Rabu, 21 Mei 2014

Analisis Limbah Organik dan Limbah Rumah Tangga




ANALISIS PERMASALAHAN TERKAIT LIMBAH ORGANIK
DAN LIMBAH RUMAH TANGGA
(disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Pengelolaan LImbah)





Disusun Oleh:

Putri Suci Wulansari                                    (122110101053)




FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS JEMBER



Permasalahan Terkait Limbah Organik
55 Persen Sampah di Kota Bandung Organik
Jumat, 21 Februari 2014 | 16:20 WIB
BANDUNG, KOMPAS.com — Terinspirasi dari film "Trashed", Wali Kota Bandung Ridwan Kamil akan menggalakkan program zero waste home. Emil —sapaan akrab Ridwan Kamil— mengatakan, program tersebut bertujuan untuk mengurangi sampah rumah tangga yang kebanyakan  bersifat organik.

Menurut Emil, setiap hari Kota Bandung menghasilkan 15.000 sampai 18.000 ton sampah yang didominasi oleh sampah organik rumah tangga. "Lima puluh lima persen adalah sampah organik rumah tangga, 45 persennya adalah sampah anorganik," kata Emil di Blitz Megaplex Paris van Java, Sukajadi, Kota Bandung, Jumat (21/2/2014).

Emil menambahkan, salah satu langkah untuk mewujudkan program zero waste home dan mengurangi jumlah sampah organik adalah dengan mengembangkan mesin biodigester atau mesin penghancur sampah organik rumah tangga yang berukuran kecil di tingkat rukun tetangga (RT).

Secara teori, kata Emil, mesin penghancur sampah yang berukuran sebesar meja sekolah itu mampu menghancurkan sampah organik yang dihasilkan dari 15 rumah. Dengan biodegester yang ditempatkan di tiap RT, dapat dipastikan, setengah total sampah di kota Bandung yang berasal dari sampah rumah tangga bisa berkurang di TPA.

"Karena rumah tangga, kalau kita taruh biodigester kita taruh di RT, RW, itu secara teori berhasil. TPS-nya juga tidak perlu banyak," ucapnya.
Namun, Emil menyadari diperlukan dana cukup besar untuk mengembangkan mesin tersebut. Pasalnya, harga mesin biodigester yang akan ditempatkan di tiap RT ini mencapai Rp 10 juta per unit.

"Ini bagian dari wacana, kita akan bikin gerakan zero waste home, rumah-rumah sampahnya bisa berkurang banyak. Tapi ujungnya-ujungnya masalah biaya, dengan satu buah biodigester kecil untuk tiap RT berarti butuh Rp 100 miliar untuk seluruh RT," kata Emil.

Namun, Emil mengaku merasa optimistis program zero waste home tersebut bakal terwujud dalam waktu dekat karena telah mendapat dukungan dari APBD dan pemerintah pusat melalui Kementerian Lingkungan Hidup.

"Berkaca dari gerakan sejuta biopori, saya optimistis karena warga Bandung partisipatif. Asal, political will dari pemerintah dan jajaran komunitas dan warga bisa berperan dalam gerakan zero waste ini," pungkasnya.

Penulis
: Kontributor Bandung, Putra Prima Perdana
Editor
: Kistyarini
http://regional.kompas.com/read/2014/02/21/1620355/55.Persen.Sampah.di.Kota.Bandung.Organik


What
Setiap hari sampah yang dihasilkan mencapai 15000 sampai 18000 ton. Sampah tersebut didominasi oleh sampah organik dari rumah tangga (RT), yakni sebesar 55% sampah merupakan sampah organik, dan 45% merupakan sampah anorganik.
Why
Dengan produksi sampah yang semakin hari semakin bertambah banyak, maka akan semakin menambah beban bagi lingkungan dan banyak sekali dampak negatif yang ditimbulkan karena sampah, diantaranya adalah sampah yang tidak diolah dengan baik akan menjadi tempat berbiaknya vektor dan rodent, sehingga akan mempermudah penularan penyakit akibat vektor dan rodent. Selain itu, sampah juga mengganggu estetika lingkungan serta dapat mencemari sumber air.
Where
Di Kota Bandung
When
Berdasarkan berita di atas, peristiwa ini terjadi pada hari Jum’at, tanggal 21 Februari 2014.
Who
Seluruh warga kota Bandung
How
Mengadakan penggalakan program zero waste home dan mengurangi sampah organik yang salah satunya dengan mengembangkan mesin biodigeter atau mesin penghancur sampah organik rumah tangga yang berukuran kecil di tingkat rukun tetangga (RT). Mesin penghancur sampah tersebut dapat menghancurkan sampah organik yang dihasilkan dari 15 rumah. Mesin ini akan ditempatkan di tiap RT, dan dapat dipastikan setengah total sampah yang dikirim di TPA bisa berkurang.
Selain itu permasalahan sampah organik juga dapat dikurangi penanganan dengan teknik pengomposan. Pengelolaan sampah organik menjadi kompos merupakan cara yang efektif dan efisien


Analisis:
            Menurut UU Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, sampah didefinisikan sebagai sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Setiap hari sampah yang dihasilkan di Kota Bandung mencapai 15000 sampai 18000 ton. Sampah tersebut didominasi oleh sampah organik dari rumah tangga (RT). Dari jumlah sampah yang dihasilkan tersebut, sekitar 55% merupakan sampah organik, yaitu jenis sampah yang berasal dari jasad hidup sehingga mudah membusuk dan dapat hancur secara alami. Contohnya adalah sayuran, daging, ikan, nasi, dan potongan rumput/daun/ranting.
            Semakin lama jumlah penduduk akan semakin bertambah banyak, sehingga sampah yang dihasilkan juga akan semakin banyak pula. Sampah harus dikelola dengan baik, kerena sampah yang tidak dikelola dengan baik akan membawa banyak dampak negatif, antara lain:
·         Sampah yang dibiarkan menumpuk akan menimbulkan bau busuk, dimana bau ini akan mengundang vektor dan rodent yang dapat menjadi perantara dalam penularan penyakit seperti: diare, kolera, tifus, dll
·         Sampah yang dibakar akan mengotori udara
·         Rembesan sampah yang masuk ke dalam drainase atau aliran sungai akan mencemari sumber daya air.
·         Mengganggu estetika lingkungan.
Sampah menjadi permasalahan jika tidak diolah dengan baik dan tidak termanfaatkan. Pengolahan sampah yang tidak efektif akan menimbulkan masalah pada kesehatan manusia dan kerusakan alam. Upaya pengolahan sampah mulai dari pengangkutan hingga pengolahan perlu terus menerus di tingkatkan seiring meningkatnya volume sampah agar dengan peningkatan volume sampah tersebut bisa diimbangi dengan kemampuan penanganan, sehingga tidak menjadi beban bagi lingkungan.
Tahapan-tahapan pengelolaan sampah mulai dari pengumpulan, pengangkutan dan pembuangan mempunyai permasalahan tersendiri sendiri. Seperti pengumpulan misalnya, dalam hal pengumpulan di butuhkan tenaga dan alat yang memadai. Karena jika tidak, maka akan terjadi penumpukan sampah dimana-mana seperti yang terjadi di Bandung. Kemudian dengan sarana transpotasi baik pengangkutan dari rumah tangga hingga tempat pembungan akhir akan menimbulkan masalah bau yang tidak sedap jika menggunakan alat transporasi yang kurang memadai. Sedangkan masalah pembuangan adalah terkait dengan penyediaan lahan yang digunakan untuk penampungan dan pengolahan.
            Ridwan kamil, selaku wali kota Bandung saat diwawancarai pada hari Jum’at tanggal 21 Februari 2014 sudah mempunyai wacana untuk mengatasi permasalahan tersebut. Beliau memaparkan bahwa akan melakukan penggalakan program zero waste home dan mengurangi sampah organik yang salah satunya dengan mengembangkan mesin biodigeter atau mesin penghancur sampah organik rumah tangga yang berukuran kecil di tingkat rukun tetangga (RT). Biodigester sendiri merupakan perangkat yang memanfaatkan sampah organik rumah tangga yang kemudian diproses untuk jadi gas Metan dan pupuk cair. Mesin penghancur sampah tersebut dapat menghancurkan sampah organik yang dihasilkan dari 15 rumah. Mesin ini akan ditempatkan di tiap RT, dan dapat dipastikan setengah total sampah yang dikirim di TPA bisa berkurang, itu berarti juga mengurangi kebutuhan lahan untuk menimbun, sehingga dapat memperpanjang usia TPA, selain itu dengan program ini dapat mengurangi polusi udara karena pembakaran sampah. Pupuk cair hasil proses biodiester nantinya bisa dimanfaatkan untuk dijadikan pupuk atau juga bisa dijual, sedangkan gas metan dapatdisalurkan ke rumah – rumah untuk keperluan memasak dll. Dari aspek ekonomi juga dapat menghemat biaya transportasi / penimbunan limbah.
            Untuk dapat merealisasikan program ini tentu saja diperlukan keterlibatan dari semua pihak. Pengelolaan sampah dilakukan secara terpadu dengan melibatkan peran aktif seluruh stakeholder. Baik dari pemerintah, maupun peran aktif dari seluruh warga masyarakat Bandung. Ridwan Kamil optimis program ini akan terwujud dalam waktu dekat karena telah mendapat dukungan dari APBD dan pemerintah pusat melalui Kementerian Lingkungan Hidup, selain itu warga Bandung merupakan warga yang partisipatif.
            Selain dengan program di atas, permasalahan sampah organik juga dapat dilakukan penanganan dengan tekhnik pengomposan. Pengelolaan sampah organik menjadi kompos merupakan cara yang efektif dan efisien dengan manfaat yang dapat dirasakan dari berbagai aspek, antara lain:
·         Lingkungan à menambah nilai estetika lingkungan, dapat mengurangi polusi udara karena pembakaran sampah, dapat mengurangi jumlah sampah yang dikirim ke TPA sehingga kebutuhan lahan yang dibutuhkan untuk menampung sampah juga berkurang, yang akhirnya dapat memperpanjang umur TPA, hasil dari pengomposan ini bisa dijadikan pupuk, sehingga dengan pemanfaatan ini tanaman akan lebih subur.
·         Ekonomi à jumlah sampah yang dikirim ke TPA berkurang sehingga akan mengurangi pengeluaran yang digunakan untuk transportasi pengangkutan sampah, selain itu pupuk hasil pengomposan bisa dijual sehingga dapat menambah pendapatan.
·         Kesehatan à dengan berkurangnya tumpukan – tumpukan sampah, maka juga akan mengurangi tempat berbiaknya vektor dan rodent, maka penularan penyakit akibat vektor dan rodent juga akan berkurang.


Permasalahan Terkait Limbah Rumah Tangga
80 Persen Limbah BKT dari Rumah Tangga
Sabtu, 1 Desember 2012 | 08:32 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com -  Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto menyatakan bahwa 80 persen limbah yang mengalir ke Kanal Banjir Timur (dikenal sejak dulu dengan istilah Banjir Kanal Timur atau BKT) adalah limbah rumah tangga. Itu berasal dari sungai-sungai yang mengalir ke kanal itu khususnya dari Sungai Cipinang.
"Ini perlu penanganan bersama agar air bisa dipakai sebagai air baku minum serta sebagai sarana transportasi dan wisata yang asri," kata Djoko Kirmanto dalam sambutannya di acara tanam pohon yang digelar Gerakan Perempuan Tanam dan Pelihara (GPTP) di BKT di Jakarta Timur, Sabtu (1/12/2012).
Djoko menambahkan, berdasarkan hasil penelitian, 80 pencemar BKT adalah limbah cair dan padat dari rumah tangga. Limbah itu berasal dari sungai-sungai yang mengalir ke BKT seperti Cipinang, Sunter, dan Buaran.
Besarnya pencemaran mensyaratkan adanya gerakan bersama untuk tak membuang limbah ke sungai. Dia juga mensinyalir adanya warga yang membuang langsung kotoran ke sungai karena tak memiliki fasilitas septic tank.

Penulis
: Mukhamad Kurniawan
Editor
: Robert Adhi Ksp
What
Pencemaran yang terjadi di BKT (Banjir Kanal Timur), yang 80% berasal dari limbah Rumah Tangga (RT).
Why
Pencemar BKT sebanyak 80% adalah limbah cair dan padat dari rumah tangga. Limbah itu berasal dari sungai-sungai yang mengalir ke BKT seperti Cipinang, Sunter, dan Buaran. Hal ini terjadi karena kebiasaan masyarakat membuang limbah ke sungai dan juga masih terdapat warga yang belum mempunyai septic tank.
Where
Peristiwa ini terjadi di BKT, Jakarta Timur.
When
Berdasarkan berita di atas,  peristiwa ini terjadi pada 1 Desember 2012.
Who
Seluruh warga yang berada di sekitar wilayah BKT Jakarta Timur, warga sekitar sungai Cipinang, Sunter, dan Buaran.
How
·         Untuk mengatasi masalah ini perlu adanya gerakan bersama untuk tak membuang limbah ke sungai.
·         Limbah cair à black water àperlu diadakan pembangunan kakus yang dilengkapi dengan septic tank sehingga warga tidak membuang kotoran langsung ke sungai
Grey water à tanaman air e.g: kangkung, eceng gondok.
·         Sampahà organik à dimanfaatkan sebagai kompos, biopori.
Sampah anorganik à Prinsir 3R, membakar, dibuang ke TPA





Analisis:
Limbah rumah tangga merupakan limbah yang berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga. Menurut wujudnya, limbah rumah tangga dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: padat (e.g: kardus, botol plastik, kayu, dll), cair (blackwater contohnya tinja, dan grey water contohnya air bekas cucian), dan gas (CO2, Freon, dll).
 Di Jakarta Timur, yaitu di daerah BKT (Banjir Kanal Timur) terjadi pencemaran akibat limbah, yang 80 persennya merupakan limbah cair dan padat yang berasal dari rumah tangga. Limbah berasal dari sungai-sungai yang mengalir ke BKT seperti Cipinang, Sunter, dan Buaran.
Pencemaran tersebut terjadi karena kebiasaan masyarakat membuang limbah ke sungai dan juga masih ada masyarakat terbiasa membuang kotoran secara langsung ke sungai karena masih belum memiliki septic tank.
Dengan adanya kebiasaan buruk tersebut, tentunya banyak dampak negatif yang ditimbulkan, antara lain:
·         Menumpuknya sampah (limbah padat) yang ada di sungai adalah salah satu faktor yang dapat memicu terjadinya banjir, selain itu bau yang dihasilkan akibat sampah yang menumpuk merupakan tempat berbiaknya vektor dan rodent yang akan mempermudah penularan penyakit yang dapat ditularkan melalui vektor dan rodent.
·         Limbah cair yang mengalir ke sungai dapat mencemari sumber air, sehingga dapat menyebabkan matinya MO yang ada di sungai, akibatnya terjadi ketidakseimbangan ekosistem yang ada di sungai.
·         Mengganggu estetika lingkungan
·          
Djoko Kirmanto dalam sambutannya di acara tanam pohn yag digelar Gerakan Perempuan Tanam dan Pelihara (GPTP) di BKT Jakarta Timur pada hari Sabtu 1 Desember 2012 mengatakan bahwa kejadian ini perlu penanganan bersama agar air bisa dipakai sebagai air baku minum serta sebagai sarana transportasi dan wisata yang asri.
Solusi untuk mengatasi masalah ini antara lain:
·         Perlu adanya gerakan bersama untuk tidak membuang limbah ke sungai.
·         Limbah cair
-          black water àperlu diadakan pembangunan kakus yang dilengkapi dengan pembangunan septic tank sehingga warga tidak membuang kotoran langsung ke sungai
·         Grey water à dengan menggunakan bak kontrol yang dialirkan ke tanaman air misalnya kangkung, eceng gondok, dan melati air yang diharapkan tanaman tersebut bisa menyerap zat kimia sehingga air bisa dibuang ke lingkungan dengan aman.
·         Sampah, diadakan pemilahan sampah berdasarkan asalnya:
-          Sampah organik à pada limbah organik dapat dilakukan pengomposan, maupun dapat dengan metode biopori
-          Sampah anorganik à dengan Prinsir 3R (Reduce, Reuse, Recycle), membakar (selama tidak menimbulkan pencemaran udara), dibuang ke TPA.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar