
MAKALAH
Hygiene Sanitasi Makanan dan Minuman
Penerapan 6 Prinsip Hygiene
Sanitasi Makanan Pada Lembaga Pemasyarakatan
Disusun guna
memenuhi tugas mata kuliah Hygiene Sanitasi Makanan dan Minuman
Oleh:
KELOMPOK 5 :
1.
Nevi
RuliyanaSanti (122110101015)
2.
Muhammad
Allamal Hakam (122110101027)
3.
Nova
Indra Lestari (122110101037)
4.
Putri
Suci Wulansari (122110101053)
5.
Eli
Aristina (122110101080)
6.
Firta
Luthfia Ilmy Alvi (122110101100)
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS JEMBER
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar
manusia yang penting. Konsumen
semakin sadar bahwa pangan merupakan sumber utama pemenuhan kebutuhan zat-zat
gizi seperti protein, karbohidrat, vitamin, dan mineral untuk menjaga kesehatan
tubuh.
Makanan
dapat membuat orang menjadi sehat atau sakit. Makanan yang baik dan aman
membuat tubuh menjadi sehat, namun makanan yang sudah terkontaminasi dapat
menyebabkan penyakit. Oleh karena itu, makanan dan minuman yang dikonsumsi
haruslah terjamin baik dari segi kualitas dan kuantitasnya.
Untuk
mencegah kontaminasi makanan dengan zat-zat yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan
diperlukan penerapan sanitasi makanan / Dengan dilakukannya sanitasi makanan dan minuman diharapkan makanan yang dikonsumsi dapat memenuhi kriteria bahwa
makanan tersebut layak untuk dimakan dan tidak menimbulkan penyakit, kriteria tersebut meliputi :
1.
Berada dalam derajat kematangan yang dikehendaki
2.
Bebas dari pencemaran di setiap tahap produksi dan penanganan
selanjutnya.
3.
Bebas dari perubahan fisik, kimia yang tidak dikehendaki, sebagai
akibat dari pengaruh enzym, aktifitas mikroba, hewan pengerat, serangga,
parasit dan kerusakan-kerusakan karena tekanan, pemasakan dan pengeringan.
4.
Bebas dari mikroorganisme dan parasit yang menimbulkan penyakit
yang dihantarkan oleh makanan (food borne illness).
Dalam rangka
peningkatan penyelenggaraan makanan di Lapas dan Rutan yang memenuhi syarat
higiene sanitasi, diperlukan perbaikan dan penyempurnaan pedoman yang ada
terkait dengan penyelenggaraan makanan di Lapas dan Rutan, sesuai dengan
perkembangan situasi dan kondisi terakhir.
1.2
Rumusan Masalah
1. Bagaimana
penerapan 7 prinsip hygiene sanitasi makanan dan minuman di Lembaga
Permasyarakatan Kelas IIB Kabupaten Bondowoso?
1.3
Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana
penerapan 7 prinsip hygiene sanitasi makanan dan minuman di Lembaga
Permasyarakatan Kelas IIB Kabupaten Bondowoso.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1
Ruang
lingkup Hygiene Sanitasi Makanan Minuman
Hygiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan
melindungi kebersihan subjeknya seperti mencuci tangan dengan air bersih dan
sabun untuk melindungi kebersihan tangan, mencuci piring untuk kebersihan
piring, membuang bagian makanan yang rusak untuk melindungi keutuhan makanan
secara keseluruhan (Depkes RI, 2004). Hygiene adalah suatu usaha pencegahan
penyakit yang menitik beratkan pada usaha kesehatan perseorangan atau manusia
beserta lingkungan tempat orang tersebut berada (Widyati, 2002).
Sanitasi adalah suatu
usaha pencegahan penyakit yang menitik beratkan kegiatan pada usaha kesehatan
lingkungan hidup manusia (Widyati, 2002). Sanitasi adalah upaya kesehatan
dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan lingkungan dari subyeknya.
Misalnya menyediakan air yang bersih untuk keperluan mencuci tangan,
menyediakan tempat sampah untuk mewadahi sampah agar tidak dibuang sembarangan
(Depkes RI, 2004).
Hygiene dan sanitasi
tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain karena erat kaitannya. Misalnya
hygiene sudah baik karena mau mencuci tangan, tetapi sanitasinya tidak
mendukung karena tidak cukup tersedia air bersih, maka mencuci tangan tidak
sempurna (Depkes RI, 2004).
Sanitasi makanan adalah untuk mencegah
kontaminasi makanan dengan zat-zat yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan
diperlukan penerapan sanitasi makanan. Sanitasi makanan adalah usaha untuk
mengamankan dan menyelamatkan makanan agar tetap bersih, sehat dan aman (Ricki
M. Mulia, 2005).
Makanan
dan minuman termasuk kebutuhan dasar terpenting dan sangat esensial dalam
kehidupan manusia karena merupakan sumber energi satu-satunya. Sehingga apapun
yang akan disajikan sebagai makanan maupun minuman manusia haruslah memenuhi
syarat utama, yaitu citra rasa makanan dan keamanan makanan dalam arti makanan
tidak mengandung zat atau mikroorganisme yang dapat menggangu kesehatan tubuh
yang memakan (Moehyi, 1992).
Makanan
dan minuman adalah kebutuhan pokok manusia yang diperlukan setiap saat dan
harus ditangani dan dikelola dengan baik dan benar agar bermanfaat bagi tubuh.
Pengelolaan yang baik dan benar pada dasarnya adalah mengelola makanan dan
minuman berdasarkan kaidah-kaidah dari prinsip hygiene sanitasi makanan (Depkes
RI, 2004).
Hygiene sanitasi makanan dan minuman
adalah upaya mengendalikan faktor makanan, orang, tempat dan perlengkapannya
yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan.
Persyaratan hygiene sanitasi adalah ketentuan-ketentuan teknis yang ditetapkan
terhadap produk rumah makan dan restoran, personel dan perlengkapannya yang
meliputi persyaratan bakteriologis, kimia dan fisika (Depkes RI, 2003).
2.2 Faktor Yang Mempengaruhi Sanitasi
Makanan
Faktor
makanan
a. Sumber
bahan makanan
Sumber
bahan makanan harus memenuhi persyaratan sanitasi untuk mencegah terjadinya
kontaminasi atau pencemaran. Contoh, hasil pertanian tercemar dengan pupuk
kotoran manusia, atau dengan pestisida.
b. Pengangkutan
bahan makanan
Cara
pengangkutan makanan harus memenuhi persyaratan sanitasi, misalnya apakah
sarana pengangkutan memiliki alat pendingin dan tertutup. Pengangkutan tersebut
dilakukan dari sumber ke pasar atau dari sumber ke tempat penyimpanan agar
tidak tercemar oleh kontaminan dan tidak rusak. Misalnya mengangkut daging dan
ikan dengan menggunakan alat pendingin.
c. Penyimpanan
bahan makanan
Tidak
semua makanan langsung dikonsumsi, tetapi sebagian mungkin disimpan baik dalam
skala kecil di rumah maupun skala besar di gudang. Tempat penyimpanan atau gudang
harus memenuhi persyaratan sanitasi. Berikut ini syarat sanitasi tempat
penyimpanan atau gudang makanan.
-
Tempat penyimpanan makanan dibuat
sedemikian rupa sehingga binatang seperti tikus, serangga tidak dapat
bersarang.
-
Jika tidak menggunakan rak, harus
disediakan ruang untuk kolong agar mudah membersihkannya.
-
Suhu udara dalam gudang tidak lembab
untuk mencegah tumbuhnya jamur.
-
Memiliki sirkulasi udara yang cukup.
-
Memiliki pencahayaan yang cukup
-
Dinding bagian bawah dari gudang harus
di cat putih agar mempermudah melihat jejak tikus.
-
Harus ada jalan dalam gudang.
d. Pengolahan
makanan
Proses
pengolahan makanan harus memenuhi persyaratan sanitasi, terutama berkaitan
dengan kebersihan dapur dan alat-alat perlengkapan masak.
e. Penyajian
makanan
Penyajian
makanan harus memenuhi persyaratan sanitasi, yaitu bebas dari kontaminasi,
bersih dan tertutup, serta dapat memenuhi selera makan pembeli.
f. Penyimpanan
makanan
Makanan
yang telah diolah disimpan di tempat yang memenuhi persyaratan sanitasi, dalam
lemari atau alat pendingin. (Candra, 2005)
Faktor
Manusia
Orang-orang yang bekerja pada tahap
pengolahan makanan harus memenuhi persyaratan sanitasi, seperti kesehatan
individu. Individu tersebut tidak memiliki penyakit infeksi, dan bukan carier
dari suatu penyakit. Untuk personal yang menyajikan makanan harus memenuhi
syarat-syarat seperti kebersihan dan kerapian, memiliki etika dan sopan santun,
berpenampilan yang baik dan keterampilan membawa makanan dengan teknik khusus,
serta ikut dalam program pemeriksaan kesehatan berkala setiap enam bulan atau
satu tahun. (Candra, 2005)
Faktor Peralatan
Kebersihan dan cara penyimpanan
peralatan pengolah makanan harus memenuhi persyaratan sanitasi. (Candra, 2005)
2.3 Kerusakan Makanan Dan Pencegahannya
2.3.1
Jenis-jenis
Kerusakan
a.
Kerusakan Mekanis
Kerusakan
akibat adanya benturan antara Bahan makanan
dengan Bahan makanan atau antara
Bahan makanan dengan wadah. Umumnya
terjadi sejak masa pemanenan sampai dengan pembelian dan pada akhirnya
menyebabkan reaksi kimia pada Bp dan adanya perubahan bentuk (memar / retak /
pecah).
b.
Kerusakan Fisik
Adalah
kerusakan bahan karena perlakuan-perlakuan fisik yang tidak tepat. Misalnya
kerusakan warna dan tekstur pada daging yang dibekukan
c.
Kerusakan Fisiologis
Kerusakan
yang terjadi akibat adanya reaksi metabolisme atau enzim yang berlebihan yang
terdapat di dalam Bahan Makanan. Kerusakan yang ditimbulkan adalah terjadinya
proses pembusukan. Enzim adalah suatu senyawa protein yang dapat mempercepat
kerja suatu reaksi tetapi zat yang bersangkutan tidak ikut bereaksi (hanya
bersifat sebagai katalis). Enzim dapat berasal dari aktifitas Mikroorganisme
ataupun diproduksi dari bahan pangan itu sendiri, misalnya : enzim pektinase
yang terdapat pada buah-buahan yang menyebabkan buahbuahan menjadi lunak.
d.
Kerusakan Kimiawi
Adalah
kerusakan yang terjadi karena rekasi kimia yang berlangsung di dalam bahan
makanan. Seperti reaksi pencoklatan pada pisang, apel, dan lain sebagainya.
e.
Kerusakan biologis
kerusakan
Bahan Makanan yang diakibatkan oleh organisme perusak, misalnya rodentia /
serangga / unggas. Masuknya serangga ke dalam Bahan Makanan, selain merusak
Bahan Makanan juga merupakan jalan masuk Mikroorganisme pembusuk Serangga biasanya merusak
buah-buahan, sayur-sayuran, biji-bijian dan umbi-umbian pada saat bahan pangan
dipanen. Kerugian yang terjadi adalah Penyusutan berat Bahan makanan, ,
Berkurangnya nilai gizi Bahan makanan dan Bahan makanan akan mudah terkontaminasi oleh
Mikroorganisme. Binatang pengerat / tikus) merugikan karena kotoran, rambut dan
urine tikus akan menimbulkan bau yang kurang enak dan juga pembawa bakteri.
f.
Kerusakan Mikrobiologis
Keruskan
makanan karena adanya aktivitas mikroorganisme, seperti bakteri, yeast dan
jamur yang mengkontaminasi makanan. Kerusakan jenis ini harus diwaspadai,
karena ada kemungkinan bersama-sama dengan mikroorganisme perusak terdapat pula
mikroorganisme penyebab penyakit dan peracunan (Prunawijayanti, 2001).
2.3.2
Tanda-tanda
kerusakan makanan
a.
Kerusakan bahan makanan berprotein
tinggi
Biasanya
akan menghasilkan bau busuk khas protein, yang dikenal sebagai bau purid, sehingga keruskannya sering
disebut sebagai keruskan putrefaktif.
Selain itu, rasanya tidak enak dan terdapat penggumpalan protein (khususnya
pada susu). Pencairan jaringan protein sehingga bahan berair dan bahan biasanya
juga mengalami kerusakan struktur jaringan sehingga menjadi lembek. Mikrobia
yang paling berperan adalah bakteri.
b.
Kerusakan bahan makanan berkarbohidrat
tinggi
Dapat
mengalami perubahan kimiawi karena aktivitas yeast, bakteri, maupun jamur.
Yeast dapat memfermentasi Karbohidrat terutama glukosa menjadi alkohol. Bakteri
dari jenis anaerob, seperti Lactobacillus sp dapat membentuk asam laktat dan
propionat. Sedangkan dalam kondsi aerob, beberapa jenis bakteri mampu mengubah
alkohol yang dibentuk yeast menjadi asam asetat.Berbagai jenis jamur dan
bakteri biasanya memproduksi enzim yang mampu memecah polisakarida menjadi KH
rantai terjadinya pelunakan bahan. Beberapa bakteri mampu memproduksi KH khas,
yang pendek seperti monosakaria maupun disakarida.Hal
ini secara fisik ditenada dengan secara alami bukan merupakan bahan penyusun
bahan makanan. KH yang dihasilkan umumnya berupa levan atau dekstran yang
memiliki tekstur kental seperti kanji. Sehingga kerusakan bahan makanan
berkarbohidrat dapat diketahui oleh adanya pembentukan lendir.
c.
Kerusakan bahan makanan berlemak tinggi
Lemak
dan minyak dapat mengalami pemecahan menjadi asam lemak dan gliserol.
Selanjutnya asam lemak, terutama asam lemak tak jenuh yang memiliki ikatan
rangkap, dapat mengalami pemecahan lebih lanjut menjadi senyawa sederhana
seperti aldehid dan keton dan senyawa lain yang menimbulan bau tengik
2.3.3
Pencegahan
kerusakan makanan
Kerusakan
bahan makanan yang tidak disebabkan oleh faktor mikrobiologis relative lebih
mudah dicegah. Aktivitas kerusakan oleh mikroorganisme pada bahan makanana
biasanya terjadi selama penyimpanan. Metode penyimpanan yang tepat dipengaruhi
oleh jenis bahan makanan yang akan disimpan. Terkait dengan hal ini makana yang
dibedakan dari sifat mudah tidaknya mengalami kerusakan digolongkan menjadi 3
yaitu:
1.
Bahan makanan yang sangat mudah rusak (perishable food products)
Contohnya
antara lain : daging, ikan, ayam, kerang, telus, susu dan produk olah susu,
buah-buahan dan sayuran. Penyimpanan pada suhu rendah dapat dipilih untuk
memperpanjang umur simpannya.
2.
Bahan makan agak rusak (semi perishable food products)
Kelompok
bahan makanan ini memiliki umur simpan yang agak lama, serta kecepatan
kerusakan yang lebih lambat. Untuk lebih meningkatkan umur simpannya bahan
makanan ini juga disimpan pada suhu rendah, contohnya yaitu : kacang-kacangan,
apel, kentang dan mentimun.
3.
Bahan makanan yang tidak mudah rusak (non perishable food products)
Kelompok
bahan makanan ini paling tahan terhadap kerusakan, meskipun tanpa penanganan
penyimpanan yang memadai. Biasanya untuk penyimpanannya hanya diperlukan
pengemasan yang rapat dan kuat, sehingga tidak mudah diserang oleh
serangga/hewan pengerat misalnya, semua jenis bahan makanan kering seperti
gula, tepung, biji-bijian dan kacang-kacangan kering serta rempah-rempah (Prunawijayanti, 2001).
Semua
upaya yang dilakukan untuk mencegah kerusakan dan memperpanjang umur simpan
dari bahan makanan dikenal sebagai pengawetan. Metode pengawetan makan telah
berkembang dengan pesat (Prunawijayanti,
2001).
Tanda-
tanda spesifik kerusakan
a.
Makanan kaleng : penggembungan pada
tutup dan bagian dasar kaleng, penyok pada bagian sepanjang sambungan,
penyimpanagan bau, terbentuk buih, atau cairan pengisi kaleng menjadi kental.
b.
Ikan : bau asam maupun bau busuk,insang
berwarna abu-abu atau kehijauan,mata tenggelam, daging mudah terlepas dari
tulang, jika ditekan dengan jari akan membekas
c.
Daging : bau asing yang bukan khas daging,
terbentuk lendir dan perubahan warna menjadi pucat atau kadang kehijauan.
d.
Susu : bau dan rasa asam, terbentuk
lendir, bau tengik, busuk atau bau ragi, rasa pahit.
2.4 Pengaruh makanan terhadap kesehatan
Makanan dan minuman adalah kebutuhan
pokok manusia yang diperlukan setiap saat dan harus ditangani dan dikelola
dengan baik dan benar agar bermanfaat bagi tubuh. Pengelolaan yang baik dan
benar pada dasarnya adalah mengelola makanan dan minuman berdasarkan
kaidah-kaidah dari prinsip hygiene sanitasi makanan (Depkes RI, 2004). Makanan
dan minuman yang hendak di konsumsi disamping diperhatikan manfaatnya bagi
tubuh, hendaknya juga diperhatikan keamanan dan kelayakan konsumsinya, karena
makanan dan minuman yang tidak memenuhi syarat keamanan dan kelayakan
konsumsinya akan mengakibatkan makanan menjadi berbahaya sehingga menyebabkan
berbagai permasalahan kesehatan. Berikut akan diuraikan factor penyebab makanan
menjadi berbahaya dan akibat dari makanan yang berbahaya.
2.4.1
Faktor
penyebab makanan menjadi berbahaya
1.
Adanya kontaminasi
Kontaminasi pada
makanan dapat disebabkan oleh:
a. Parasit,
misalnya, cacing dan amuba
b. Golongan
mikroorganisame, misalnya, salmonela dan shigela.
c. Zat
kimia, misalnya, bahan pengawet dan pewarna.
d. Bahan-bahan
radioaktif, misalnya kobalt, dan uranium.
e. Toksin
atau racun yang dihasilkan oleh mikroorganisme, seperti stafilokokus dan clostridium botulinum
2.
Makanan pada dasarnya telah mengandung
zat berbahaya, tetapi tetap dikonsumsi manusia karena ketidaktahuan mereka
dapat dibagi menjadi 3 golongan:
a.
Secara alami makanan memang telah
mengandung zat kimia beracun, misalnya singkong yang mengandung HCN dan ikan
dan kerang yang mengandung unsur toksik tertentu (logam berat, mis., Hg dan Cd)
yang dapat melumpuhkan sistem saraf dan napas.
b.
Makanan dijadikan sebagai media
perkembangbiakan sehingga dapat menghasilkan toksin yang berbahaya bagi
manusia, misalnya dalam kasus keracunan makanan akibat bakteri (bacterial food poisoning).
c.
Makanan sebagai perantara. Jika suatu
makanan yang terkontaminasi dikonsumsi manusia, di dalam tubuh manusia agens
penyakit pada makanan itu memerlukan masa inkubasi untuk berkembang biak dan
setelah beberapa hari dapat mengakibatkan munculnya gejala penyakit. Contohnya
penyakit antara lain typhoid abdominalis
dan disentri basiler. (Candra, 2005)
2.4.2
Penyakit
Akibat Makanan (Foodborne desease)
Foodborne
disease adalah suatu penyakit yang merupakan hasil dari
pencernaan dan penyerapan makanan yang mengandung mikroba (mikroorganisme) oleh
tubuh manusia. Mikroorganisme tersebut dapat menimbulkan penyakit baik dari
makanan asal hewan yang terinfeksi ataupun dari tumbuhan yang terkontaminasi.
Makanan yang terkontaminasi selama proses atau pengolahan dapat berperan
sebagai media penularan juga.
Penularan
foodborne disease oleh makanan dapat
bersifat infeksi, yang berarti bahwa suatu penyakit disebabkan oleh adanya
mikroorganisme yang hidup, biasanya berkembangbiak pada tempat terjadinya
peradangan. Menurut Departeman Kesehatan RI beberapa penyakit yang bersumber
dari makanan dapat digolongkan menjadi :
- Food infection
(bakteri dan viruses) atau makanan yang terinfeksi seperti salmonella, cholera,
tuberculosis, hepatitis.
- Food intoxication
(bakteria) atau keracunan makanan oleh bakteri seperti staphylococcus food
poisning, clostridium perfringens food poisoning.
- Chemical food borne illness
atau keracunan makanan karena bahan kimia, seperti cadmium, zink, insektisida
dan bahan kimia lain.
- Poisoning plant and animal
atau keracunan makanan karena hewan dan tumbuhan beracun seperi jengkol, jamur,
kentang, ikan buntal.
- Parasite
atau penyakit parasit seperti cacing Taeniasis, Cystircercosis, Trichinosis,
dan Ascariasis.
Beberapa
penyakit bawaan yang sering terdapat di Indonesia pada umumnya disebabkan oleh
virus, bakteri, ataupun jamur. Makanan dapat terkontaminasi oleh mikroba
karena, antara lain:
a. Mengolah
makanan dan minuman dengan tangan kotor.
b. Memasak
sambil bermain dengan hewan peliharaan.
c. Menggunakan
lap kotor untuk membersihkan meja dan perabotan lainnya
d. Dapur
yang kotor.
e. Alat
masak yang kotor.
f. Memakan
makanan yang sudah jatuh ke tanah.
g. Makanan
yang disimpan tanpa ditutup sehingga serangga dan tikus dapat menjangkau.
h. Makanan
yang masih mentah dan yang sudah matang disimpan secara bersama-sama dalam satu
tempat.
i.
Makanan dicuci dengan air kotor.
j.
Pengolahan makan yang menderita penyakit
menular.
2.5 Kualitas Air dan Pengelolaan
Penanganan Limbah
2.5.1
Sumber
air
Secara garis besar menurut sumber atau
letaknya, air dapat dibedakan menjadi 2, yaitu air tanah dan air permukaan. Air
tanah adalah semua jenis air yang terletak di bawah tanah, dan biasanya
memerlukan cara tertentu untuk menaikkannya kepermukaan. Air permukaan meliputi
semua sumber air yang terdapat di permukaan tanah, seperti air sungai kolam,
danau, ataupun air danau (Prunawijayanti, 2001).
Air tanah umumnya lebih bersih
daripada air permukaan, namun tidak dapat di jamin bahwa semua jenis air tanah
aman untuk dikonsumsi atau digunakan dalam pengolahan makanan. Air permukaan,
karena letaknya pada tempat relatif terbuka, cenderung lebih mudah terkontaminasi
atau tercemar (Prunawijayanti,
2001).
2.5.2
Persyaratan
air bersih
Air yang dapat digunakan dalam pengolahan makanan
minimal harus memenuhi syarat air yang dapat diminum. Adapun syarat-syarat air
yang dapat diminum adalah sebagai berikut:
a. Bebas
dari bakteri berbahaya bebas dari ketidakmurnian kimiawi.
b. Bersih
dan jernih
c. Tidak
berwarna dan tidak berbau
d. Tidak
mengandung bahan tersuspensi (penyebab keruh)
e. Menarik dan menyenangkan untuk diminum
(Prunawijayanti, 2001).
2.5.3
Sanitasi
Air
Sanitasi air untuk proses pengolahan pangan dilakukan dengan
tujuan menyediakan air yang memenuhi persyaratan serta menjamin tidak
terjadinya kontaminasi makanan oleh air yang digunakan selama tahap preparasi,
pengolahan, pencucian alat dan pekerja (Prunawijayanti, 2001).
2.5.4
Jenis Limbah Pengolahan Makanan
Limbah yang dihasilkan dari suatu proses
pengolahan makanan harus dipandang sebagai suatu permasalahan serius dalam
sanitasi. Limbah yang dihasilkan oleh proses pengolahan makanan dapat berupa
limbah padat maupun limbah cair. Limbah padat biasanya berupa bahan sisa yang
tidak trmanfaatkan dalam pengolahan. Sebagai contohnya adalah sisa-sisa bahan
nabati yang berupa kulit buah atau sayuran, bagian akar, batang dan daun (Prunawijayanti, 2001).
Limbah cair yang dihasilkan dari
pengolahan makanan biasanya berupa air yang telah dikotori untuk berbagai
keperluan. Sebagai contoh adalah air bekas pencucian bahan-bahan mentah baik
bahan nabati maupun hewani serta sisa air yang berasal dari pencucian peralatan
yang digunakan dalam proses pengolahan makanan (Prunawijayanti, 2001).
2.6 Prinsip Hygiene Sanitasi Makanan
dan Minuman
Makanan adalah kebutuhan pokok manusia
yang diperlukan setiap saat dan harus ditangani dan dikelola dengan baik dan
benar agar bermanfaat bagi tubuh. Pengelolaan yang baik dan benar pada dasarnya
adalah mengelola makanan berdasarkan kaidah-kaidah dari prinsip higiene dan
sanitasi makanan.
Prinsip-prinsip
ini penting untuk diketahui karena berperan besar sebagai faktor kunci
keberhasilan usaha makanan. Menurut Depkes RI 2004, enam prinsip higiene
sanitasi makanan dan minuman, yaitu :
1. Pemilihan
Bahan Makanan
Bahan makanan yang akan diolah terutama
yang mengandung protein hewani seperti daging, susu, ikan/udang, dan telur
harus dalam keadaan baik dan segar. Demikian pula bahan sayur harus dalam
keadaan segar dan tidak rusak, begitu juga dengan bahan makanan lainnya
keadaannya tidak boleh berubah bentuk, warna atau rasa. Salah satu upaya
mendapatkan bahan makanan yang baik adalah dengan menghindari penggunaan bahan
makanan yang berasal dari sumber yang tidak jelas (liar) karena kurang dapat
dipertanggungjawabkan secara kualitasnya (Purawidjaja, 1995).
2. Penyimpanan
Bahan Makanan
Penyimpanan bahan makanan bertujuan
untuk mencegah bahan makanan agar tidak lekas rusak. Salah satu contoh tempat
penyimpanan yang baik adalah lemari es atau freezer. Freezer sangat
membantu di dalam penyimpanan bahan makanan jika dibandingkan dengan tempat
penyimpanan lain seperti lemari makan atau laci-laci penyimpanan makanan. Freezer
tidak mengubah penampilan, cita rasa dan tidak pula merusak nutrisi bahan
makanan yang disimpan selama batas waktu penyimpanan (Sumoprastowo, 2000,
dikutip oleh Marlia Tarigan, 2005). Makanan yang cepat membusuk seperti daging,
ikan, susu, dan telur disimpan pada tempat khusus sesuai suhu yang ditetapkan
dan usahakan adanya sirkulasi udara/ventilasi, untuk bahan lainnya disimpan
pada tempat yang tidak terjangkau tikus, serangga, dan binatang pengganggu
lainnya. Sedangkan untuk rempah-rempah dan kacang-kacangan lebih baik disimpan
di tempat yang kering dan dalam wadah yang telah diatur kelembabannya agar
tidak mudah tumbuh spora (Mukono, 2008).
3. Pengolahan
Makanan
Pada proses atau cara pengolahan makanan
ada tiga hal yang perlu mendapat perhatian, yaitu :
a. Tempat
pengolahan makanan
Tempat
pengolahan makanan adalah suatu tempat di mana makanan diolah,
tempat
pengolahan ini sering disebut dengan dapur. Dapur mempunyai peranan yang sangat
penting dalam proses pengolahan makanan, karena itu kebersihan dapur dan
lingkungan sekitarnya harus selalu terjaga dan diperhatikan. Dapur yang
memenuhi syarat-syarat kesehatan antara lain (Azwar, 1996) :
-
Selalu dalam keadaan bersih.
-
Mempunyai cukup persediaan air bersih
untuk mencuci.
-
Mempunyai saluran pembuangan air kotor.
-
Mempunyai bak pencuci tangan dan
alat-alat yang dipergunakan.
-
Mempunyai tempat sampah.
-
Alat-alat dapur selalu dalam keadaan
bersih.
-
Mempunyai ventilasi yang cukup guna
memasukkan udara segar serta mengeluarkan asap serta bau makanan yang kurang
sedap.
-
Mempunyai tempat penyimpanan bahan
makanan yang baik; artinya tidak sampai tercemar oleh debu, tidak menjadi
sarang serangga atau tikus.
-
Tidak meletakkan zat-zat yang berbahaya
(misalnya insektisida) berdekatan dengan bumbu dapur.
-
Mempunyai alat pencegah kebakaran.
b. Tenaga
pengolah makanan/penjamah makanan
Penjamah
makanan adalah orang yang secara langsung berhubungan dengan makanan dan
peralatan mulai dari tahap persiapan, pembersihan, pengolahan, pengangkutan
sampai penyajian (Depkes RI, 2006). Dalam proses pengolahan makanan, peran dari
penjamah makanan sangatlah besar peranannya. Penjamah makanan ini berpeluang
untuk menularkan penyakit. Beberapa infeksi yang ditularkan melalui penjamah
makanan, antara lain Staphylococcus aureus ditularkan melalui hidung dan
tenggorokan, Clostridium perfringens, Streptococcus, Salmonella
dapat ditularkan melalui kulit. Oleh sebab itu penjamah makanan harus
selalu dalam keadaan sehat dan terampil (Purawidjaja, 1995).
Syarat
yang ditetapkan pada penjamah makanan sangat banyak, sekurang-kurangnya adalah
:
- Tidak
sedang menderita penyakit infeksi apapun (kulit, paru-paru, saluran pencernaan,
dan lain sebagainya).
- Bukan
carrier dari suatu penyakit infeksi.
- Mengetahui
tentang higiene, misalnya selalu membersihkan badan dan
pakaian
sebelum menyentuh bahan makanan, menggunakan sabun serta air hangat dalam
membersihkan benda-benda yang berhubungan dengan makanan, mencuci tangan segera
setelah keluar dari kamar kecil, tidak meludah, tidak bersin, tidak batuk atau
merokok ketika mengolah makanan, menggunakan tutup mulut, hidung dan tutup
kepala, dan lain sebagainya.
- Sebaiknya,
terhadap orang yang langsung dan erat hubungannya dengan bahan makanan, seperti
tukang masak misalnya, dilakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala (Azwar,
1996).
c. Cara
pengolahan makanan
Tujuan
mengolah bahan makanan adalah agar tercipta makanan yang memenuhi syarat kesehatan,
mempunyai cita rasa yang sesuai serta mempunyai bentuk yang merangsang selera.
Cara pengolahan makanan yang baik adalah tidak terjadinya kerusakan-kerusakan
makanan sebagai akibat cara pengolahan yang salah dan mengikuti kaidah atau
prinsip-prinsip higiene dan sanitasi yang baik atau disebut GMP (Good
Manufacturing Practice) (Purawidjaja, 1995).
4. Pengangkutan
Makanan
Makanan yang berasal dari tempat
pengolahan makanan memerlukan pengangkutan untuk disimpan dan disajikan.
Pengangkutan makanan perlu mendapat perhatian agar tidak terjadi kontaminasi
baik dari serangga, debu maupun bakteri. Wadah yang dipergunakan harus utuh,
kuat, dan tidak berkarat atau bocor. Pengangkutan untuk waktu yang lama harus
diatur suhunya dalam keadaan panas 60°C atau tetap dingin 4 °C (Purawidjaja,
1995).
5. Penyimpanan
Makanan Masak
Kualitas makanan yang diolah sangat
dipengaruhi oleh suhu. Namun demikian di dalam perkembangan bakteri tersebut
masih pula ditentukan oleh jenis makanan yang sesuai atau jenis makanan yang
cocok sebagai media pertumbuhannya. Untuk itu perlu diperhatikan teknik
penyimpanan makanan yang baik, ditujukan untuk mencegah pertumbuhan dan
perkembangan bakteri patogen, mengawetkan makanan dan mengurangi pembusukan.
Menurut Kepmenkes RI No. 715/Menkes/SK/V/2003, syarat penyimpanan makanan jadi
yaitu :
a. Terlindung
dari debu, bahan kimia yang berbahaya, serangga dan hewan.
b. Makanan
cepat busuk disimpan dalam suhu panas 65,5 °C atau lebih atau disimpan dalam
suhu dingin 4 °C atau kurang.
c. Makanan
cepat busuk untuk penggunaan dalam waktu lama (> 6 jam) disimpan dalam suhu
-5 °C sampai -1 °C.
6. Penyajian/Penjajaan
Makanan
Penyajian/penjajaan makanan merupakan
rangkaian akhir dari perjalanan makanan. Saat penyajian makanan yang perlu
diperhatikan adalah agar makanan tersebut terhindar dari pencemaran, peralatan
yang digunakan dalam kondisi baik dan bersih, petugas yang menyajikan harus
sopan serta senantiasa menjaga kesehatan dan kebersihan pakaiannya, tangan
penyaji tidak boleh kontak langsung dengan makanan yang disajikan (Purawidjaja,
1995). Untuk meningkatkan mutu makanan jajanan, perlengkapan/sarana penjaja
disarankan juga memenuhi syarat kesehatan, antara lain (Depkes RI, 2003) :
a. Mudah
dibersihkan
b. Harus
terlindungi dari debu dan pencemaran
c. Tersedia
tempat untuk :
· Air
bersih
· Penyimpanan
bahan makanan
· Penyimpanan
makanan jadi/siap disajikan
· Penyimpanan
peralatan
· Tempat
cuci (alat, tangan, bahan makanan)
Selain itu dalam penyajian/penjajaan
makanan hal yang juga harus diperhatikan adalah lokasi penjualan yang mana juga
harus memenuhi syarat kesehatan, antara lain :
-
Lokasi usaha harus jauh atau minimal 500
m dari sumber pencemaran.
-
Lokasi usaha terhindar dari serangga.
-
Lokasi usaha dilengkapi tempat
pembuangan sampah yang tertutup.
-
Lokasi usaha dilengkapi
fasilitas sanitasi air bersih, tempat penampungan sampah, saluran pembuangan
air limbah, dan sebagainya
2.7 Pengawasan Sanitasi Makanan
Pada
prinsipnya langkah pelaksanaan pengawasan terhadap sanitasi suatu produk
makanan dimulai dari proses produksi, penyimpanan, distribusi, penjualan sampai
ke tangan konsumen. Dengan demikian, konsumen akan mendapat makanan yang
berkualitas baik dan terhindar dari bahaya yag mungkin diakibatkan oleh makanan
tersebut. Konsumen sendiri juga perlu melakukan pengawasan terhadap prosuk
makanan jadi yan beredar di pasaran.
Di
Indonesia, pengawasan sanitasi produk makanan masih tumpang tindih. Belum ada
kepastian mengenai undang-undang atau peraturan yang berlaku di bidang makanan
dan minuman, selain masih kurang jelasnya institusi yang berwenang dan kurang
berfungsinya kendali masyarakat atau Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI)
terhadap kasus yang terjadi yang dapat merugikan masyarakat.
Landasan
hukum pengawasan sanitasi adalah undang-undang dan peraturan seperti UU
No.9/1960 tentang pokok kesehatan, UU No. 11/1962, tentang Higiene untuk usaha
bagi umum, UU No. 2/1996 tentang higiene, serta peraturan daerah tingkat I dan
tingkat II. Penegakan hukum bidang pengawasan sanitasi ini juga dapat
dilaksanakan melalui pemberian wewenang oleh unit kesehatan propinsi kepada
unit kesehatan kabupaten/kotamadya, misalnya pengawasan terhadap hewan potong
oleh DepTan Dinas Pertanian. Landasan hukum untuk pengawasan sanitasi terhadap
susu dan daging, yaitu STBL 1912,432-435;Bab I, Pasal 1, STBL 1926, No.714;STBL
1937, No. 512, dan UU Pokok Kehewanan No. 6/1967. Pengawasan landasan hukum
dalam mengambil tindakan ( : 91).
2.8 Lingkungan Lembaga Pemasyarakatan
Lembaga
Pemasyarakatan (Lapas) atau dalam bahasa masyarakat awam disebut dengan
penjara, merupakan tempat/kediaman bagi orang – orang yang bermasalah dengan
hukum. Ketika seseorang dimasukkan ke Lapas, berarti ia telah melanggar hukum
dan hak kebebasannya sebagai warga masyarakat akan dicadut. Ia tidak lagi
bergerak sebebas masyarakat di luar Lapas. Orang – orang yang masuk ke Lapas
ini memang orang – orang yang kurang beruntung, karena harus kehilangan
kebebasan sekaligus dicap sebagai “sampah masyarakat” oleh lingkungannya
(Atmowiloto, 1996).
Dalam
perkambangannya, sistem kepenjaraan atau Lapas ini terus mengalami perubahan
dan perbaikan. Fungsi Lapass saat ini tidak lagi sekedar menjadi tempat untuk
menghukum orang – orang yang melanggar hukum. Lebih dari itu, saat ini Lapas
juga berfungsi sebagai tempat pembinaan narapidana (institusi korektif). Hal
ini sesuai dengan fungsinya yaitu sebagai tempat bagi mereka yang menjalani
hukuman penjara (selaku narapidana) dalam jangka waktu tertentu untuk mendapat
pembinaan. Diharapkan, setelah selesai menjalani hkuman, mereka dapat diterima
kembali dalam masyarakat dan tidak lagi melakukan tindak pidana (Nitibaskara,
2001).
Lembaga Pemasyarakatan (disingkat LP atau
LAPAS) adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan narapidana dan anak didik
pemasyarakatan di Indonesia. Penghuni LAPAS adalah narapidana (napi) yaitu
terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan, atau tahanan yaitu
tersangka (terdakwa) yang sedang dalam proses penyidikan, penuntutan dan
pemeriksaan di sidang pengadilan. (Anonim, 2010)
Lembaga
Pemasyarakatan merupakan Unit Pelaksana Teknis di bawah Direktorat Jenderal
PemasyarakatanKementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia (dahulu Departemen
Kehakiman). Lapas kelas I digunakan untuk kelompok khusus, seperti penjara
khusus wanita, atau penjara khusus anak. Lapas IA di provinsi dan lapas IB di
kabupaten. Lapas kelas II terdapat lebih dari 1 kelompok sel. Lapas IIA
terdapat di provinsi, sedangkan lapas kelas IIB berada di kabupaten.
Napi dan tahanan sangat rentan terhadap
serangan berbagai macam penyakit karena kehidupan di dalam LAPAS memang jauh
dari kelayakan. Mereka terkadang harus tidur bertumpuk-tumpuk karena sel penuh
sesak. Ruangan sel seluas 1,5 meter x 2,5 meter diisi 6-8 orang bahkan lebih.
Kondisi LAPAS dengan sarana, prasarana, lingkungan dan sanitasi yang kurang
memadai diduga merupakan faktor pendukung yang menyebabkan tingginya angka
kesakitan di LAPAS dan Rutan. Rendahnya biaya kesehatan untuk napi dan tahanan
juga dipersoalkan sejumlah kalangan. Ongkos pengobatan yang hanya Rp.2.500
setiap orang per tahun sangat tidak layak. Padahal perawatan kesehatan napi dan
tahanan merupakan hak yang harus dipenuhi negara sesuai dengan Undang-undang
Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. (Anonim, 2010)
2.9 Penyelenggaraan Makanan di Lembaga
Pemasyarakatan/Rutan
2.9.1
Mekanisme Penyelenggaraan Makanan di Lembaga Pemasyarakatan/Rutan
a. Perencanaan
Anggaran
Merupakan
suatu penyusunan biaya yang diperlukan untuk pengadaan bahan makanan bagi WBP
dan tahanan. Tujuan kegiatan ini adalah tersedianya taksiran belanja makanan
yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan, macam dan jumlah bahan makanan bagi
WBP dan tahanan sesuai standar. Perencanaan anggaran dimulai usulan Lapas/Rutan
melalui Kanwil Dephuk dan HAM, dan selanjutnya diputuskan oleh Sekretariat
Jenderal Dephuk dan HAM.
b. Perencanaan
Menu
Merupakan suatu kegiatan penyusunan
menu dengan gizi seimbang yang akan diolah untuk memenuhi kebutuhan zat gizi
WBP dan tahanan. Tujuannya adalah tersedianya siklus menu sesuai klasifikaasi
pelayanan yang ada di Lapas/Rutan dalam kurun waktu tertentu. Pada penyusunan
menu dipertimbangkan faktor yang mempengaruhi antara lain standar porsi dan
peraturan pemberian makanan. penyusunan menu dilakukan oleh Tim Direktorat
Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum HAM dengan memperhatikan kebiasaan
makan dan ketersediaan bahan makanan di daerah.
c. Perhitungan
kebutuhan Bahan Makanan
Merupakan proses penyusunan
kebutuhan bahan makanan sesuai menu yang ditetapkan dan jumlah WBP dan tahanan,
dengan tujuan untuk tercapainya usulan dan kebutuhan bahan makanan untuk WBP
dan tahanan selama satu tahun.
Langkah
– langkah perhitungan kebutuhan makanan:
1. Tentukan
jumlah WBP dan tahanan
2. Tentukan
standar porsi tiap bahan makanan dalam berat kotor
3. Hitung
berapa kali pemakaian bahan makanan setiap siklus menu selama satu tahun
d. Pengadaan
Bahan Makanan
Diklaksanakan sesuai mekanisme yang
diatur dalam peraturan perundang – undangan yang berlaku tentang pengadaan
barang dan jasa
e. Pemesanan,
Penerimaan dan Penyimpanan Bahan makanan
Pemesanan merupakan penyusunan
permintaan bahan makanan berdasarkan menu sesuai jumlah WBP dan tahanan.
Langkah pemesanan:
1. Tim
pelaksana di Lapas/Rutan merekap kebutuhan bahan makanan sesuai menu yang akan
dimasak setiap hari
2. Hasil
rekap diserahkan ke pemborong
Penerimaan Bahan Makanan merupakan
suatu kegiatan yang meliputi pemeriksaan, pencatatan dan pelaporan tentang
macam, jumlah dan mutu bahan makanan yang diterima, sesuai dengan spesifikasi
pesanan. Langkah penerimaan:
1. Pemborong
mengirim bahan makanan sesuai dengan pesanan/order
2. Bahan
makanan diterima oleh panitia penerimaan barang untuk diperiksa kesesuaian
dengan order dan spesifikasi
3. Setelah
bahan makanan yang memenuhi syarat diterima dan ditimbang, sebagian masuk ke
ruang persiapan dan sebagian lagi masuk ke ruang penyimpanan bahan makanan.
Penyimpanan Bahan Makanan merupakan
suatu tata cara menata, menyimpan, memelihara keamanan bahan makanan kering dan
basah baik kualitas maupun kuantitas digudang bahan makanan kering dan basah
serta pencatatan dan pelaporan.
Langkah
Penyimpanan:
1. Beras
dan bahan makanan kering lainnya disimpan di gudang yang tertutup, kering dan
bersih (dengan suhu ruang, yang dibersihkan 2 kali seminggu). Beras terbungkus
rapat, diletakkan diatas rak/trap yang cukup kuat dan tidak menempel ke lantai
dan kedinding sesuai kapasitas gudang. Penggunaannya sesuai dengan sistem First In First Out (FIFO)
2. Bahan
makanan segar yang belum diolah disimpan ditempat khusus yang aman dan terjaga
kesegarannya. Suhu penyimpanan disesuaikan dengan jenis bahan makanan yang akan
disimpan
f. Persiapan,
Pengolahan Bahan Makanan dan Pendistribusian Makanan
Persiapan Bahan Makanan merupakan
rangkaian kegiatan dalam penanganan makanan meliputi berbagai proses antara
lain membersihkan, memotong, mengupas, menggiling, mencuci dan merendam bahan
makanan yang diolah
Tujuan
persiapan adalah mempersiapkan bahan makanan serta bumbu sebelum diolah.
Langkah
– langkah persiapan:
1. Bahan
makanan yang akan diolah dibersihkan sesuai prosedur
2. Waktu
persiapan dilakukan pagi, siang dan sore sesuai jadwal makan dan menu yang
telah ditetapkan.
Pengolahan Bahan Makanan merupakan
suatu kegiatan memasak bahan makanan mentah menjadi makanan siap saji,
berkualitas dan aman untuk dikonsumsi dengan cara menumis, menggoreng,
mengukus, dll sesuai teknik memasak yang diperlukan. Tujuan pengolahan bahan
makanan adalah untuk meningkatkan nilai cerna, cita rasa, keempukan dan bebas
dari organisme berbahaya untuk tubuh.
Pendistribusian makanan merupakan
kegiatan penyaluran makanan sesuai dengan jumlah WBP dan tahanan yang dilayani
dengan cara sentralisasi, desentralisasi atau gabungan. Tujuannya adalah agar
WBP dan tahanan mendapat makanan sesuai dengan kebutuhan dan ketentuan yang
berlaku.
g. Pencatatan
dan Pelaporan
Pencatatan adalah mencatat setiap
langkah kegiatan dalam penyelenggaraan makanan sedangkan pelaporan adalah hasil
pengolahan dari pencatatan yang dilakukan secara berkala sesuai dengan waktu
dan kebutuhana yang diperlukan
h. Monitoring
dan Evaluasi
Monitoring merupakan kegiatan untuk
mengikuti dan mengetahui perkembangan setiap proses kegiatan secara terus menerus
baik langsung maupun tidak langsung.Evaluasi merupakan penilaian oleh
Kalapas/Karutan terhadap penyelenggaraan makanan sejak perencanaan sampai
pendistribusiannya secara rutin dan berkala.Evaluasi bertujuan untuk menilai
pelaksanaan kegiatan penyelenggaraan makanan sesuai dengan rencana dan
kebijakan yang telah disusun sehingga dapat mencapai sasaran yang dikehendaki.
Evaluasi dilakukan pada WBP, petugas pelaksana dan pengelola. Evaluasi
dilakukan dengan cara observasi dan pengisian kuisioner.
Langkah – langkah Evaluasi oleh
Kalapas/Karutan:
1. Menindaklanjuti
laporan, keluhan, temuan dalam pelaksanaan penyelenggaraan makanan
2. Mengadakan
rapat koordinasi setiap bulan dengan petugas yang terkait dengan
penyelenggaraan makanan
Langkah –
langkah Evaluasi oleh Kanwil Dephuk dan HAM Provinsi:
1. Menindaklanjuti
laporan, keluhan, temuan dalam pelaksana menyelenggaraan makanan
2. Mengadakan
rapat koordinasi setiap triwulan dengan petugas yang terkait dengan
penyelenggaraan makanan
Langkah –
langkah Evaluasi oleh Ditjen PAS:
1. Menindaklanjuti
laporan, keluhan, temuan dalam pelaksanaan penyelenggaraan makanan
2. Mengadakan
rapat koordinasi setiap triwulan dengan petugas yang terkait dengan
penyelenggaraan makanan
2.9.2
Perundangan
Hygiene Sanitasi di LembagaPemasyarakatan
1. Undang
– undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
2. Undang
– undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
3. Undang
– undang nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan
4. Undang
– undang nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak
5. Undang
– undang nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia (HAM)
6. Undang
– undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
7. Peraturan
Pemerintah RI nomor 32 tahun 1999 tentang syarat dan tata cara pelaksanaan hak
WBP
8.
Peraturan Pemerintah RI nomor 58 tahun
1999 tentang syarat – syarat dan tatacara Pelaksanaan, Wewenang, Tugas dan
Tanggung Jawab Perawatan Tahanan
9.
SE Menteri Kehakiman Nomor M.02-Um.01.06
Tahun 1989 tentang Petunjuk Pelaksanaan Biaya Bama Bagi Napi/Tahanan
Negara/Anak
10. SE
Dirjen PAS tanggal 20 September 2007 tentang Peningkatan Pelayanan Makanan Bagi
Penghuni Lapas/Rutan/Cab. Rutan
BAB III
PEMBAHASAN
Lembaga
Permasyarakatan Kabupaten Bondowoso yang beralamat di Jalan Jaksa Agung
Suprapto No. 5 Bondowoso termasuk
Lembaga Permasyarakatan Kelas IIB. Menurut Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI No.
M.HH-05.OT.01.01 tahun 2011, Lapas Kelas IIB terdiri dari sub bagian tata
usaha, seksi bimbingan narapidana atau anak didik dan kegiatan kerja, seksi
administrasi keamanan dan tata tertib, dan kesatuan pengamanan lapas. Lapas
Kelas IIB terletak di kabupaten.
Lapas Bondowoso terdiri dari 108 narapidana laki-laki dan 7 orang
perempuan. sedangkan jumlah tahanan sebanyak 7 orang laki-laki dan 1 orang
perempuan. Selain penghuni yang berstatus narapidana dan tahanan, di Lapas
Bondowoso juga terdapat penghuni yang disebut sebagai warga binaan.
Warga
Binaan Pemasyarakatan (WBP) adalah narapidana, tahanan, anak didik dan klien
pemasyarakatan. Narapidana adalah seorang yang sedang menjalani pidana hilang
kemerdekaan di Lapas. Tahanan adalah tersangka atau
terdakwa yang ditempatkan di Rutan untuk kepentingan penyelidikan, penuntutan
dan pemeriksaan di sidang Pengadilan
Berdasarkan hasil survei diperoleh beberapa data
terkait dengan Hygiene Sanitasi Makanan dan Minuman sebagai berikut:
5. 3.1 6 Prinsip HSM
1.
Pengamanan / Pemilihan Bahan Makanan
a. Pemilihan
Bahan Makanan
Di Lapas Bondowoso tidak melakukan pemilihan bahan
makanan sendiri, tetapi pihak lapas sudah memberikan kepercayaan terkait
pasokan bahan makanan kepada pemborong yang sudah diberikan tanggung jawab dan
dipercaya yang setiap hari bertugas untuk menyediakan bahan makanan di Lapas.
Upaya pemilihan bahan makanan di Lapas Bondowoso didasarkan atas sifat dan
karakteristik dari bahan makanan itu sendiri, antara lain bahan makanan mentah
(segar) dan bahan makanan tahan lama. Bahan makanan mentah (segar), misalnya
sayur mayur, sedangkan bahan makanan yang tahan lama misalnya beras.
Pengamanan bahan makanan merupakan upaya untuk
mengamankan bahan makanan dari supliyer sampai ke Lapas Bondowoso melalui
proses pengangkutan bahan makanan. Pengangkutan ini dilakukan dengan
menggunakan becak yang biasanya dilakukan pada pukul 04.00 WIB setiap hari.
Dari hasil pengamatan, proses pengangkutan bahan makanan di Lapas Bondowoso masih
kurang baik karena selama perjalanan menuju lapas,
bahan makanan tidak dipisahkan oleh suatu sekat dan peletakannya tidak ditata
dan terkadang ditumpuk sehingga memungkinkan terjadinya kerusakan fisik pada
bahan makanan. Jika bahan makanan tersebut sudah mengalami kerusakan secara
fisik maka mempermudah kemungkinkan terjadinya kontaminasi.
2. Upaya
Pengumpulan Bahan Makanan
Pengumpulan bahan makanan di Lapas Bondowoso
dibedakan menjadi dua, yaitu bahan makanan basah dan kering. Untuk bahan makanan kering seperti
beras, ikan asin, dan kelapa disimpan di gudang penyimpanan bahan makanan.
Kondisi gudang di Lapas Bondowoso kurang baik, hal ini terlihat dari kondisi
bangunan fisik gudang. Cat dari tembok gudang sudah mulai mengelupas, luas
ventilasi <10% luas lantai, pencahayaan kurang, masih nampak kotor karena tidak
dibersihkan secara berkala seperti halnya tempat pengolahan, tidak adanya batas
atau sekat khusus untuk membedakan bahan makanan seperti rempah-rempah. Rempah
– rempah diletakkan begitu saja dalam kantong kresek. Akibat peletakan ini
rempah - rempah akan lebih mudah busuk dan
mengalami kerusakan lainnya. Sedangkan untuk bahan makanan basah tidak perlu
disimpan, melainkan langsung diolah oleh petugas pengolah. Di Lapas Bondowoso juga tidak terdapat
kulkas untuk penyimpanan bahan makanan.
Dari hasil pengamatan di Lapas Bondowoso, upaya
pengumpulan bahan makanan sudah baik. Pengumpulan sudah dibedakan berdasarkan
sifat dan karakteristiknya. Tetapi, untuk tempat pengumpulan bahan makanannya
kurang memadai, seperti wadah yang digunakan masih terbuka, dapat dimungkinkan
terjadinya kontaminasi vektor dan rodent.
3. Pengolahan
Bahan Makanan
Pengolahan bahan makanan merupakan proses mengolah
bahan makanan yang sudah terpilih menjadi makanan jadi. Dalam proses pengolahan
makanan terdiri dari beberapa kriteria yaitu:
a. Persiapan
tempat pengolahan
Dalam persiapan tempat
pengolahan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan , yaitu :
a) Kebersihan
tempat pengolahan
Sebelum dan sesudah
proses memasak, tempat pengolahan (dapur) harus diperhatikan kebersihannya.
Dari hasil pengamatan, tempat pengolahan (dapur) di Lapas Bondowoso dibersihkan
secara periodik. Hal ini nampak pada kondisi tempat pengolahan makanan Lapas
dalam kondisi bersih baik sebelum maupun sesudah memasak.
b) Konstruksi bangunan tempat
pengolahan
Dari hasil pengamatan,
konstruksi bangunan tempat pengolahan di Lapas Bondowoso :
a. Dinding : terbuat dari tembok, tidak mudah roboh, dan tidak lembab.
b. Lantai : terbuat dari keramik, kedap
air, dan mudah dibersihkan.
c. Pencahayaan : cukup
terang, berasal dari
lampu dan pencahayaan alami.
d. Ventilasi : luasnya lebih dari 10% luas
lantai, cukup
memadai.
e. Langit-langit :
terbuka dan tidak berplafon.
f. Pintu :
terbuat
dari bahan yang kuat yakni kayu
dan dapat dibuka serta ditutup dengan baik.
g. Jendela :
terbuat dari kayu, tetapi tidak dapat mencegah masuknya vektor dan rodent
karena terbuka.
h. Tidak tersedia cerobong asap.
c) Tersedianya
fasilitas sanitasi
Di tempat pengolahan
(dapur) Lapas Bondowoso telah tersedia fasilitas sanitasi yang cukup memadai,
meliputi :
1. Persediaan Air Bersih (PAB)
Sarana air bersih
diperoleh dari sumur bor yang airnya ditampung di tandon yang terletak di dekat
masjid di antara sel-sel narapidana. Satu tahun yang lalu air ini telah
bersertifikasi ISO, tetapi saat ini sudah tidak lagi. Hal ini karena ISO
memiliki batasan waktu yaitu selama 2 tahun. Lapas Bondowoso memperoleh
sertifikasi ISO pada tahun 2011 – 2013. Selain waktu, biaya yang dikeluarkan
untuk mendapatkan sertifikasi ini cukup mahal sehingga Lapas Bondowoso tidak
dapat memperpanjang sertifikasi ISO.
2. Sarana
Pembuangan
Air
Limbah
(SPAL)
Air limbah tidak diolah terlebih dahulu, melainkan langung disalurkan
ke selokan terbuka.
3. Pengolahan Sampah
Tidak terdapat pengolahan khusu untuk sampah, tetapi hanya disediakan
tempat sampah di setiap ruangan termasuk di dapur dan tempat cuci
peralatan dan cuci bahan makanan. Tempat sampah terbuka dan tidak permanen.
Sampah dikumpulkan dan diangkut oleh petugas setiap 24 jam.
4. Tempat
cuci tangan, tempat cuci peralatan, dan tempat cuci bahan makanan.
Tempat ini tersedia di
samping dapur, cukup bersih, dan mudah dijangkau. Tempat cuci tangan tidak dilengkapi dengan sabun.
Jadi dimungkinkan petugas pengolah makanan tidak mencuci tangannya dengan sabun
sebelum dan sesudah mengolah makanan.
d) Proses
pengolahan bahan makanan
Proses
pengolahan makanan dilakukan setiap hari sebanyak 3 kali, yaitu pada pukul
05.00, 10.00 dan pada pukul 15.00. Pada pukul 05.00, bahan makanan segar
langsung diolah untuk sarapan. Sedangkan bahan makanan untuk makan siang dan
makan malam, sudah dipotong sekalian dan dimasukkan dalam sebuah wadah khusus
yang tertutup. Pengolahan dilakukan oleh petugas khusus yang terdiri dari
Kepala Bagian Dapur dan warga binaan.
b. Penjamah
makanan
Penjamah
makanan berjumlah 6 -7 orang yang terdiri dari petugas khusus dan dibantu oleh
narapidana yang telah terpilih menjadi warga binaan dan diutamakan narapidana
laki-laki, karena jumlah narapidana laki-laki lebih banyak dibanding wanita,
sehingga lebih dimaksimalkan narapidana laki-laki. Selain itu, masa tahanan
narapidana wanita lebih pendek dibanding laki-laki.
Menurut Bapak Hendra S
selaku Kasi Binatik dan Kegiatan Kerja untuk menjadi penjamah makanan,
diperlukan persyaratan khusus, yaitu :
1. Berkelakuan
baik
2. Sudah
memenuhi sepertiga masa pidana
3. Cakap
4. Layak,
berdasarkan pemeriksaan kesehatan
Hal
yang perlu diperhatikan dari penjamah makanan adalah Hygine dari penjamah
makanan itu sendiri. Hygine dari penjamah makanan di Lapas Bondowoso ini kurang
baik karena masih belum menggunakan celemek, penutup kepala, dan baju khusus
memasak. Selain itu, mereka juga merokok saat mengolah makanan.
c. Persiapan
rancangan menu
Rancangan menu telah ditetapkan setiap 10 hari pergantian. Untuk
menghindari kebosanan karena menu makanan yang tetap dan tidak bervariasi. Penetapan
menu makanan ini telah didasarkan oleh aturan khusus, yaitu Pedoman Penyelenggaraan Makanan di
Lembaga
Pemasyarakatan
dan
Rumah
Tahanan Negara.
Menu
dirancang menurut Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia Nomor : M.Hh-01.Pk.07.02 Tahun 2009 Tentang “Pedoman Penyelenggaraan
Makanan Bagi Warga Binaan Pemasyarakatan Di Lembaga Pemasyarakatan Dan Rumah
Tahanan Negara”. Biaya
makan per orang per hari sebesar Rp 8000,00.
d. Peralatan masak
Di Lapas Bondowoso peralatan masak sudah disimpan dengan baik di
sebuah rak tertutup dengan tertata rapi. Peletakan peralatan pun sesuai dengan
jenisnya, sehingga mudah untuk dicari. Sesudah digunakan, peralatan masak langsung dicuci
oleh petugas pengolah makanan, yang terdiri dari petugas khusus dan warga
binaan.
Peralatan masak di Lapas Bondowoso terdiri dari 3 spatula yang
terbuat dari stainless steel, 3
kompor gas, 1 wajan besar terbuat dari stainless
steel, 5 panci besar untuk memasak beras dari aluminium, sendok sayur,
piring, gelas plastik, ember plastik.
4. Upaya
Pengangkutan Makanan
Makanan yang sudah matang langsung ditempatkan di
sebuah wadah khusus berupa kotak makan yang terbuat dari plastik tanpa penutup.
Setelah itu, makanan diangkut menuju ke masing-masing sel menggunakan kereta
dorong. Kereta tersebut terbuat dari bahan yang kuat, bersih, tidak mudah
berkarat, dan tertutup sehingga tidak terjadi kontaminasi pada makanan saat
proses pengangkutan.
Pengangkutan dilakukan oleh petugas pengolah dan
warga binaan yang juga mengolah makanan. upaya pengangkutan ini dilakukan usai
bahan makanan selesai diolah menjadi makanan yang masak dan siap disajikan.
Dimana pengangkutan dilakukan sebanyak 3 kali dalam sehari.
5. Upaya
Penyimpanan Makanan
Makanan yang sudah masak tidak disimpan, melainkan
langsung diletakkan di kotak makan segi empat, kecuali nasi yang masih sisa
disimpan di sebuah kotak khusus terbuat dari aluminium. Nasi sisa sarapan dapat
digunakan kembali untuk makan siang.
6. Upaya
Penyajian Makanan
Penyajian makanan di Lapas Bondowoso dilakukan
dengan menggunakan kotak makan yang terbuat dari plastik, sehingga bisa
dimungkinkan berbahaya apabila digunakan berulang-ulang. Wadah tersebut juga
hanya diganti apabila telah rusak dan tidak memiliki penutup. Wadah ini
memiliki sekat untuk memisahkan nasi, sayur, dan lauknya.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan
hasil survey di Lapas Bondowoso dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai
berikut :
1.
7 Prinsip HSM
1) Upaya Pengamanan Bahan Makanan
2) Upaya Pengumpulan Bahan Makanan
3) Upaya Pengolahan Bahan Makanan
4) Upaya Pengangkutan Makanan
5) Upaya Penyimpanan Makanan
6) Upaya Penyajian Makanan
7) Upaya Pengemasan Makanan
2.
Lapas Bondowoso telah menerapkan ketujuh
prinsip Hygiene Sanitasi Makanan, tetapi masih terdapat beberapa hal yang
kurang sesuai dengan penerapan prinsip HSM. Hal ini terlihat pada :
a. Upaya
pengamanan bahan makanan yang masih kurang baik, yaitu melakukan pengangkutan
bahan makanan hanya dengan menggunakan becak terbuka, tanpa dipisahkan, dan ditumpuk
begitu saja. Selain itu bahan makanan seperti beras, ikan asin, dan kelapa
disimpan di gudang penyimpanan yang kondisi fisik bangunannya kurang baik,
serta tidak adanya sekat dan tempat khusus untuk rempah-rempah.
b. Upaya
pengumpulan bahan makanan sudah baik, hanya saja tempat pengumpulan bahan
makanannya masih menggunakan wadah terbuka.
c. Upaya
pengolahan bahan makanan di Lapas Bondowoso sudah dilakukan dengan baik mulai
dari kebersihan tempat, bangunan fisik, dan tersedianya fasilitas sanitasi.
Namun untuk penjamah makanan, Lapas Bondowoso masih kurang memperhatikan
hygiene dari penjamah. Buktinya, penjamah makanan belum menggunakan celemek,
penutup kepala, atau baju khusus memasak, bahkan merokok saat mengolah makanan.
d. Upaya
pengangkutan makanan juga cukup baik.
e. Upaya
penyimpanan makanan dilakukan dengan baik untuk nasi yang masih tersisa.
Sedangkan untuk makanan lain, langsung disajikan, tanpa disimpan terlebih
dahulu.
f. Upaya
penyajian makanan kurang baik, karena menggunakan wadah plastik tanpa tutup yang
diigunakan berulang-ulang. Sedangkan untuk upaya pengemasan, di Lapas Bondowoso
tidak menggunakan makanan yang perlu untuk dikemas, jadi tidak dilakukan
prinsip yang ketujuh ini.
4.2 Saran
Bagi
petugas yang mengawasi dapur di Lapas Bondowoso, seharusnya lebih memperketat
hygiene dari penjamah makanan. Misalnya dengan mewajibkan penjamah untuk
menggunakan celemek, memakai penutup kepala, tidak merokok saat memasak, dan
membiasakan diri mencuci tangan sebelum serta sesudah memasak. Untuk tempat
yang digunakan untuk menyajikan makanan bagi para Napi dan tahanan, hendaknya
menggunakan tempat yang tertutup dan tidak diletakkan begitu saja di lantai
guna mencegah kontaminasi makanan.
DAFTAR PUSTAKA
Candra, Budiman. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta:
Buku Kedokteran
Purnawijayanti, Hiasinta. 2001. Sanitasi Higiene dan Keselamatan Kerja Dalam
Pengolahan Makanan. Yogyakarta: Penerbit Konisius
Mukono, J.H. 2008. Prinsip
Dasar Kesehatan Lingkungan. Surabaya: Airlangga University Press.
Departemen
Kesehatan RI. 2009. Pedoman Penyelenggaraan Makanan Di Lembaga
Pemasyarakatan Dan Rumah Tahanan Negara. [seril online] [http://gizi.depkes.go.id/pedoman-gizi/download/pedoman-PMB-Lapas-2009.pdf
] (29 Oktober 2014).
Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia N0. 715/MENKES/SK/V/2003 tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi
Jasaboga [seril online http://www.hukor.depkes.go.id/up_prod_kepmenkes/KMK%20No.%20715%20ttg%20Persyaratan%20Hygiene%20Sanitasi%20Jasaboga.pdf] (29 Oktober 2014)
file.upi.edu/Direktori/.../JUR.../SUSIWI-28)._Kerusakan_Pangan.pdf
Sumber: Mia (2007), Van
de Venter (1999) dan drh. Hernita Rini Damayanti (2008) (www.pdhi-online.org)
LAMPIRAN 1
HASIL DISKUSI
1.
Defi Astriaken 122110101194
Nasi apa yang ditempatkan pada tempat
aluminium tersebut?
Jawab :
Nasi yang
disimpan adalah nasi yang telah dimasak, sebelum disajikan di kotak penyajian,
bukan nasi sisa.
2.
Aprillia Ananta W 122110101153
Kenapa penjamah makanan pada Lapas
tersebut mengambil yang laki-laki?
Jawab :
Karena
kebanyakan penghuni Lapas adalah laki-laki bukan perempuan. lapas Bondowoso
berusaha memaksimalkan narapidana laki-laki. Selain itu, narapidana perempuan
lebih pendek masa pidananya dibanding laki-laki.
3.
Sabrina Zata D. P 122110101060
Mengapa Lapas tersebut tidak menerapkan
prinsip Hygiene Sanitasi Makanan dan Minuman? Saran untuk Lapas tersebut
menurut kelompok seperti apa?
Jawab :
Hal ini dapat
disebabkan oleh minimnya dana dari pemerintah untuk memperbaiki sanitasi dari
Lapas. Salah satu contohnya adalah tidak dilakukannya perpanjangan sertifikasi
ISO yang terlah didapatkan pada tahun 2011-2013.
4.
Viki Aditya P 122110101156
Bagaimana kualitas nasi sisa dari
pemasakan sebelumnya?
Jawab :
Kualitasnya berubah, misalnya nasi menjadi
kerign dan berubah warna. Jadi lebih baiknya Lapas tidak menyajikan nasi sisa
untuk narapidana.
LEMBAR OBSERVASI II
Nama Kegiatan : Survey Hygiene
Sanitasi Makanan Minuman
Tanggal : 28 Oktober
2014
Tempat Pelaksanaan : Lembaga Permasyarakatan Kelas IIB,
Bondowoso
Alamat : Jalan Jaksa Agung Suprapto No. 5
Bondowoso, 57512
Pemilik : Pemerintah
Jumlah Narapidana : 108 orang (laki-laki), 7 orang (wanita)
Jumlah Tahanan : 71 orang (laki-laki), 1 orang (wanita)
Metode : Wawancara dan Observasi
LAMPIRAN III
GAMBAR OBSERVASI
1.
|
Proses
pengamananmakanan
|
|||||||||
|
![]()
|
![]() ![]() ![]() |
||||||||
|
![]() |
|
||||||||
|
![]() |
![]()
|
||||||||
2.
|
Proses
pengumpulanbahanmakanan
|
|||||||||
|
![]() |
![]() |
||||||||
3.
|
Pengolahanbahanmakanan
|
|||||||||
|
a.
Tempat
|
|||||||||
|
![]() |
![]() ![]()
|
||||||||
|
![]()
|
|
||||||||
|
![]() |
![]()
|
||||||||
|
![]() |
![]()
|
||||||||
|
![]() |
![]()
|
||||||||
|
b.
![]() |
|||||||||
|
|
![]()
|
||||||||
|
c.
Rancangan menu
|
|||||||||
|
![]() |
|
d.
PeralatanMasak
|
|||||||||
|
![]() |
![]() |
||||||||
3.
|
Pengangkutan
|
|
||||||||
|
![]() |
![]()
|
4.
|
Penyimpananmakanan
|
|
||||||||
|
![]() |
|||||||||
5.
|
Penyajianmakanan
|
|
||||||||
|
![]() |
![]()
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar