ANALISIS
PERMASALAHAN TERKAIT LIMBAH
ORGANIK
DAN
LIMBAH RUMAH TANGGA
(disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Pengelolaan LImbah)
Disusun
Oleh:
Putri
Suci Wulansari (122110101053)
FAKULTAS
KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS
JEMBER
Permasalahan
Terkait Limbah Organik
55 Persen Sampah di Kota Bandung
Organik
Jumat, 21
Februari 2014 | 16:20 WIB
BANDUNG, KOMPAS.com —
Terinspirasi dari film "Trashed", Wali Kota Bandung Ridwan Kamil akan
menggalakkan program zero waste home. Emil —sapaan akrab Ridwan Kamil—
mengatakan, program tersebut bertujuan untuk mengurangi sampah rumah tangga
yang kebanyakan bersifat organik.
Menurut Emil, setiap hari Kota Bandung menghasilkan
15.000 sampai 18.000 ton sampah yang didominasi oleh sampah organik rumah
tangga. "Lima puluh lima persen adalah sampah organik rumah tangga, 45
persennya adalah sampah anorganik," kata Emil di Blitz Megaplex Paris van
Java, Sukajadi, Kota Bandung, Jumat (21/2/2014).
Emil menambahkan, salah satu langkah untuk mewujudkan program
zero waste home dan mengurangi jumlah sampah organik adalah dengan
mengembangkan mesin biodigester atau mesin penghancur sampah organik rumah
tangga yang berukuran kecil di tingkat rukun tetangga (RT).
Secara teori, kata Emil, mesin penghancur sampah yang
berukuran sebesar meja sekolah itu mampu menghancurkan sampah organik yang
dihasilkan dari 15 rumah. Dengan biodegester yang ditempatkan di tiap RT, dapat
dipastikan, setengah total sampah di kota Bandung yang berasal dari sampah
rumah tangga bisa berkurang di TPA.
"Karena rumah tangga, kalau kita taruh
biodigester kita taruh di RT, RW, itu secara teori berhasil. TPS-nya juga tidak
perlu banyak," ucapnya.
Namun, Emil menyadari diperlukan dana cukup besar
untuk mengembangkan mesin tersebut. Pasalnya, harga mesin biodigester yang akan
ditempatkan di tiap RT ini mencapai Rp 10 juta per unit.
"Ini bagian dari wacana, kita akan bikin gerakan zero
waste home, rumah-rumah sampahnya bisa berkurang banyak. Tapi
ujungnya-ujungnya masalah biaya, dengan satu buah biodigester kecil untuk tiap
RT berarti butuh Rp 100 miliar untuk seluruh RT," kata Emil.
Namun, Emil mengaku merasa optimistis program zero
waste home tersebut bakal terwujud dalam waktu dekat karena telah mendapat
dukungan dari APBD dan pemerintah pusat melalui Kementerian Lingkungan Hidup.
"Berkaca dari gerakan sejuta biopori, saya
optimistis karena warga Bandung partisipatif. Asal, political will dari
pemerintah dan jajaran komunitas dan warga bisa berperan dalam gerakan zero
waste ini," pungkasnya.
Penulis
|
:
Kontributor Bandung, Putra Prima Perdana
|
Editor
|
:
Kistyarini
|
http://regional.kompas.com/read/2014/02/21/1620355/55.Persen.Sampah.di.Kota.Bandung.Organik
What
|
Setiap hari sampah yang dihasilkan mencapai 15000
sampai 18000 ton. Sampah tersebut didominasi oleh sampah organik dari rumah
tangga (RT), yakni sebesar 55% sampah merupakan sampah organik, dan 45%
merupakan sampah anorganik.
|
Why
|
Dengan produksi sampah yang semakin
hari semakin bertambah banyak, maka akan semakin menambah beban bagi
lingkungan dan banyak sekali dampak negatif yang ditimbulkan karena sampah, diantaranya
adalah sampah yang tidak diolah dengan baik akan menjadi tempat berbiaknya
vektor dan rodent, sehingga akan mempermudah penularan penyakit akibat vektor
dan rodent. Selain itu, sampah juga mengganggu estetika lingkungan serta
dapat mencemari sumber air.
|
Where
|
Di Kota Bandung
|
When
|
Berdasarkan berita di atas, peristiwa
ini terjadi pada hari Jum’at, tanggal 21 Februari 2014.
|
Who
|
Seluruh
warga kota Bandung
|
How
|
Mengadakan penggalakan program zero waste home dan mengurangi sampah organik yang salah satunya
dengan mengembangkan mesin biodigeter atau mesin penghancur sampah organik
rumah tangga yang berukuran kecil di tingkat rukun tetangga (RT). Mesin penghancur
sampah tersebut dapat menghancurkan sampah organik yang dihasilkan dari 15
rumah. Mesin ini akan ditempatkan di tiap RT, dan dapat dipastikan setengah
total sampah yang dikirim di TPA bisa berkurang.
Selain itu permasalahan sampah organik juga dapat dikurangi
penanganan dengan teknik pengomposan. Pengelolaan sampah
organik menjadi kompos merupakan cara yang efektif dan efisien
|
Analisis:
Menurut UU Nomor 18 tahun 2008
tentang Pengelolaan Sampah, sampah didefinisikan sebagai sisa kegiatan
sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Setiap hari
sampah yang dihasilkan di Kota Bandung mencapai 15000 sampai 18000 ton. Sampah
tersebut didominasi oleh sampah organik dari rumah tangga (RT). Dari jumlah
sampah yang dihasilkan tersebut, sekitar 55% merupakan sampah organik, yaitu
jenis sampah yang berasal dari jasad hidup sehingga mudah membusuk dan dapat
hancur secara alami. Contohnya adalah sayuran, daging, ikan, nasi, dan potongan
rumput/daun/ranting.
Semakin lama jumlah penduduk akan
semakin bertambah banyak, sehingga sampah yang dihasilkan juga akan semakin
banyak pula. Sampah harus dikelola dengan baik, kerena sampah yang tidak
dikelola dengan baik akan membawa banyak dampak negatif, antara lain:
·
Sampah yang dibiarkan menumpuk akan
menimbulkan bau busuk, dimana bau ini akan mengundang vektor dan rodent yang
dapat menjadi perantara dalam penularan penyakit seperti: diare, kolera, tifus,
dll
·
Sampah yang dibakar akan mengotori udara
·
Rembesan sampah yang masuk ke dalam
drainase atau aliran sungai akan mencemari sumber daya air.
·
Mengganggu estetika lingkungan.
Sampah
menjadi permasalahan jika tidak diolah dengan baik dan tidak termanfaatkan.
Pengolahan sampah yang tidak efektif akan menimbulkan masalah pada kesehatan
manusia dan kerusakan alam. Upaya pengolahan sampah mulai dari pengangkutan
hingga pengolahan perlu terus menerus di tingkatkan seiring meningkatnya volume
sampah agar dengan peningkatan volume sampah tersebut bisa diimbangi dengan
kemampuan penanganan, sehingga tidak menjadi beban bagi lingkungan.
Tahapan-tahapan
pengelolaan sampah mulai dari pengumpulan, pengangkutan dan pembuangan
mempunyai permasalahan tersendiri sendiri. Seperti pengumpulan misalnya, dalam
hal pengumpulan di butuhkan tenaga dan alat yang memadai. Karena jika tidak,
maka akan terjadi penumpukan sampah dimana-mana seperti yang terjadi di
Bandung. Kemudian dengan sarana transpotasi baik pengangkutan dari rumah tangga
hingga tempat pembungan akhir akan menimbulkan masalah bau yang tidak sedap
jika menggunakan alat transporasi yang kurang memadai. Sedangkan masalah
pembuangan adalah terkait dengan penyediaan lahan yang digunakan untuk
penampungan dan pengolahan.
Ridwan kamil, selaku wali kota
Bandung saat diwawancarai pada hari Jum’at tanggal 21 Februari 2014 sudah
mempunyai wacana untuk mengatasi permasalahan tersebut. Beliau memaparkan bahwa
akan melakukan penggalakan program zero waste home dan mengurangi sampah organik yang salah satunya
dengan mengembangkan mesin biodigeter atau mesin penghancur sampah organik
rumah tangga yang berukuran kecil di tingkat rukun tetangga (RT). Biodigester
sendiri merupakan perangkat yang memanfaatkan sampah organik rumah tangga yang
kemudian diproses untuk jadi gas Metan dan pupuk cair. Mesin
penghancur sampah tersebut dapat menghancurkan sampah organik yang dihasilkan
dari 15 rumah. Mesin ini akan ditempatkan di tiap RT, dan dapat dipastikan
setengah total sampah yang dikirim di TPA bisa berkurang, itu berarti juga
mengurangi kebutuhan lahan untuk menimbun, sehingga dapat memperpanjang usia
TPA, selain itu dengan program ini dapat mengurangi polusi udara karena
pembakaran sampah. Pupuk cair hasil proses biodiester nantinya bisa dimanfaatkan
untuk dijadikan pupuk atau juga bisa dijual, sedangkan gas metan dapatdisalurkan
ke rumah – rumah untuk keperluan memasak dll. Dari aspek
ekonomi juga dapat menghemat biaya transportasi / penimbunan limbah.
Untuk dapat merealisasikan program ini
tentu saja diperlukan keterlibatan dari semua pihak. Pengelolaan
sampah dilakukan secara terpadu dengan melibatkan peran aktif seluruh
stakeholder. Baik dari pemerintah, maupun peran aktif dari seluruh warga masyarakat
Bandung. Ridwan Kamil optimis program ini akan terwujud dalam waktu dekat
karena telah mendapat dukungan dari APBD dan pemerintah pusat melalui
Kementerian Lingkungan Hidup, selain itu warga Bandung merupakan warga yang
partisipatif.
Selain
dengan program di atas, permasalahan sampah organik juga dapat dilakukan
penanganan dengan tekhnik pengomposan. Pengelolaan sampah
organik menjadi kompos merupakan cara yang efektif dan efisien dengan manfaat
yang dapat dirasakan dari berbagai aspek, antara lain:
·
Lingkungan à
menambah nilai estetika lingkungan, dapat mengurangi polusi udara karena
pembakaran sampah, dapat mengurangi jumlah sampah yang dikirim ke TPA sehingga
kebutuhan lahan yang dibutuhkan untuk menampung sampah juga berkurang, yang
akhirnya dapat memperpanjang umur TPA, hasil dari pengomposan ini bisa
dijadikan pupuk, sehingga dengan pemanfaatan ini tanaman akan lebih subur.
·
Ekonomi à jumlah sampah
yang dikirim ke TPA berkurang sehingga akan mengurangi pengeluaran yang
digunakan untuk transportasi pengangkutan sampah, selain itu pupuk hasil
pengomposan bisa dijual sehingga dapat menambah pendapatan.
·
Kesehatan à dengan
berkurangnya tumpukan – tumpukan sampah, maka juga akan mengurangi tempat
berbiaknya vektor dan rodent, maka penularan penyakit akibat vektor dan rodent
juga akan berkurang.
Permasalahan
Terkait Limbah Rumah Tangga
80 Persen Limbah BKT dari Rumah
Tangga
Sabtu, 1
Desember 2012 | 08:32 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com -
Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto menyatakan bahwa 80 persen limbah yang
mengalir ke Kanal Banjir Timur (dikenal sejak dulu dengan istilah Banjir Kanal
Timur atau BKT) adalah limbah rumah tangga. Itu berasal dari sungai-sungai yang
mengalir ke kanal itu khususnya dari Sungai Cipinang.
"Ini perlu penanganan bersama agar air bisa
dipakai sebagai air baku minum serta sebagai sarana transportasi dan wisata
yang asri," kata Djoko Kirmanto dalam sambutannya di acara tanam pohon
yang digelar Gerakan Perempuan Tanam dan Pelihara (GPTP) di BKT di Jakarta
Timur, Sabtu (1/12/2012).
Djoko menambahkan, berdasarkan hasil penelitian, 80
pencemar BKT adalah limbah cair dan padat dari rumah tangga. Limbah itu berasal
dari sungai-sungai yang mengalir ke BKT seperti Cipinang, Sunter, dan Buaran.
Besarnya pencemaran mensyaratkan adanya gerakan
bersama untuk tak membuang limbah ke sungai. Dia juga mensinyalir adanya warga
yang membuang langsung kotoran ke sungai karena tak memiliki fasilitas septic tank.
Penulis
|
: Mukhamad
Kurniawan
|
Editor
|
: Robert
Adhi Ksp
|
What
|
Pencemaran yang terjadi di BKT (Banjir Kanal Timur),
yang 80% berasal dari limbah Rumah Tangga (RT).
|
Why
|
Pencemar BKT sebanyak 80% adalah limbah cair dan
padat dari rumah tangga. Limbah itu berasal dari sungai-sungai yang mengalir
ke BKT seperti Cipinang, Sunter, dan Buaran. Hal ini terjadi karena kebiasaan
masyarakat membuang limbah ke sungai dan juga masih terdapat warga yang belum
mempunyai septic tank.
|
Where
|
Peristiwa ini terjadi di BKT, Jakarta Timur.
|
When
|
Berdasarkan berita di atas, peristiwa ini terjadi pada 1 Desember 2012.
|
Who
|
Seluruh warga yang berada di sekitar
wilayah BKT Jakarta Timur, warga sekitar sungai Cipinang,
Sunter, dan Buaran.
|
How
|
·
Untuk mengatasi masalah ini perlu
adanya
gerakan bersama untuk tak membuang limbah ke sungai.
·
Limbah cair à black water àperlu
diadakan pembangunan kakus yang dilengkapi dengan septic tank sehingga warga
tidak membuang kotoran langsung ke sungai
Grey water
à tanaman
air e.g: kangkung, eceng gondok.
·
Sampahà organik à
dimanfaatkan sebagai kompos, biopori.
Sampah
anorganik à Prinsir
3R, membakar, dibuang ke TPA
|
Analisis:
Limbah
rumah tangga merupakan limbah yang berasal dari kegiatan sehari-hari dalam
rumah tangga. Menurut wujudnya, limbah rumah tangga dapat dibedakan menjadi
tiga, yaitu: padat (e.g: kardus, botol plastik, kayu, dll), cair (blackwater
contohnya tinja, dan grey water contohnya air bekas cucian), dan gas (CO2,
Freon, dll).
Di Jakarta Timur, yaitu di daerah BKT (Banjir
Kanal Timur) terjadi pencemaran akibat limbah, yang 80 persennya merupakan
limbah cair dan padat yang berasal dari rumah tangga. Limbah berasal
dari sungai-sungai yang mengalir ke BKT seperti Cipinang, Sunter, dan Buaran.
Pencemaran
tersebut terjadi karena kebiasaan masyarakat membuang limbah ke sungai dan juga
masih ada masyarakat terbiasa membuang kotoran secara langsung ke sungai karena
masih belum memiliki septic tank.
Dengan
adanya kebiasaan buruk tersebut, tentunya banyak dampak negatif yang
ditimbulkan, antara lain:
·
Menumpuknya sampah (limbah padat) yang ada di sungai
adalah salah satu faktor yang dapat memicu terjadinya banjir, selain itu bau
yang dihasilkan akibat sampah yang menumpuk merupakan tempat berbiaknya vektor
dan rodent yang akan mempermudah penularan penyakit yang dapat ditularkan
melalui vektor dan rodent.
·
Limbah cair yang mengalir ke sungai dapat mencemari
sumber air, sehingga dapat menyebabkan matinya MO yang ada di sungai, akibatnya
terjadi ketidakseimbangan ekosistem yang ada di sungai.
·
Mengganggu estetika lingkungan
·
Djoko
Kirmanto dalam sambutannya di acara tanam pohn yag digelar Gerakan Perempuan
Tanam dan Pelihara (GPTP) di BKT Jakarta Timur pada hari Sabtu 1 Desember 2012
mengatakan bahwa kejadian ini perlu penanganan bersama agar air bisa dipakai
sebagai air baku minum serta sebagai sarana transportasi dan wisata yang asri.
Solusi untuk
mengatasi masalah ini antara lain:
·
Perlu adanya gerakan bersama untuk tidak
membuang limbah ke sungai.
·
Limbah cair
-
black water àperlu diadakan pembangunan kakus
yang dilengkapi dengan pembangunan septic tank sehingga warga tidak membuang kotoran
langsung ke sungai
·
Grey water à dengan menggunakan bak kontrol yang
dialirkan ke tanaman air misalnya kangkung, eceng gondok, dan melati air yang
diharapkan tanaman tersebut bisa menyerap zat kimia sehingga air bisa dibuang
ke lingkungan dengan aman.
·
Sampah, diadakan pemilahan sampah berdasarkan asalnya:
-
Sampah organik à pada limbah organik dapat dilakukan
pengomposan, maupun dapat dengan metode biopori
-
Sampah anorganik à dengan Prinsir 3R (Reduce, Reuse,
Recycle), membakar (selama tidak menimbulkan pencemaran udara), dibuang ke TPA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar