangkat mebel posisi
tubuh tidak ergonomis
|
-
Menggunakan alat
pelindung diri agar tidak mengalami risiko MSDs pada saat melakukan
pekerjaan
|
|
-
Pekerja dapat tersandung akibat peletakan peralatan
yang tidak rapi.
|
-
Merapikan dan meletakkan segala sesuatu pada tempat yang telah
ditentukan agar mudah dan cepat pada saat pencarian dan penyimpanan
|
|
-
Pekerja dapat terjatuh karena tangga tidak
memiliki pegangan
|
-
Melebarkan tangga da membuat pegangan pada
tangga agar pekerja tidak terjatuh
|
|
2. Mengambil amplas dari wadah
|
-
Tersandung
|
-
Menerapkan prinsip housekeeping (5R)
|
3. Menghaluskan mebel setengah jadi
|
-
Posisi tidak ergonomis
|
-
Mendesain tempat penghalusan mebel menjadi
ergonomis
|
-
Menghirup debu hasil pengamplasan
|
-
Memakai masker
|
|
4. Meletakkan mebel setengah jadi yang sudah
diamplas pada tempatnya
|
-
Mebel yang diangkat dapat terjatuh apabila
pekerja kurang berhati - hati
|
-
Meningkatkan konsentrasi saat bekerja
|
-
Posisi tidak ergonomis
|
-
Mendesain tempat pengumpulan mebel yang
ergonomis
|
|
-
Tersandung
|
-
Menerapkan prinsip housekeeping (5R)
|
|
Tanda Tangan Pengawas
|
4.4
Job Safety Observation (JSO)
JOB SAFETY OBSERVATION
|
|
Jenis Pekerjaan : Mengukur
Kayu
|
|
Tanggal 22 November 2014
|
|
Karyawan : Pak Tunaji
|
Pengawas : Mahasiswa FKM HI kelas A Kelompok 2
|
Pelaksanaan pekerjaan yang membahayakan
1. Pekerja tidak nyaman menggunakan APD sehingga pekerja tidak
menggunakan APD sama sekali
2. Housekeeping yang tidak berjalan dengan baik dari tata ruang untuk peralatan
kerja tidak tertata dengan baik sehingga beresiko untuk kecelakan kerja dan
tempat pekerja selalu dalam kondisi yang baik
|
|
Pelaksanaan pekerjaan yang memerlukan penyempurnaan
1. Pekerja harus menggunakam APD untuk keselamatan pekerja dan menghindarkan
dari PAK
2. Housekeeping yang tidak terlaksana dengan baik perlu ditingkatkan
dengan melakukan prinsip housekeeping agar pekerjaan nyaman dan berjalan
dengan baik
3. Adanya risiko kecelakaankerja (misalnya: tergores alat ukur) perlu
disediakannnya perlengkapan pertolongan pertama yakni obat-obatan yang
diperlukan
4. Sebaiknya disediakan ruangan khusus untuk istirahat pekerja supaya
terhindar dari debu dan bahaya lainnya sehingga pekerja dapat merasa nyaman
dan bisa memulihkan tenaganya secara optimal
|
|
Pelaksanaan pekerjaan yang perlu dihargai
Pekerja bekerja secara disiplin sesuai waktu yang telah ditetapkan
|
|
Catatan hasil review dan diskusi
|
Job Safety Observation (JSO)
|
|
Jenis Pekerjaan : Memotong
Kayu
|
|
Tanggal 22 November 2014
|
|
Karyawan : Pak Supriyono
|
Pengawas : Mahasiswa FKM HI kelas A Kelompok 2
|
Pelaksanaan pekerjaan yang membahayakan
1. Pekerja tidak menggunakan APD sama sekali
2. Housekeeping yang tidak berjalan dengan baik dari tata ruang untuk
peralatan kerja tidak tertata dengan baik sehingga beresiko untuk kecelakan
kerja dan tempat pekerja selalu dalam kondisi yang baik.
3. Pekerja terkadang tidak berhati-hati saat mengangkut kayu sehingga
berisiko terjepit atau terjatuh.
|
|
Pelaksanaan pekerjaan yang memerlukan penyempurnaan
1. Pekerja harus menggunakam APD untuk keselamatan pekerja dan
menghindarkan dari PAK
2. Housekeeping yang tidak terlaksana dengan baik perlu ditingkatkan
dengan melakukan prinsip housekeeping agar pekerjaan nyaman dan berjalan
dengan baik
3. Adanya risiko kecelakaankerja (misalnya: terpotong mesin serkel)
perlu disediakannnya perlengkapan pertolongan pertama yakni obat-obatan yang
diperlukan
4. Sebaiknya disediakan ruangan khusus untuk istirahat pekerja supaya
terhindar dari debu dan bahaya lainnya sehingga pekerja dapat merasa nyaman
dan bisa memulihkan tenaganya secara optimal
5. Pekerja harus lebih berhati-hati saat mengangkut kay
|
|
Pelaksanaan pekerjaan yang perlu dihargai
Pekerja bekerja secara disiplin sesuai waktu yang telah ditetapkan
|
|
Catatan hasil review dan diskusi
|
|
Job Safety Observation (JSO)
|
|
Jenis Pekerjaan :
Pelurusan Dan Perataan Kayu
|
|
Tanggal : 22 November
2014
|
|
Karyawan : Bpk.
Supriyono
|
Pengawas : Mahasiswa
Fkm
|
Pelaksanaan Pekerjaan Yang Membahayakan
Pekerja Tidak
Menggunakan APD, Seperti Pelindung Mata Dan Telinga, Sarung Tangan, Masker,
Tidak Memakai Alas Kaki, Pelindung Kepala Dan Tidak Memakai Pakaian Panjang,
Serta Sikap Tubuh Pada Saat Bekerja Tidak Ergonomi.
|
|
Pelaksanaan Pekerjaan Yang Memerlukan Penyempurnaan
Penggunaan APD Berupa
Pelindung Kepala Dan Pakaian Panjang Perlu Digunakan Untuk Melindungi Badan
Dari Debu Kayu. Penggunaan APD Berupa Pelindung Kaki Untuk Melindungi Kaki
Dari Peralatan Dan Benda Tajam. Penggunaan Masker Untuk Melindungi Pekerja
Dari Debu Agar Tidak Masuk Ke Hidung Dan Paru-Paru. Penggunan Apd Berupa
Pelindung Mata Untuk Melindungi Mata Dari Debu Dan Serpihan Kayu Yang Mudah
Berterbangan. Untuk Bagian Telinga Disarankan Untuk Memakai Earplug Yang
Berfungsi Melindungi Telingan Dari Kebisingan Yang Disebabkan Oleh Mesin
Pasah Atau Planer.
|
|
Pelaksanaan Pekerjaan Yang Perlu Dihargai
Pekerja Bekerja Secara
Disiplin Sesuai Waktu Yang Telah Ditetapkan.
|
|
Catatan Hasil Review
Dan Diskusi
|
Job Safety Observation (JSO)
|
|
Jenis pekerjaan :
menghaluskan furniture dengan gerinda
|
|
Tanggal : 22 november
2014
|
|
Karyawan : bpk. Rasyid
|
Pengawas : mahasiswa
fkm
|
Pelaksanaan pekerjaan yang membahayakan
Pekerja tidak
menggunakan APD dengan lengkap. Pekerja
menggunakan slayer sebagai pengganti masker. Mereka juga tidak
menggunakan APD yang lain, seperti pelindung mata dan telinga, sarung tangan,
tidak memakai alas kaki, pelindung kepala dan tidak memakai pakaian panjang,
serta sikap tubuh pada saat bekerja tidak ergonomi.
|
|
Pelaksanaan pekerjaan yang memerlukan penyempurnaan
Penggunaan masker yang
standart berfungsi untuk melindungi pekerja dari debu agar tidak masuk hidung
dan paru-paru. Penggunaan APD berupa pelindung kepala dan pakaian panjang
perlu digunakan saat proses penghalusan furniture dengan gerinda untuk
melindungi badan dari debu kayu. Penggunaan APD berupa pelindung kaki untuk
melindungi kaki dari peralatan dan benda tajam. Penggunan APD berupa
pelindung mata untuk melindungi mata dari debu dan serpihan kayu yang mudah
berterbangan. Untuk bagian telinga disarankan untuk memakai earplug yang
berfungsi melindungi telingan dari kebisingan yang disebabkan oleh mesin
gerinda.
|
|
Pelaksanaan pekerjaan yang perlu dihargai
Pekerja bekerja secara
disiplin sesuai waktu yang telah ditetapkan.
Rutin melakukan
pergantian atau pengecekan pada mesin gerinda setiap selesai digunakan.
|
|
Catatan hasil review
dan diskusi
|
Job Safety Observation (JSO)
|
|
Jenis Pekerjaan : Mengampelas
Mebel Setengah Jadi
|
|
Tanggal 22 November 2014
|
|
Karyawan : Pak Hafi
|
Pengawas : Mahasiswa FKM HI kelas A Kelompok 2
|
Pelaksanaan pekerjaan yang membahayakan
1. Pekerja tidak menggunakan APD sama sekali
2. Housekeeping yang tidak berjalan dengan baik dari tata ruang untuk
peralatan kerja tidak tertata dengan baik sehingga beresiko untuk kecelakan
kerja dan tempat pekerja selalu dalam kondisi yang baik.
3. Tidak adanya pegangan pada tangga
sehingga pekerja dapat terjatuh saat mengangkut mebel
|
|
Pelaksanaan pekerjaan yang memerlukan penyempurnaan
1. Pekerja harus menggunakam APD untuk keselamatan pekerja dan
menghindarkan dari PAK
2. Housekeeping yang tidak terlaksana dengan baik perlu ditingkatkan
dengan melakukan prinsip housekeeping agar pekerjaan nyaman dan berjalan
dengan baik
3. Adanya risiko kecelakaankerja
perlu disediakannnya perlengkapan pertolongan pertama yakni obat-obatan
yang diperlukan
4. Sebaiknya disediakan ruangan khusus untuk istirahat pekerja supaya
terhindar dari debu dan bahaya lainnya sehingga pekerja dapat merasa nyaman
dan bisa memulihkan tenaganya secara optimal
5. Pekerja harus lebih berhati-hati saat mengangkut kayu supaya tidak
terjatuh dari tangga dan tidak kejatuhan mebel yang diangkut
|
|
Pelaksanaan pekerjaan yang perlu dihargai
Pekerja bekerja secara disiplin sesuai waktu yang telah ditetapkan
|
|
Catatan hasil review dan diskusi
|
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Identifikasi fisik hazard di Industri Mebel Surya Hazard:
a)
Hazard fisika : serbuk kayu, kebisingan pada saat proses menggerinda dan meluruskan
kayu, bahaya tertimpa kayu, penerangan yang kurang, bahaya
tertusuk, tergores, getaran, dan tangan
terpotong.
b)
Hazard kimia: bahan pelitur (cairan, aerosol)
c)
Hazard biologis: vektor, misalnya nyamuk.
d)
Hazard fisiologis: keergonomisan pada lingkungan kerja yang kurang
diperhatikan.
Identifikasi hazard pada tahap pembuatan mebel pada industri
ini sebagian besar beresiko tangan teriris, terpukul, tergores, dan terpotong
yang diakibatkan oleh masing-masing peralatan yang memiliki potensi bahaya.
Pengguanaan APD pada industri ini hanya sebatas
penggunaan masker saja. Itupun tidak semua pekerja menggunakannya. Hal tersebut
dikarenakan pekerja merasa tidak nyaman dalam penggunaan masker, karena mereka
mengeluhkan untuk kesulitan dalam bernafas, meskipun dari pihak pemilik usaha
telah menyediakan APD berupa masker.
· Pengendalian terhadap potensi bahaya di Industri Mebel
Surya antara lain :
a.
Pengendalian dengan penggunaan alat
pelindung diri : sarung tangan, masker, sepatu boot.
b.
Pengendalian administrative
c.
Pemeriksaan kesehatan
d.
Pelatihan
e.
Pemasangan label K3
f.
Pengawasan
5.2 Saran
Memberikan safety talk kepada para pekerja sebelum memulai
pekerjaan mengenai kesehatan dan keselamatan kerja sehingga pekerja mengetahui
potensi hazard yang ada di lingkungan kerjanya.
Penguanan masker yang sesuai, agar serbuk kayu tidak masuk
ke pernafasan. Selain itu juga pengguaan APD lain seperti sarung tangan.
Pemilik memberlakukan peraturan yang tegas mengenai
penggunaan APD pada pekerja.Pemilik memerhatikan kondisi fisik bangunan pada
lingkungan kerjanya seperti memberikan pegangan terhadap anak tangga yang
menghubungkan lantai satu ke lantai dua, untuk mencegah terjadinya kecelakaan
pada pekerja.
DAFTAR
PUSTAKA
1. http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3&cad=rja&uact=8&ved=0CDIQFjAC&url=http%3A%2F%2Flib.ui.ac.id%2Ffile%3Ffile%3Ddigital%2F127607-T%252026374-Business%2520plan-Pendahuluan.pdf&ei=TUJ8VMGQIsG1uASJz4HoDA&usg=AFQjCNG8N_lmWluDjqq-1HZzKJEddLEaXg&bvm=bv.80642063,d.c2E
2. http://e-journal.uajy.ac.id/4450/2/1EP17948.pdf
3.
http://gaikindo.or.id/download/industry-policies/a-kebijakan-dep-perindustrian/01-UU-No5-tahun-1984.pdf
4.
http://www1.cifor.org/fileadmin/fileupload/InfoMebelPlus_A4_PDFs.pdf
5.
Peraturan
Menteri Tenaga Kerja No 8 tahun 2011
7.
HAanbasri,
Mursyid. 2010. Manajemen Tempat Kerja
dengan 5S. http://manajemenoperasional.com/manajemen-tempat-kerja-dengan-5s/
diakses pada [2 Desember 2014]
![]() |
LAMPIRAN
![]() |
Gambar 1. Proses Pengukuran Kayu Balok
Gambar 2. Mesin Perataan Kayu Balok
![]() |
Gambar 3. Proses Penghalusan Kayu
Balok
![]() |
Gambar 4. Gerinda

Gambar 5. Tempat
Penyimpanan Kayu Balok

Gambar 6. Kondisi Langit-Langit

Gambar 7. Kondisi Kabel
Yang Terbengkalai

Gambar 8. Mebel Surya
Tampak Depan

Gambar 9. Mebel Setengah
Jadi

Gambar 10. Ventilasi di
Mebel Surya

Gambar 11. Kondisi di
Lantai 2

Gambar 12. Jendela yang
Terdapat di Lantai 2
CEK
LIST WALK THROUGH SURVEY
Nama perusahaan
|
Mebel
Surya
|
|||
Alamat
perusahaan
|
Jalan
Hayam Wuruk No. 79 Jember
|
|||
Nama dan
kedudukan orang yang bertanggung jawab
|
Bapak
Tohir
|
|||
Butir yang harus
diperiksa
|
Uraian/
komentar
|
Memuaskan
(ya/tidak)
|
Tindakan yang dipecahkan
|
Keterangan
|
Jumlah
pekerja (sebutkan jumlahnya masing-masing menurut jenis kelamin)
|
Laki-laki: 5
orang
Perempuan: -
|
Ya
|
|
|
Lama kerja
atau shift kerja
|
Tidak ada
|
Tidak
|
Perlu adanya
shift kerja
|
|
Lama
istirahat kerja
|
|
|
|
|
Penggunaan
APD
|
Tidak ada
|
Tidak
|
Perlu
pemberian APD seperti masker, sarung tangan, dan kacamata
|
|
Syarat
tingkat keterampilan dan tingkat pelatihan
|
Tidak ada
|
Tidak
|
Perlu adanya
training dalam sub pekerjaan
|
|
Kualitas
supervisi
|
Supervisi dilakukan oleh pemilik pengusaha setiap harinya.
|
|
|
|
BAHAN KIMIA DAN BIOLOGIK
Bahan
berbahaya yang dipergunakan, beri nama bahan dan bentuknya (debu, serat,
cairan, gas, uap, jasad renik) (bila daftar ini banyak, uraikan dalam
lampiran)
|
-
Bahan
Pelitur (cairan, aerosol)
|
|
|
|
Apakah ada
lembar data bahaya (jika ya, uraikan)
|
Tidak ada
|
Tidak
|
Perlu adanya
daftar bahan yang berbahaya (MSDS File)
|
|
Jalan masuk
ke dalam tubuh (inhalasi,ingesti, kontak kulit, tusukan)
|
Inhalasi
|
|
|
|
Tingkat
pemajanan (pendapat subyektif atau cantumkan hasil monitoring)
|
|
|
|
|
Upaya
pengendalian yang sudah dilakukan (misalnya penyedot udara lokal, ventilasi,
pakaian pelindung, penutupan, tabir, dan lain-lain.)
|
Masker
. Namun para pekerja tidak setiap saat mengguna-kan masker, tetapi hanya pada
tahapan pekerjaan tertentu saja, yaitu pada saat menggerinda
|
Tidak
|
|
|
Metode
pemantauan keberhasilan dan pemeliharaan upaya pengendalian.
|
Dilakukan oleh pemilik pada setiap harinya. Namun pemilik usaha
membiarkan pekerja yang tidak mengguna-kan APD, tidak menegur atau juga
memperi-ngatkannya.
|
|
|
|
BAHAN FISIKA
bahan
berbahaya yang ada, (misalnya radiasi, panas).
|
-
Debu
kayu (serbuk halus),
-
Kebisingan pada saat proses mengge-rinda dan
melurus-kan kayu
|
|
|
|
Tingkat
pemajanan (pendapat subyektif atau cantumkan hasil monitoring)
|
-
Hasil subyektif pengamat, tingkat paparan debu dalam
kadar yang tinggi, sedangkan untuk kebisingan termasuk dalam kategori yang
sedang (dapat didengar dalam radius 5 meter).
|
|
|
|
Metode
pengendalian (tameng, penutupan, pakaian pelindung)
|
Masker,
namun tidak semua pekerja mau mengguna-kannya dan pekerja hanya mengguna-kan masker pada
saat tahapan pekerjaan tertentu saja.
|
|
|
|
Metode
pemantauan keberhasilan dan pemeliharaan upaya pengendalian.
|
Dilakukan oleh pemilik pada setiap harinya. Namun pemilik usaha membiarkan
pekerja yang tidak mengguna-kan APD, tidak menegur atau juga memperi-ngatkannya
|
Tidak
|
|
|
PENCAHAYAAN
Cantumkan
kesan subyektif atau hasil pengukuran terbaru.
|
Pencahaya-an
cukup untuk pekerjaan kayu
|
Ya
|
|
|
KEBISINGAN
Sumber
kebisingan.
|
Pemotong
kayu, bor kayu, gerinda, penghalus permukaan kayu.
|
|
|
|
Intensitas.
|
Jarang,
hanya terjadi pada saat pekerjaan menggerinda dan memotong kayu
|
|
|
|
Metode
pengendalian (ear plug, ear muff, bahan peredam suara).
|
Tidak ada
|
Tidak
|
|
|
GETARAN
Sumber
getaran (jika ada cantumkan velocity dan Accelerasi).
|
Pemotong
kayu, bor kayu, gerinda, penghalus permukaan kayu.
|
|
|
|
Metode
pengendalian.
|
Tidak ada
|
|
|
|
UMUM
Tuliskan
prosedur kerja, sebagaimana adanya.
|
Tidak ada prosedur kerja
|
|
|
|
Sikap petugas
kebersihan dan manajemen terhadap kesehatan dan keselamatan (cantumkan kesan
subyektif)
|
|
|
|
|
KESEHATAN DAN KESEJAHTERAAN
Sarana
kesehatan, perawat, pertolongan pertama.
|
Tidak ada
|
|
|
|
Kamar
mandi/bilas dan ruang istirahat.
|
Ada
|
|
|
|
Sarana makan
dan minum.
|
Tidak ada
|
|
|
|
Kebijakan
merokok.
|
Tidak ada
|
|
|
|
Kebijakan
promosi kesehatan perusahaan
|
Tidak ada
|
|
|
|
Pemeriksaan
kesehatan sebelum kerja dan berkala.
|
Tidak ada
|
|
|
|
Kebijakan
rehabilitasi dan orang cacat masalah lainnya.
|
|
|
|
|
Ta
( )
DENAH MEBEL SURYA

a. Lantai 1
b. Lantai 2

Tidak ada komentar:
Posting Komentar